para pemuda yang memasuki hutan yang salah, lantaran mereka tak akan bisa pulang dalam keadaan bernyawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novita Ledo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Kehilangan jati diri
Meskipun Arga merasa bahwa ia telah menghancurkan inti dari kegelapan di Hutan Giripati, jejak dari Sang Penghisap Jiwa tidak sepenuhnya lenyap. Ia mulai menyadari ada sesuatu yang masih mengintai—bukan lagi dalam bentuk fisik, tetapi sebagai energi yang tersisa di sudut-sudut tertentu dari hutan.
Penduduk desa mulai kembali menjelajahi hutan, merasa aman untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun. Namun, tidak semua tempat di hutan itu ramah. Beberapa penduduk yang berani masuk terlalu jauh melaporkan kejadian-kejadian aneh:
Seseorang mengaku melihat bayangan hitam berdiri diam di tengah kabut, menatap mereka dengan mata merah menyala.
Seorang pemburu mendengar suara bisikan aneh yang menuntunnya tersesat selama berjam-jam, meskipun ia tahu rute hutan dengan baik.
Seorang anak kecil yang bermain di tepi hutan melihat sebuah pohon besar yang muncul tiba-tiba, meskipun area itu sebelumnya kosong. Pohon itu memiliki ukiran yang mirip dengan pohon raksasa yang pernah dihancurkan Arga.
Cerita-cerita itu menyebar, dan perlahan penduduk desa kembali takut.
“Hutan itu hanya tenang sementara,” kata seorang tetua. “Apa yang telah dikalahkan hanya bersembunyi, menunggu waktunya untuk kembali.”
Arga merasa tubuhnya tidak lagi seperti sebelumnya. Setiap malam, ia merasakan dingin yang menusuk hingga ke tulang, seolah-olah bagian dari dirinya masih terikat dengan pohon raksasa itu.
Namun, yang paling mengganggunya adalah mimpi-mimpi gelap yang datang setiap malam. Dalam mimpi itu, ia berdiri di tengah hutan, dikelilingi oleh bayangan-bayangan yang terus berbisik:
“Kau adalah kami… kau tidak bisa lepas.”
Suatu malam, ia terbangun dengan tubuh penuh goresan, meskipun ia tidak pergi ke mana-mana. Cermin di kamarnya retak tanpa sebab, dan di sudutnya, bayangannya tampak bergerak sendiri lagi.
Arga mulai bertanya-tanya: Apakah ia benar-benar bebas dari Sang Penghisap Jiwa, ataukah ia hanya menjadi perpanjangan dari kegelapan itu?
---
Di tengah kebingungannya, Arga memutuskan untuk kembali menemui seorang tetua desa bernama Pak Sastro, yang dikenal memiliki pengetahuan tentang sejarah kuno Hutan Giripati.
Pak Sastro, meski sudah sangat tua, masih ingat cerita-cerita yang diwariskan oleh leluhurnya.
“Kegelapan itu tidak pernah bisa dihancurkan sepenuhnya,” kata Pak Sastro sambil menatap ke dalam mata Arga. “Sang Penghisap Jiwa bukanlah makhluk yang hidup di dunia kita. Ia adalah bagian dari bayangan dunia ini, sesuatu yang selalu ada, meskipun terkurung.”
Arga mengangguk, mencoba memahami.
“Jadi, pohon itu hanyalah penjara sementara?”
“Benar,” jawab Pak Sastro. “Dan sekarang, sebagian dari kegelapan itu ada di dalam dirimu. Kau tidak bisa membunuhnya, Arga. Tapi kau bisa mengendalikannya.”
“Mengendalikannya?”
Pak Sastro menjelaskan bahwa satu-satunya cara untuk memastikan kegelapan itu tidak bangkit kembali adalah dengan menjaga keseimbangan di hutan. Arga harus menjadi semacam penjaga baru, seseorang yang tidak hanya melawan kegelapan, tetapi juga menerima keberadaannya.
“Bayanganmu mungkin bukan lagi milikmu,” kata Pak Sastro. “Tapi itu adalah kekuatan yang bisa kau gunakan. Kau sekarang adalah bagian dari hutan ini, sama seperti kegelapan itu.”
Malam itu, Arga memutuskan untuk menerima takdirnya. Ia kembali ke Hutan Giripati, kali ini tanpa parang atau peralatan apa pun. Ia hanya membawa dirinya sendiri, tubuh yang kini telah menjadi bagian dari energi hutan.
Hutan menyambutnya dengan sunyi. Pepohonan yang menjulang tinggi tampak lebih hidup, tetapi juga lebih asing. Arga merasakan setiap hembusan angin, setiap getaran di tanah.
Ketika ia mencapai tempat di mana pohon raksasa itu dulu berdiri, ia melihat sesuatu yang tidak ia duga:
sebuah bayangan berdiri di tengah lapangan kosong, menyerupai dirinya sendiri.
Bayangan itu tersenyum, mata merahnya bersinar redup.
“Kau akhirnya kembali,” kata bayangan itu. “Kita sekarang adalah satu.”
---
Arga berjalan mendekati bayangan itu, tanpa rasa takut. Ia tahu bahwa melarikan diri tidak akan mengubah apa pun.
“Jika aku adalah bagian darimu, maka aku akan memastikan kau tidak pernah melukai siapa pun lagi,” kata Arga dengan tegas.
Bayangan itu tertawa kecil. “Kau berbicara seperti seorang pahlawan. Tapi kau tahu, ini bukan akhir. Aku adalah bagian dari dunia ini, sama seperti kamu. Jika kau ingin menghentikanku, kau harus menerima aku.”
Arga tidak menjawab. Ia mengulurkan tangannya ke arah bayangan itu. Dan saat tangan mereka bersentuhan, sebuah energi kuat mengalir melalui tubuhnya.
Bayangan itu menyatu dengan Arga, membuatnya jatuh berlutut. Dalam beberapa detik, ia merasakan kekuatan besar mengalir dalam dirinya—sebuah campuran antara terang dan gelap, hidup dan mati.
Sejak hari itu, Arga menjadi penjaga sejati Hutan Giripati. Ia mampu merasakan setiap perubahan di dalam hutan, setiap ancaman yang mencoba memasuki wilayah itu.
Namun, ia juga tahu bahwa ia sekarang adalah perpanjangan dari kegelapan itu. Setiap malam, ia harus melawan bisikan-bisikan yang mencoba mempengaruhinya.
“Kau bisa menjadi apa pun yang kau inginkan,” bisik suara itu di dalam kepalanya. “Seorang pelindung, atau seorang penghancur.”
Arga memilih jalannya sendiri. Ia tahu bahwa meskipun kegelapan tidak pernah benar-benar hilang, ia bisa menjadi penghalang antara dunia manusia dan bayangan yang mengintai.
Hutan Giripati kini tenang. Tetapi di dalam kedalaman hutan, sebuah cerita baru telah dimulai.
Dan Arga adalah inti dari semuanya.