Sakit rasanya ketika aku menyadari bahwa aku hanyalah pelarianmu. Cinta, perhatian, kasih sayang yang aku beri setulus mungkin ternyata tak ada artinya bagimu. Kucoba tetap bertahan mengingat perlakuan baikmu selama ini. Tapi untuk apa semua itu jika tak ada cinta untukku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zheya87, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18
Aku bangun lebih pagi dari Roy, kulihat dia masih terlelap disampingku.
Saat aku beranjak kurasakan tangan kekarnya menahan perutku.
" udah pagi Roy, ayo bangun"
" bentar lagi sayang, lima menit ya "
Aku yang masih belum terbiasa dengan panggilan sayang tersenyum malu-malu.
Roy memelukku sambil mencium leher dari belakang. Tangannya aktif meraba bagian dada hingga meremasnya pelan. Aku melenguh menahan nafas. Aku kembali terbuai dengan sentuhan lembut Roy. Pagi ini kami mengulangi aktivitas yang entah keberapa kalinya Roy melakukan pelepasan.
Agak lama baru kami turun bersama ke ruang makan, tampak mama sudah menunggu di meja makan.
Kami berjalan sambil Roy merangkul pundakku. Mama tersenyum melihat pemandangan ini.
" pagi ma " sapaku ketika kami tiba di depan mama
" pagi juga sayang, mama senang melihat kalian bersama lagi. " ucap mama tanpa basa basi.
" hmmm.... Mah jangan berpikir macam-macam lah. Dari kemarin kita juga sama-sama kok" ucap Roy
" oh ya Dar, udah dikasih tau kabar baiknya sama Roy?
" udah ma " jawabku tersenyum
" yah padahal mama pengen hukum dia dulu "
" jangan gitu donk mah, jangan pengaruhi istri aku untuk memusuhiku " Roy cemberut sambil menatapku dan menggenggam tanganku. Aku melepas tangan Roy sambil senyum malu di hadapan mama.
" ya udah ayo kita makan "
Aku selayaknya istri menyediakan makanan untuk Roy, nasi dan lauk aku siapkan ke piringnya. Setelah itu baru aku menyendok untuk diriku sendiri.
" oh ya Dar, Ijazah kamu sudah siap? "
" udah ma" jawabku
Roy memandangiku dan mama secara bergantian.
" belum ngomong ke suami? " tanya mama
Aku menggeleng.
" tuh liat, suaminya begitu wajahnya"
" nanti mah, setelah ini. Lagi pula Dara mau minta Roy temenin Dara buat pergi daftar kok mah. " jawabku sambil terus melanjutkan makanku.
" oh ya udah. Kamu atur aja mana baiknya "
" iya mah "
Setelah makan aku mengantar Roy hingga ke teras depan.
" ada yang mau diceritain? " tanya Roy
" tentang?"
" yang kamu bahas sama mama tadi di meja makan "
" oh itu, nanti deh. Setelah kamu balik dari kantor. Hari ini kamu ga pulang lat kan? "
" belum, masih awal bulan belum banyak kerjaan"
" kalo gitu, aku tunggu kamu pulang. Kita ngomong malam ya"
"hmm oke. kamu istrahat ya, aku berangkat dulu" Aku mencium tangan Roy.
Seharian di rumah tidak melakukan apapun aku bosan juga. Mama tak memperbolehkan aku ke dapur walau sekedar untuk bantu-bantu bibi memasak.
Aku uring-uringan dalam kamar saja, jarum jam kurasa sangat lambat berputar. Hingga pukul 17.00 aku siap-siap mandi dan berdandan sedikit untuk menyambut kepulangan suamiku.
Aku duduk di ruang tamu menunggu Roy sambil membuka-buka sosial media di Handphoneku. meski aku sudah memilih untuk mempercayai Roy, namun jiwa kepoku tetap ingin memeriksa sosial media milik Rina.
Storynya 4 jam yang lalu, gambar makanan yang masih dalam kemasan. Caption tertulis
"favorit gue nih. Mksih Mr. R "
Aku sedikit goyah dengan caption Mr. R. Mungkinkah itu Roy? Ah aku tak ingin berspekulasi dan hanya akan membuat hatiku sakit.
Story selanjutnya menampilkan ruang tunggu rumah sakit. Baru 20 menit yang lalu.
" check up ditemani Mr. R"
Aku semakin gelisah. Hingga menjelang magrib Roy tak kunjung pulang. Semakin menambah kecurigaanku ketika ku hubungi nomor telponnya aktif namun tak diangkat. Apakah Mr R yang dimaksud Rina adalah kamu Roy? Tolong jangan patahkan harapanku padamu.
Aku beranjak naik ke kamar untuk melaksanakan Sholat. Kutumpahkan segala gelisah dan raguku dalam setiap sujud.
Tak ingin menangis lagi. Kali ini aku harus tegas dengan diriku sendiri. Aku harus memastikan apakah benar Mr. R yang dimaksud Rina adalah suamiku.
cekrekk.....
Pintu kamar terbuka .
Roy masuk kamar. Ingin bertanya, namun lidahku kelu. Apakah aku yang harus memulai?
" Rina, maaf aku terlambat pulang "
Aku menoleh.
"Rina? "
" Eh ,maksudku Dara maaf...."
Nyeri terasa di ulu hatiku. Bahkan untuk menyebut namaku dia salah.
" Aku ga sengaja Dara,"
" ga papa.... aku udah terbiasa. "
" Dara,.....Maaf juga aku telat pulang. Kata mama tadi kamu nunggu aku di bawah? Maaf ya, aku tadi pulang kantor ngantar Rina ke Rumah Sakit. Hari ini dia check up. Ga ada yang nemenin dia, dia minta tolong ke aku "
Jadi benar Mr. R yang dimaksud Rina dalam storynya adalah Roy. Tuhan sangat baik kepadaku, tanpa bertanya Roy sudah menjelaskannya.
Jadi janjinya Roy yang semalam hanya bualan saja?
Sekarang bahkan dengan entengnya dia mengaku pergi mengantar Rina ke Rumah sakit.
Aku tak tau harus menjawab apa. Diam. Tak terasa air mataku menetes. Sial, mataku tak bisa diajak berkompromi. Aku berpaling membelakangi Roy.
" pergilah mandi. Jangan dekat-dekat. " ucapku saat Roy meraih tanganku.
" Dara, aku janji..."
" Jangan berjanji lagi Roy, hanya akan menjadi bebanmu. Pergilah mandi. Basuhlah tubuhmu. Kamu tau kan, aku tak suka aroma Rumah Sakit."
" baiklah, aku mandi dulu."
Sepeninggalan Roy, aku menangis lagi. Air mata sudah tak bisa kubendung. Aku menangis sesenggukkan.
Tak bisakah kamu berbohong saja Roy? Walau hanya untuk menghargaiku. Apakah jika kutanya kamu masih mencintai Rina maka kamu akan menjawab iya?
Aku mencoba menghentikan tangisku. Kutatap wajahku depan cermin. Berantakan. Mataku memerah lagi. Aku tak ingin mama khawatir. Meski tak lapar kuputuskan untuk meminta bibi mengantarkan makanan ke kamarku.
Selesai mandi dan berpakaian Roy mengajakku turun ke bawah.
" kamu aja yang turun Roy , bibi sudah mengantarkan makanan untukku "
" ayolah Dara kita makan bareng mama dulu"
" kamu ingin mama melihatku yang berantakan begini Roy? Bukankah kamu sendiri yang bilang aku tak bisa berbohong padamu. Yah aku sekarang sedang menangis. Dan tak tau kenapa aku tak bisa menghentikan air mataku"
" kamu kenapa lagi sih? Cuma perkara aku nemenin Rina kamu marah lagi? Jangan terlalu cengeng Dara. Apa-apa nangis. "
" kamu pikir ini keinginanku? Aku cemburu Roy. Itu alami yang aku rasakan karna aku sedang mengandung anak kamu. Bukankah sudah kukatakan akhir-akhir ini aku agak sensitif. Tolong jaga perasaanku. Hargai aku. Jika masih ingin bertemu Rina usahakan aku tak tau. "
" jangan bawa-bawa kehamilanmu dengan perasaan konyolmu itu Dara. Semua tak ada hubungannya. Ingat aku suamimu. Apapun yang terjadi diluar sana aku tetap kembali padamu. Kamu adalah pemenang ragaku Dara. Jadi jangan pernah berpikir aku tak menghargaimu. Aku masih suamimu yang ingat pulang rumah."
" iya, aku pemenang ragamu, tapi bukan hatimu. Percuma."
"jangan egois Dara, kamu lupa? dulu kemanapun aku dan Rina pergi kamu selalu ada. Kamu selalu aku prioritaskan dibanding Rina. Meski Rina selalu cemburu, aku tetap memilih kamu menemanimu kemanapun. " suara Roy semakin meninggi.
" oh jadi kamu membalikkan kondisi yang dulu dengan sekarang? Kamu ingin aku merasakan apa yang Rina rasakan dulu? Begitu? " akupun tak ingin kalah meninggikan suaraku.
" bukan begitu Dara, kondisinya Rina berbeda. Dia sedang butuh aku."
" tapi kamu sendiri yang berjanji padaku semalam Roy, kita akan memulai dari awal. Kamu akan fokus dengan hubungan kita. Tetapi sekarang apa? Kamu bahkan sempat-sempatnya mengirim makan siang untuk Rina yang bahkan untuk membalas pesanku saja di jam yang sama kamu tak sempat Roy. Aku tak meminta kamu menanyakan kabarku, membalas pesanku saja sudah cukup "
" Dara, itu kebetulan kami makan di resto dekat rumahnya Rina. Ya sekalian aku pesankan untuk dia. "
"Apa sekalian kamu yang antar? sekalian kamu suapi juga?"
Roy meradang ,mukanya memerah.