"Hanya aku yang boleh menyiksa dan membuatmu menderita. Hanya aku yang boleh mencintai dan memilikimu."_Sean Aznand.
Sonia Elliezza, rumah tangga yang dia idam-idamkan selama ini menjadi mimpi buruk untuknya, walaupun Sonia menikah dengan pria yang sangat dia cintai dan juga mencintainya.
Hanya karena kesalahan di masa lalu, membuat rumah tangga Sonia bersama dengan Sean Aznand menjadi sangat dingin dan menegangkan serta penuh dendam dan amarah yang tak terbantahkan.
Sean memberikan pilihan pahit pada Sonia di awal pernikahan mereka yaitu pergi atau bertahan. Pilihan apakah yang Sonia ambil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan
Setelah selesai makan indomie bersama, Sonia menagih janji Sean untuk membelikannya mie ayam special Solaria.
"Masih mau? Kan udah makan indomie." Kata Sean.
"Indomie sama mie ayam kan beda, aku maunya mie ayam." Balas Sonia.
"Apa nanti kamu nggak bakalan kekenyangan?"
"Enggak kok."
"Oke ayo." Ajak Sean sambil menggenggam tangan Sonia.
"Kalian mau nitip atau ikut?" Tanya Sean pada Kenzo dan Fian.
"Males ah, mau main ps sama ni anak, udah lama kita nggak main ps bareng." Ujar Kenzo sambil menatap Fian yang kekenyangan setelah makan indomie.
"Iya, ngapain keluar, udah kenyang begini. Sonia perutnya kayak karet ya, muat aja itu makanan." Canda Fian.
"Enak aja, kakak iparmu ini makannya cuma sedikit." Sonia membela diri.
"Sedikit apanya, indomie seporsi abis, mana lengkap lagi topingnya, sekarang mau makan mie ayam, di Solaria pula yang porsinya banyak." Celetuk Fian.
"Yee biarin, sirik aja jadi adik." Balas Sonia.
"Eh kita seumuran."
"Tapi kita beda posisi." Sonia dan yang lain tertawa begitu juga dengan Fian.
🕊🕊🕊
"Boleh nanya nggak?" Tanya Kenzo pada Fian di tengah permainan playstation mereka.
"Apa?"
"Sebenarnya lima tahun yang lalu apa sih yang terjadi? Kok bisa dulu Sonia ninggalin Sean dan apa benar Sonia ada hubungan gelap sana bokap kalian?" Tanya Kenzo yang begitu penasaran dengan konflik antara Sean dan Sonia dulu.
"Panjang sih ceritanya bang, bayangin aja si Sean sampe dendam kesumat sama Sonia." Mereka berdua sekarang ngobrol dengan serius dan mematikan ps nya. Mereka menyalakan rokok dan ngobrol dengan tenang.
"Alasan Sonia ninggalin Sean apa?" Tanya Kenzo.
"Kalau alasan spesifiknya nggak tau ya, tapi kalo alasan ke Sean cuma bilang nggak cocok aja. Udah gitu aja, ditinggalin deh itu si Sean, terus Sonia sering pergi sama bokap tapi setauku mereka nggak ada hubungan istimewa, Sonia kayak ditekan dan diancam sama si tua bangka itu." Jelas Fian.
"Jangan menyembunyikan apapun dariku Fian, aku tau kau mengetahui detail masalahnya. Asal kau tau, kalau Sean sampai sekarang tidak mendapat jawaban dari Sonia mengenai hubungan mereka yang kandas tiba-tiba serta hubungan Sonia sama bokap kalian." Kenzo tau kalau Fian tengah menyembunyikan sesuatu, dia yakin kalau Fian mengetahui semuanya.
"Bukan nggak mau cerita bang, lebih baik biarkan Sonia sendiri yang cerita pada Sean, aku yakin suatu saat dia pasti akan menceritakan semuanya."
"Kau tau semuanya kan?" Fian hanya mengangguk karena memang semua ini berkaitan dengan dirinya juga.
"Tolonglah Fian, ceritakan padaku semuanya, kasian Sonia yang selalu disiksa oleh Sean selama ini." Fian kaget bukan main saat mendengar Sonia diperlakukan buruk oleh abang nya itu.
"Serius? Disiksa gimana? Mereka baik-baik aja."
"Ya satu tahun terakhir ini emang baik, kadang kalau bad mood si Sean masih sering tantrum sama Sonia. Awal nikah aja Sonia sering babak belur, dipukul, dicambuk, ditampar, dan banyak lagi lah hinaan, cacian yang diberikan Sean padanya. Sonia sampai saat ini masih tidak pernah memberitahu alasan kenapa dia ninggalin Sean dan apa hubungannya dengan Endro." Tutur Kenzo pada Fian.
"Apa si Sean sekejam itu? Dulu dia nggak pernah nyakitin Sonia sama sekali padahal, jangankan nyakitin fisik, bentak Sonia aja nggak pernah."
"Ya namanya juga udah sakit hati, apapun bisa terjadi kan."
"Iya juga ya."
"Nah ayo ceritakan padaku, aku janji tidak akan memberitahu pada siapapun sebelum kau mengizinkanku untuk bicara." Fian tampak berpikir, dia sudah berjanji pada Sonia untuk selalu menyembunyikan hal itu dari Sean, jika dia mengingkari janji itu, sudah dipastikan Sonia akan membencinya.
"Maaf bang, biar saja Sonia yang memberitahu Sean, lebih baik kita doakan rumah tangga mereka baik-baik saja." Kenzo tidak memaksa Fian untuk bicara lagi, dia tau batasan, tidak mungkin untuk mencampuri urusan keluarga orang lain.
Mereka kembali ngobrol ringan dan sesekali bergurau, pembahasan yang tadi seakan hilang dengan pembahasan yang baru.
...***...
Di lain tempat Nila dihadapkan dengan mayat Aldo, anak buah yang dia suruh untuk mengusik Sonia, Nila yang dikirimkan paket kepala dan tubuh Aldo seketika gemetar mengingat bahwa saat ini Sean sangat menjaga Sonia dan Sean juga kejam.
"Kalau begini caranya sangat susah untuk memisahkan Sonia dengan Sean, anak itu tidak bisa dianggap remeh ternyata." Nila sudah membaik semenjak disiksa oleh Sean setahun yang lalu, dia sampai melakukan pengobatan keluar negeri agar kulitnya mulus kembali.
"Pantau saja mereka dulu, saat ada kesempatan baru kita bertindak." Ujar Nila pada anak buahnya.
"Baik bu, kami akan memantau Sonia dan Sean."
"Bagus, sekarang kalian boleh pergi." Nila memacu mobilnya untuk pulang ke rumah, saat ini Endro sedang tidak ada di Indonesia, dia ke Rusia untuk bertemu rekan bisnisnya. Saat sampai di rumah, Nila tidak menemukan Fian baik di kamar maupun seluruh rumah.
"Kemana Fian?" Tanya Nila pada pelayan di rumahnya.
"Tadi keluar bu."
"Pasti keluyuran lagi, dasar anak yang tidak bisa diandalkan." Geram Nila, wanita paruh baya itu memasuki kamarnya, dia merebahkan tubuhnya di atas kasur dan memikirkan cara untuk bisa memisahkan Sonia dengan Sean.
"Apalagi yang harus aku lakukan untuk menyingkirkan anak itu? Aku tidak mau jika suatu saat dia membongkar semuanya pada keluarga ini, aku juga sudah capek-capek mencuci otaknya si Fian agar berpihak padaku tapi anak itu terlalu liar untuk ditaklukkan." Nila menghembuskan nafas lelahnya, dia begitu frustasi dengan hanya memikirkan Sonia.
Nila mencoba untuk menghubungi Fian, dia berharap bisa meminta bantuan pada Fian untuk mengusik Sonia, hanya Fian yang dapat dia andalkan sekarang. Berkali-kali Nila menghubungi anak itu namun tak ada jawaban sama sekali.
"Sial, kemana dia?" Nafas Nila semakin memburu, dia seakan kehabisan cara saat ini. Nila mencoba untuk mengirimkan pesan pada Fian, berharap anak itu membacanya.
[Fian sayang, mama ingin kamu mencelakai Sonia bagaimana pun caranya, atau kamu harus juga bisa merusak hubungan antara Sean dan Sonia, mama akan berbuat baik padamu dan tidak akan membongkar rahasiamu pada Endro. Jika kamu tidak mau, mama dengan terpaksa harus membuat kamu dibenci oleh Endro dan juga Sean selamanya.] Send
Setelah mengirim pesan itu, Nila begitu menunggu balasan dari Fian, dia berharap jika Fian mau membantunya.
Fian memang tidak mempedulikan panggilan dari Nila, namun pesan Nila sangat menarik perhatiannya, Fian membalas pesan itu.
[Besok kau akan mendengar kehancuran rumah tangga mereka]
Nila begitu bahagia melihat balasan singkat dari Fian.
...***...
"Kenapa?" Tanya Kenzo yang melihat perubahan di wajah Fian.
"Nggak papa bang, tidur dulu ya, ngantuk soalnya." Pamit Fian, Kenzo yang tak menaruh kecurigaan apapun hanya mengangguk dan tak lama Sean dan Sonia pun pulang. Mereka membawa beberapa makanan dan cemilan untuk Kenzo dan Fian, tak lupa Sonia juga membeli martabak untuk dirinya.
"Martabak lagi?" Kata Kenzo saat melihat Sonia ke meja makan untuk memakan martabaknya.
"Aku tidak tau apa istimewanya sebuah martabak." Jawab Sean yang mengundang gelak tawa Kenzo.
Sonia tidak peduli dengan ocehan mereka, dia menyantap martabaknya dengan lahap.
Fian yang sudah tidak kuat lagi diancam oleh Nila langsung menemui Sean, dia mengetuk kamar Sean dan pintu dibuka oleh abangnya itu.
"Ada apa?" Tanya Sean dengan raut wajah baru bangun.
"Bawalah Sonia keluar malam ini, sebelum aku mencelakainya." Sean menatap lekat Fian, tidak ada raut bercanda di wajah anak itu.
"Jangan bercanda, aku mau tidur."
"Aku tidak bercanda."
"Jika kau berani mencelakai istriku, aku akan menghabisimu, mengerti, sekarang tidurlah." Sean akan menutup pintu kamarnya dan dihalangi oleh Fian.
"Nila menyuruhku untuk membuat hubunganmu dengan Sonia hancur, dia mengancamku." Sean sangat geram mendengar nama wanita tua itu lagi.
"Belum kapok juga dia, padahal aku sudah mengirimkan potongan tubuh anak buahnya tadi dan sekarang dia memperalatmu. Masuklah!" Sean membawa Fian untuk masuk ke kamarnya.
"Sebenarnya apa yang kau takutkan pada Nila? Sampai kau mau diancam begitu olehnya?" Sean heran kenapa adiknya mau saja diperalat oleh Nila.
"Aku menyembunyikan sesuatu darimu bang." Fian tidak berani menatap mata Sean, dia hanya menunduk, mungkin ini saatnya dia harus jujur pada Sean, lebih baik jujur daripada dia harus mencelakai wanita baik seperti Sonia, hal itu akan membuat Sonia kembali menderita.
"Bicaralah, aku akan mencari solusi untuk masalahmu dan aku tidak akan menghakimimu."
"Aku pemakai narkoba, bukan hanya pemakai, tapi aku juga pengedar bang." Sean sangat kaget mendengar pengakuan adiknya.
"Sejak kapan kau melakukan hal ini?"
"Sejak SMA dan Nila lah yang membuat aku seperti ini."
"Maksudmu?"
"Nila pernah menculikku sewaktu sekolah, dia menyuntikkan sesuatu padaku hingga tubuhku merasa kejang dan setelah itu dia selalu memberikan aku obat yang membuat aku candu hingga sekarang, aku tidak tau tujuannya apa tapi saat ini tanpa obat yang dia berikan, aku akan mati bang, aku tidak bisa hidup tanpa obat itu." Jelas Fian pada Sean dengan begitu frustasi, tangan Sean sudah mengepal, dia sangat marah saat ini pada Nila, bukan hanya istrinya namun juga adiknya yang disakiti.
"Kenapa bisa kau menjadi pengedar? Kau bukan orang yang kekurangan uang Fian."
"Dia itu bandar narkoba, dia bekerja sama dengan para mafia di London dan Rusia, untuk penjualan di Indonesia, dia meminta ku dan juga teman-temanku untuk melakukannya. Semua transaksi atas namaku, aku takut jika dia membongkar semuanya, nama baikmu pasti akan rusak bang." Sean mengusap kasar wajahnya, dia tidak menyangka kalau adiknya akan di aniaya seperti ini.
"Apalagi kejahatan yang kau lakukan selain ini?"
"Karena sudah candu dan sering mabuk-mabukan, aku juga tak jarang memperkosa banyak gadis dan juga membegal orang, aku juga sering membunuh orang yang bermasalah denganku. Nila memiliki semua bukti kejahatanku itu. Aku ini penjahat bang, aku tidak pantas hidup." Ucap Fian begitu frustasi, Sean terdiam sesaat, dia memikirkan bagaimana melepaskan adiknya dari Nila, jika Nila buka suara dan melaporkan kejahatan adiknya sudah dipastikan kalau masa depan Fian akan rusak, Sean tidak peduli dengan reputasinya, yang dia pikirkan hanyalah masa depan Fian.
"Pergilah sekarang keluar negeri untuk sementara waktu, aku akan mencarikan dokter terbaik untuk mengobatimu agar bersih dari semua obat terlarang itu, pergilah besok, aku akan menyiapkan semuanya dan untuk Nila, aku yang akan mengurusnya, jangan pernah beritahu kalau kau sudah berkata jujur padaku." Fian memeluk Sean dan menangis, "jangan cengeng, kau terlahir sebagai seorang laki-laki dan sampai detik ini kau masih laki-laki, jangan sedikit-sedikit menangis anak bodoh." Ujar Sean yang sebenarnya tidak kuasa melihat adiknya menangis.
"Makasih bang."
Fian kembali ke kamar, hatinya sangat lega sudah mengakui semua itu pada Sean, dia tidak peduli dengan Endro, bagi Fian, Sean adalah segalanya karena yang dia miliki saat ini ya Sean dan Sonia yang begitu baik. Sean merasa khawatir pada Sonia, dia pergi ke kamar istrinya untuk tidur bersama.
Sean memasuki kamar dan melihat Sonia tidur dengan lelap, setelah mengunci pintu, Sean membaringkan tubuhnya di samping Sonia, Sonia terbangun akibat pergerakan itu, samar-samar melihat Sean ada satu kasur dengannya.
"Sean." Lirih Sonia.
"Maaf membuatmu bangun, aku hanya ingin tidur di sini." Sonia kembali memejamkan matanya karena memang saat ini dia sangat mengantuk.
Sean memeluk Sonia dan menangis tanpa suara, dia begitu takut jika Sonia celaka, dia pasti akan memburu siapa pun yang mencelakai istrinya itu.
"Maafkan aku, seharusnya aku menjadi pelindung untukmu namun yang terus berniat jahat padamu adalah keluargaku sendiri, maafkan aku Sonia. Aku janji tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu, aku akan melindungimu semampuku." Sean mengecup puncak kepala Sonia berulang kali, air matanya mengalir mengingat penderitaan Sonia yang timbul karena dirinya dan keluarganya sendiri.
Sean mengusap wajah cantik Sonia, dan mengecup lembut bibir indah itu, hal ini bagaikan rutinitas wajib jika dia tidur di kamar Sonia. Wanita itu sama sekali tidak terganggu karena memang dia sudah terlelap tidur.
"Terimakasih atas kesabaranmu padaku Sonia." Gumam Sean.
Sorry aku langsung emo... geram perangai perempuan mcm nie.