"Bila aku diberi kesempatan kehidupan kembali, aku berjanji tidak akan mencintaimu, Damian. Akan ku kubur dalam-dalam perasaan menyakitkan ini. "
Pernikahannya sudah menginjak usia tiga tahun. Namun, cinta Damian tak bisa Helena dapatkan, tatapan dingin dan ucapan kasar selalu di dapatkannya. Helena berharap kehidupan pernikahannya akan terjalin dengan baik dengan adanya anak yang tengah di kandunginya.
Namun nasib buruk kembali menimpanya, saat tengah dalam perjalanan menuju kantor Damian untuk mengatakan kabar baik atas kehamilannya, kecelakaan masal tak terduga tiba-tiba menimpanya.
Mobil dikendarainya terpental jauh, darah berjejeran memenuhi tubuhnya. Badannya sakit remuk redam tak main, lebih lagi perutnya yang sakit tak tertolong.
Lebih dari itu, rasa sakit dihatinya lebih mendalam mendengar ucapan dan umpatan kasar Damian padanya saat Helena menelpon untuk meminta pertolongan pada Damian-suaminya.
"Mati saja kau, sialan! Dengan begitu hidupku akan terbebas dari benalu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua
Tak terasa dua hari telah berlalu, dua hari ini Helena kerjaannya cuman makan, tidur dan memasak. Ah, iya. Ada lagi satu kegiatan terbaru yang di lakukannya kini.
berbelanja, menghambur-hamburkan uang! Hahahaha.
Di kehidupan sebelumnya. Helena mana pernah berbelanja seperti sekarang, kerjaannya dulu cuman berbakti dan berusaha menarik perhatian Damian saja, walaupun itu semua ujung-ujungnya sia-sia saja.
Walau kejam dan tak berperasaan. Damian ternyata tetap mengirimkannya uang bulanan, mana dengan jumlah yang tidak sedikit. Cukup kaget, melihat bagaimana sikap Damian padanya setiap hari.
Di kehidupan kali ini, mari kita lupakan urusan percintaan. Berbelanja tak mengenal waktu ternyata menyenangkan juga, Helena berbelanja banyak tidak akan membuat Damian seketika jatuh miskin, kan?
Omong-omong. Helena dua hari ini juga tidak mengganggu Damian dengan ribuan pesan dan telepon, sudah di katakannya di penghujung nafas terakhirnya. Helena berjanji tidak akan mencintai Damian seperti dulu-kehidupan pertamanya, rasa cinta itu mungkin masih ada di relung hatinya tapi Helena akan berusaha untuk menghapusnya secara perlahan-lahan.
Perjuangannya selama tiga tahun di sia-siakan, Helena tidak mau lagi kejadian dulu kembali terulang. Menunggu surat cerai yang akan di serahkan Damian nanti, Helena akan benar-benar pergi dari hidup Damian.
Untuk sekarang, mari kita kuras habis uang Damian. Rasa sakitnya dulu mungkin terbalaskan dengan berbelanja. Helena sekarang malah semakin memperhatikan penampilannya, wajahnya masih tetap cantik hanya saja kerutan dan pancaran wajahnya yang tampak redup membuat Helena memiliki rencana untuk mampir sebentar di salon, dia juga ingin memotong dan mengubah sedikit gaya model rambutnya yang tampak begitu kuno.
"Bu, ini makanan sama minumannya. " bi Ayu, satu-satunya Art dirumah minimalis ini datang dengan nampan berisi kue juga minuman yang di mintai Helena tadi.
Tadi Helena ada buat kue brownies coklat, saat hendak membersihkan diri setelah membuat kue. Helena meminta bi Ayu untuk membawakannya kue yang baru dibuatnya, tidak lupa dengan segelas minuman dingin sebagai pendampingnya.
Helena mengangguk, "Makasih banyak ya, bi. Kue separuhnya buat bi Ayu sama pak Tarno makan, atau gak dibawa pulang aja, saya tadi kayaknya buat kebayakan brownies." kata Helena, kepalanya mengangguk-angguk merasakan begitu enaknya brownies dibuatnya.
Bi Ayu emang gak kerja full dirumah, setelah jam lima sore nanti. Wanita baya itu akan pamit pulang ke rumahnya yang jaraknya tidak begitu jauh dari sini, bi Ayu sebenarnya bisa aja kalau mau tinggal di rumah Damian dan Helena, tapi wanita baya itu menolak mengingat ada anak gadis satu-satunya yang tinggal sendiri di rumah.
Bi Ayu tidak tenang untuk meninggalkan anaknya seorang diri dirumah, sedangkan suaminya sudah lama berpulang kemaha kuasa.
"Iya, bu. Makasih banyak, kalau begitu saya pamit kebelakang dulu. " anggukan kepala sebagai balasan dari Helena, kini dia tengah menikmati kue hasil buatannya sambil menonton tayangan film televisi didepannya.
Tak menyadari bahwa di belakangnya ada bi Ayu yang sedari tadi menatap bingung padanya, bingung akan perubahan Helena beberapa hari ini. Helena bukan majikan yang galak seperti sinetron yang pernah ditonton bi Ayu, maksudnya perubahan sikap Helena sekarang yang tidak pernah menelpon Damian lagi.
Biasanya di waktu seperti ini, bi Ayu akan mendengar gerutuan Helena karena teleponnya tidak di angkat Damian, tapi ini....?
Entahlah, bi Ayu bingung dengan hubungan rumah tangga majikan ini.
••••••
Damian kalut, bingung. Ini sebenarnya kenapa sih?! Sudah dua hari, dua hari! Helena tidak pernah lagi mengirimkannya pesan atau menelpon, Damian gusar, takut terjadi sesuatu dengan Helena dirumah.
Juga bingung dengan dirinya sendiri, kenapa dia bisa sepusing dan sekalut ini hanya karena Helena yang tidak pernah memberikannya kabar seperti biasa? Bukannya seharusnya Damian bahagia?
'Hhaahh'
Helaan nafas panjang Damian keluarkan, sebelah tangannya sibuk memijat pelan pelipisnya.
'Tok'
'Tok'
"Permisi pak, Damian?" Itu suara Niko.
"Masuk." sedikit menaikkan suaranya, Damian mempersilahkan Niko untuk masuk ke ruangan kerjanya.
"Bagaimana, sudah kamu dapat apa yang saya suruh? " tanya Damian tanpa basa-basi.
Niko menganggukkan kepalanya, "Sudah, pak. Informasinya yang saya dapatkan, dua hari ini bu Helena sibuk berbelanja pakaian, sepatu dan tas. "
Damian menaikkan alisnya tinggi-tinggi. Berbelanja pakaian, sepatu dan tas? Heum, suatu hal yang membingungkan dan baru diketahuinya. Setahunya, Helena itu tipe wanita yang tidak begitu suka berbelanja, setahun hidup bersama sebagai sepasang suami-istri. Damian belum pernah mendapatkan laporan apapun tentang Helena yang berbelanja.
Ya, kecuali berbelanja kebutuhan rumah dan dapur.
Damian gak masalah soal Helena yang berbelanja apapun, Damian setiap bulan memang akan memberikan uang yang memang menjadi hak Helena, walau terlihat begitu tidak menyukai Helena. Damian tidak akan setengah hati tidak memberikan Helena nafkah.
Mengelus dagunya setelah mendengar ucapan Niko, Damian mengerutkan dahinya. "Apa sesibuk itu dirinya sampai mengirim pesan satu kata saja tidak bisa? "
Niko jelas-jelas menatap bingung bosnya itu, kenapa harus uring-uringan saat Helena tidak memberikannya kabar? Bukannya ini adalah keinginan laki-laki itu?
"Bapak seharusnya senang dong, kalau bu Helena tidak ganggu lagi dengan mengirim berbagai macam pesan."
Niko menutup kembali mulutnya, menyesal sudah mengeluarkan suara yang malah mendapatkan tatapan tajam dari Damian.
Membuat nafas panjang, Damian kembali bersuara. "Kapan urusan pekerjaan di sini selesai? "
"Eumm, sekitar empat atau lima hari lagi, pak. "
Damian menaikkan alisnya mendengar jawaban Niko, tengah menimbang-nimbang sesuatu. "Dua hari selesai, bisa tidak? Saya mau pulang cepat. "
"Tapi, pak-
" Dua hari atau saya pulang sekarang juga?! " sela Damian cepat mengancam, membuat Niko membuang napasnya gusar.
"Lembur lagi dah~" gumamnya dalam hati, untung bosnya– orang yang telah menggaji dengan jumlah yang begitu Fantastik, walau kerjanya begitu melelahkan dan menguras tenaga dan emosi.
"Baik, pak! " setelahnya, Niko mengundurkan diri untuk kembali di meja kerjanya, sibuk mengutak-atik laptopnya agar pekerjaan ini dapat di selesaikan selama dua hari kedepan nanti.
Sementara Damian sudah tidak sabar untuk kembali pulang nanti, ingin melihat perubahan apa saja wanita itu. Di mulai dari tidak pernah menghubunginya lagi, dan sibuk berbelanja.
Heumm,, apakah ini taktik terbaru Helena untuk menarik perhatiannya? Damian menarik bibirnya ke atas akan pikirannya barusan.
"Setelah kepulangan ku nanti apakah kamu masih memainkan taktik murahan untuk menarik perhatian ku, Helena? "
Yang di bicarakan malah sibuk menghamburkan uang, Helena sedari tadi sibuk mengintari beberapa tokoh tas dengan merek terkenal, terhitung sudah ada tiga tas bermerek terkenal di jinjing oleh supir di rumahnya-lebih tepatnya supir pribadi milik Damian.
Karena pak Tarno-sang supir, biasanya bertugas untuk mengantar dan menjemput Damian ke tempat kerjanya, berhubung Damian tengah berada di luar negeri-urusan pekerjaan. Maka sang supir akan di ambil alihnya sebentar untuk beberapa hari ini.
"Selesai berbelanja, saya mau mampir sebentar ke restoran. Pak Tarno mau tidak ikutan saya makan dulu? Setelahnya saya mau mampir juga ke salon kecantikan." tanya Helena menawarkan pak Tarno untuk ikut makan bersamanya, berjam-jam berkeliling untuk mencari tas-perutnya tak terasa berbunyi, meminta untuk di isi segera.
"Gak usah, bu. Kebetulan tadi di rumah saya sudah makan, ibu sendiri saja yang makan, saya ke parkiran saja untuk menyimpan barang belanjaan sekalian juga menunggu ibu di mobil." tolak pak Tarno, dia benaran masih kekenyangan karena sebelum mengantarkan Helena berbelanja ke mall, pak Tarno sudah makan siang tadi di rumah, makan bersama bi Ayu.
"Oh, yaudah kalau begitu." Helena mengeluarkan uang beberapa lembar berwarna merah pada pak Tarno, "Ini buat pak Tarno beli makanan ringan buat ngemil, saya kayaknya bakal lama selesainya."
"Eh? Gapapa, bu. Gak usah. " tolak pak Tarno lagi, tangannya mendorong pelan uang pemberian Helena padanya.
"Ambil aja, pak. Pak Tarno pasti kebosanan sekali nungguin saya selesai nanti, bapak beli makanan aja buat ngemil di mobil, di terima ya pak kalau gak saya marah nih." paksa Helena, yang akhirnya pak Tarno mau tak mau menerima uang tersebut.
"Makasih banyak ya, bu. Kalau begitu saya pamit ke parkiran dulu. " Helena hanya mengangguk, melihat pak Tarno pamit pergi ke parkiran mobil di mall.
Helena membuang nafas panjang, "Enaknya makan apa ya? Mau makan berat tapi lagi malas. " gumamnya, sambil menyusuri tempat penjual makanan.
"Ah! Makan sushi saja, sudah lama sekali aku gak menikmati makanan dari Jepang selama menikah dengan Damian. " kakinya melangkah masuk kedalam resto sushi yang tampak begitu ramai pengunjung. 'Pasti sushi di sini enak-enak. ' pikirnya sambil menyusuri seisi resto untuk mencari tempat kosong.
Mendapati meja kosong, Helena melangkah cepat dan duduk di situ. Pelayan tiba-tiba saja datang menghampirinya untuk menanyakan pesanannya, menyebut semua berbagai macam sushi yang dulu-saat dirinya masih lajang, sering makan.
Helena menganggukkan kepalanya saat pelayan pamit undur untuk menyiapkan pesanannya, selagi menunggu. Helena sibuk bermain ponsel, membuka sosial medianya yang sudah lama sekali tidak dibuka.
Lagi sibuk-sibuknya dengan dunianya, tepukan pelan di bahunya mengagetkan Helena.
"Kamu Helena, kan? " seru laki-laki itu sebagai pelaku yang menepuk bahu Helena tadi, laki-laki itu langsung saja duduk di tempat Helena, duduk di kursi di hadapannya.
"Kamu ingat aku, gak? Bagas Irawan, teman kuliah mu dulu, ingat gak? "
Helena menyergit dahinya, berusaha untuk mengingat laki-laki di hadapannya ini.
Matanya membola, baru mengingat. "Ah? Bagas-Bagas Irawan, jurusan kedokteran, aku ingat sekarang." ucapnya antusias karena mengingat siapa laki-laki di depannya.
Bagas ketawa pelan, responnya- saat melihat Helena yang tampak lucu saat kembali mengingat dirinya. "Kamu gimana kabarnya? Setelah lulus kuliah kamu gak ada kabar lagi, bahkan reunian kampus angkatan gak pernah kamu hadir. "
"Bahkan nomor kamu gak pernah aktif lagi saat ku hubungi untuk meminta bertemu. " imbuhnya.
Helena kikuk sendiri mendengar semua ucapan Bagas, ya sebelum dirinya sibuk dengan pernikahan dinginnya ini. Helena dulu tengah sibuk dengan urusan pekerjaannya, setelah lulus kuliah. Helena kembali ke kampung halaman rumahnya bersama orangtuanya dulu untuk mencari kerja, Helena emang merantau di jak*rta untuk melanjutkan kuliahnya dengan hasil mendapatkan beasiswa prestasi, dan kemudian datanglah kakek Damian yang memintanya untuk menikah dengan Damian.
Orangtua Helena dan Damian ternyata bersahabat, pernah berbuat janji untuk menjodohkan anak mereka di kemudian hari. Orangtua Damian telah meninggal namun sebelum menghembuskan nafas terakhir, mereka memberikan amanat dengan mencari anak sahabatnya dulu (orangtua Helena sudah meninggal duluan saat Helena baru menginjak sekolah SMA) dengan berbekalan alamat rumahnya, kakek Damian datang dan mengucapkan semua apa yang orangtua Damian amanat kan.
Helena mau tak mau menerima, apalagi ini amanah orangtua mereka. Dan makin di setujuinya saat melihat langsung bagaimana rupa Damian, Helena jatuh cinta pada pandangan pertama.
"Aku dulu pulang kampung, Gas. Di Sur*baya. Cari kerjaan di sana, rumah orangtua ku juga sudah lama terbengkalai makanya setelah lulus aku langsung balik. " jelasnya panjang lebar.
Bagas mengangguk mengerti mendengar penjelasan Helena. "Terus sekarang gimana? Kamu masih kerja? Pindah disini? "
"Aku udah nikah, udah jalan setahun. Setelah pulang kampung dan berkerja, ada kakek dari suami ku dulu datang memberitahukan amanat orangtua ku dan suamiku yang meminta kami berdua menikah, istilahnya nikah perjodohan. "
Wajah Bagas entah mengapa langsung murung saat mendengar bahwa Helena telah menikah, Bagas dulu menyukai Helena makanya dia berusaha mendekati wanita itu walau masih sebatas status sahabat, karena niatnya akan mempersunting Helena setelah dirinya sudah bekerja kelak nanti.
Tapi wanita itu sudah keduluan menikah.
"Kalau kamu gimana? Udah jadi dokter spesialis jantung sekarang?" giliran Helena yang bertanya.
"Ah, iya. Aku kerja di salah satu rumah sakit terbesar sini. " jawab, Bagas. Wajah murungnya terganti dengan senyuman.
"Selamat ya, aku turut senang mendengarnya walau ucapan selamat ku terlambat. Kalau untuk pasangan kamu gimana? Udah nikah atau punya pacar? " bertepatan dengan pertanyaannya, pelayan datang membawa pesanannya. Dirinya juga menawarkan pada Bagas apalagi pesanannya lumayan banyak.
"Masih sendiri seperti yang kamu lihat sekarang, niatnya setelah mendapatkan kerja aku ingin mempersunting perempuan yang ku sukai tapi ternyata dia sudah menikah. " Bagas kembali murung, menatap wajah Helena yang sibuk menyuapkan sushi ke mulutnya.
"Jangan sedih begitu dong, mungkin kalian belum berjodoh, perempuan lain kan masih banyak di luaran sana. Juga, mana ada yang akan menolak pesona dokter seperti kamu. " Helena terlihat menghibur Bagas, tanpa tau bahwa perempuan yang di sukai laki-laki itu ternyata dirinya.
"Ini makan sushi nya, biar kamu tidak bersedih lagi. Sebagai tanda juga reunian kita karena sudah lama tidak bertemu lagi. " Helena menyerahkan sepiring sushi di hadapan Bagas, membuat laki-laki itu mau tak mau menerimanya, mengingat dulu juga mereka kadang suka mampir bersama untuk makan sushi seperti ini.
"Kamu ke sini datang sendiri apa dengan suamimu? Aku ingin berkenalan dengannya."
"Suamiku? Dia tengah perjalanan bisnis di luar negeri." jawab Helena pelan, kembali menyuapkan sushi ke mulutnya.
Kalaupun Damian ada dirumah, laki-laki itu mana sudi mau mengantarkannya berbelanja. Melihat mukanya saja, laki-laki itu sudah begitu sangat muak.
"Seperti itu? Jadi kamu ke sini dengan siapa? Apa pulang nanti mau ku antarkan? " Bagas menawarkan tumpangan agar bisa pulang bersama dengan Helena, dirinya ingin berlama-lama mengobrol dengan Helena.
Helena menggeleng kepalanya pelan, "Aku ada supir yang mengantar tadi, sedang menunggu di parkiran. "
Bagas akhirnya mengangguk mengerti, walau ingin sekali pulang bersama tapi Bagas tidak bisa memaksa. Apalagi status Helena adalah istri orang, apa kata orang nanti melihat Helena yang pulang di antar laki-laki lain selain suaminya.
"Jadi setelah ini kamu mau langsung pulang? " tanyanya kembali. Dan lagi-lagi mendapatkan gelengan kepala dari Helena.
"Sehabis makan, aku berencana ingin mampir ke salon sebentar. "
Hidup Helena semakin berubah sekarang, suaminya seorang pengusaha, dibandingkan dengan dirinya. Bagas bukanlah apa-apa.
Terdiam. Keduanya mulai sibuk menikmati sushi, kadang Bagas bersuara untuk kembali bernostalgia saat di jaman mereka kuliah dulu.
Saking asiknya sampai tak menyadari bahwa ada seorang laki-laki, berpakaian serba hitam yang mengambil foto keduanya dengan diam-diam.