Sejak paham akan jati dirinya, Ringgo berontak dan menjadi 'liar' hingga 'Papa' terpaksa 'mengkarantina' dirinya hingga menjadi seorang perwira. Hatinya pernah patah karena kekasihnya mencintai Rudha, 'kakaknya sendiri'.
Kericuhan masih belum usai saat tanpa sengaja dua gadis hadir dalam hidup Letnan Ringgo dan Letnan Arre tanpa ada hati pada dua gadis malang tersebut. Kelakuan bengal mereka nyaris membuat dua wanita nyaris bunuh diri hingga mereka harus menanggung sesuatu atas keadaan.
Ujian Tuhan belum terhenti hingga petaka datang dan mengubah jalan hidup mereka melalui hadirnya Letnan Ribas.
Akankah hati mereka bersatu atau malah akan menjadi masalah pada akhirnya dan di saat yang sama, seorang wanita itu menggoyahkan perasaan para pria??
SKIP yang tidak tahan dengan KONFLIK. PENUH KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Sulit di uraikan.
Niken terus terbayang wajah Bang Ribas. Deru nafas dan hangatnya 'peluk' Letnan Ribas terus berputar dalam ingatannya. Entah kenapa bayang Letnan Ringgo seolah hilang dari muka bumi.
"Jantan sekali." Gumamnya tanpa sadar hingga Niken akhirnya benar-benar tersadar akan gumamannya. "Aaaahhh.. mikir apa aku ini??? Aku musuhan sama Om Ribas, kan??"
***
Esok harinya Bang Ribas dan Niken baru bertemu wajah.
Mereka berdua tampak kikuk saat saling bertemu.
"Om.. biasa sarapan?" Tanya Niken merasa sedikit takut sekaligus canggung.
"Nggak juga, saya mau lari pagi hari ini." Jawab Bang Ribas tanpa menatap wajah Niken. Ia takut pandangan matanya akan kembali menimbulkan 'petaka'.
"Atau mau cereal, biar perutnya tidak terlalu kosong?" Tanya Niken lagi.
"Kamu saja yang sarapan. Jangan sampai telat makan..!! Kamu baru tiba disini dan baru adaptasi lingkungan. Jangan sampai sakit..!!" Jawab Bang Ribas sembari mengingatkan Niken.
Niken mengangguk, ia juga tidak berani menatap wajah Bang Ribas.
"Anak kost bisa masak, kan?? Saya ada bahan di lemari es. Kemarin saya minta untuk diisi penuh bahan makanannya. Kamu bisa masak sesuka hatimu..!!" Bang Ribas pun segera pergi.
...
"Ting, benar kamu kesini bawa istri??" Tanya Danton dua, Letnan Haidar.
"Iyaaaa."
"Kapan lu nikah??? Pasti ada apa-apa nih??? Terus si Ida bagaimana????" Cerocos Bang Haidar karena dirinya cukup kaget dengan pemberitaan bahwa lettingnya sudah menikah.
"Sudah lamaaa. Namanya pasukan senyap masa gembar gembor??? Data saya masuk di Markas pusat, disini hanya tinggal entry data saja." Jawab Bang Ribas sambil mengerjakan tugas dinasnya melalu laptopnya.
"Yang benar saja lu, Baass..!!!!! Tiap malam lu 'gila perempuan', masa sekarang nikah aja????" Kata Bang Haidar.
"Gila perempuan apanya??? Jangan ngawur..!!!! Namanya cari informasi, sudah tugasnya begitu apa iya kudu mangkir?? Jangan bikin rumor, Luu.!!!" Omel Bang Ribas.
"Hahahaha.. takut sama bini lu yeeeee..!!!" Ledek Bang Haidar, sungguh kali ini dirinya melihat dengan jelas raut kecemasan Bang Ribas.
"Keluar, Lu..!!!!! Ganggu pikiran aja..!!" Usir Bang Ribas kesal dengan pertanyaan sahabatnya.
Tak lama berselang, ada panggilan telepon dari Niken. Bang Ribas segera mengangkatnya.
"Oomm.. tolong..!!!" Bisik Niken. "Aaaaaaaaaaa..."
"Ada apa, ndhuk???" Bang Ribas yang panik segera mengambil langkah seribu untuk pulang ke rumah.
...
Niken menangis sesenggukan di dalam pelukan Bang Ribas. Tubuhnya gemetar, tangannya pun begitu dingin.
"Kalau si Momon tidak kau ikat, lain kali akan ku jual..!!!" Ancam Bang Ribas.
"Kenapa sih?? Biasanya juga nggak apa-apa kalau Momon jalan-jalan." Kata Bang Haidar sembari menggendong monyet ekor panjang peliharaannya.
"Kali ini beda, istriku takut." Jawab Bang Ribas.
"Momon nggak jahat, cuma pengen kenalan." Ujar Bang Haidar.
"Nggak jahat, tapi pipi dan tangan istriku tergores nih." Protes Bang Ribas. "Sampai terulang lagi, ku beset juga kulitmu..!!" Ancam Bang Ribas dengan amarahnya.
"Kau dengar sendiri kan, Niken. Suamimu itu galaknya tujuh langit. Gunung Galunggung meletus saja kalah galak." Kata Bang Haidar.
Niken masih belum bisa meresponnya. Kakinya seakan tidak sanggup menyangga tubuhnya.
"Niken pusing, Om."
"Iya. Tidur di kamar saja, ya??" Secepatnya Bang Ribas mengangkat Niken dan membawanya ke dalam kamar.
Dengan lembut Bang Ribas merebahkan Niken. "Saya tutup pintunya ya??"
Niken mengangguk tapi saat Bang Ribas melangkah, ia meraih tangannya.
"Om.. kacamata Niken di bawa Momon ke ladang belakang." Kata Niken.
"Nanti saya ambil." Bang Ribas kembali melangkah tapi Niken lagi-lagi menariknya kembali. "Apalagi??"
"Jangan ketahuan orang. Niken malu."
"Iya."
:
"Ijin Danton, tidak ada kacamata ibu." Kata Prada Fandi, 'ajudan' Bang Ribas.
"Tadi kacamata warna apa ya? Saya lupa tanya." Bang Ribas kemudian kembali mencari kacamata milik sang istri.
Bang Ribas pun mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ladang. Tak lama pandang matanya tertuju pada satu tempat. Matanya memicing.
"Astaga, maksudnya kacamata yang itu?????" Gumam Bang Ribas. "Kalian berdua balik badan..!!" Perintah Bang Ribas kemudian menghampiri kebun jagung. "Si Momon b******k, aku belum sempat lihat, malah dia yang duluan." Gerutu Bang Ribas kemudian mengambil milik Niken dan memasukan ke dalam saku celana PDL dengan cepat.
...
Beberapa orang perwira terkikik melihat isi kantong Bang Ribas yang menjuntai. Benda berwarna pink semu merah jambu memenuhi kantong celana Bang Ribas.
"Tombo kangen, di gembol mlaku kiwo tengen?? Mulih wae, Baasss..!!" Ledek senior Bang Ribas.
"Si_ap..!!" Bang Ribas yang sama sekali tidak paham hanya bisa melihat seniornya dengan tatapan tanpa dosa.
Bang Haidar yang sejak tadi menahan tawa akhirnya tertawa lepas juga. "Pink pink merah jambu. Abang kangen, Neng." Imbuh Bang Haidar sembari menyenggol saku celana Bang Ribas.
Bang Ribas pun menunduk mencari apa yang salah pada dirinya hingga dirinya menyadari sesuatu.
"Astaghfirullah hal adzim..!!" Bang Ribas menepuk dahinya. Kini wajahnya memerah semerah kepiting rebus sambil menutup rapat saku celananya.
"Pantas langsung bawa istri ke sini. Ternyata Danton kita ini kejang, tidak tahan di serang rindu." Ejek senior yang lain.
"Siap..!!" Tidak ada jawaban lain selain kata 'siap' pada seniornya.
//
Sejak tadi Bang Ringgo memijat pelipisnya, kabar kepergian Niken sudah sampai pada telinganya. Jika saja pria lain yang membawa Niken, mungkin hatinya tidak akan sesakit ini.
Hingga jam kantor usai, dirinya masih berada di kantor. Perasaannya terasa berantakan. Teringat kejadian beberapa waktu yang lalu saat malam bersama Niken.
'Tuhan, tidak bisakah Engkau hapuskan bayangnya dari hatiku. Setiap mengingat Niken, perasaanku tidak tenang. Rasa sesal selalu menghantuiku. Apakah sungguh Ribas bisa menjaganya??'
.
.
.
.