Misca Veronica merupakan seorang pembantu yang harus terjebak di dalam perseteruan anak dan ayah. Hidup yang awalnya tenang, berubah menjadi panas.
"Berapa kali kali Daddy bilang, jangan pernah jodohkan Daddy!" [Devanno Aldebaran]
"Pura-pura nolak, pas ketemu rasanya mau loucing dedek baru. Dasar duda meresahkan!" [Sancia Aldebaran]
Beginilah kucing yang sudah lama tidak bi-rahi, sekalinya menemukan lawan yang tepat pasti tidak mungkin menolak.
Akan tetapi, Misca yang berasal dari kalangan bawah harus menghadapi hujatan yang cukup membuatnya ragu untuk menjadi Nyonya Devano.
Lantas, bagaimana keseruan mereka selanjutnya? Bisakah Cia mempersatukan Misca dan Devano? Saksikan kisahnya hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mphoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejahilan Devano & Kedua Bocil Meresahkan
Nina dan Cia yang duduk di kursi belakang dalam mobil saling lihat-lihatan satu sama lain dengan wajah berseri-seri menunjukkan senyum pepsodent. Tatapan kedua bocil tersebut penuh arti. Batin mereka seolah-olah saling berbicara mendengar cinta Devano terbalaskan.
"Akhirnya, Cia. Akhirnya kamu punya Mommy!"
"Ya, Nina. Aku senang banget sebentar lagi Daddy dan Mommy Misca akan bersatu!"
Sementara Devano tersenyum lebar. Hatinya berbunga-bunga mendengar kalimat yang dinanti-nantikan. Namun, sayangnya sifat jahil Cia menurun padanya.
Bukannya kembali keluar dari mobil, Devano malah meneruskan masuk ke dalam mobil. Menutup pintu dan menyalakan mesin, sehingga Misca yang berada tak jauh langsung berlari menghadang di depan mobil sambil merentangkan kedua tangan.
"Berhenti, Tuan!" teriak Misca.
"Minggirlah atau aku tabrak!" jawab Devano cuek, padahal hatinya sangat ingin berlari memeluk gadis tersebut.
"Nggak! Aku tidak akan minggir dari sini. Kalian semua nggak boleh pergi!" pekik Misca membuat Cia dan Nina yang ada di dalam mobil berusaha menahan tawa melihat wajah panik dari gadis pujaan Devano.
"Kenapa? Bukankah kau yang ingin pergi? Terus kenapa melarangku? Cepat minggirlah, aku tidak---"
Misca yang tidak ingin kehilangan mereka semua langsung berlari masuk ke dalam mobil membawa tasnya, lalu duduk tepat di samping Devano sambil menatapnya.
"Kalau kalian pergi aku ikut!" tutur Misca melirik ke arah mereka bertiga secara bergantian.
"Ngapain kamu masuk mobil? Pergi sana! Aku tidak ingin memaksamu untuk mencintaiku hanya karena sebatas rasa kasihan!" ucap Devano tanpa mengalihkan tatapan matanya kepada Misca.
"Ya, benar apa yang Daddy katakan. Cia setuju sama Daddy. Bukannya tadi Mommy yang ingin pergi, terus sekarang Mommy malah halangi kami?" timpal Cia dengan segala akting untuk mendukung Devano.
"Betu itu, Cia. Bi Misca yang memutuskan untuk pergi. Kita sampai nangis-nangis, Om Varo sampai sujud-sujud, Bi Misca tetap mau pergi. Terus ngapain Bi Misca di sini? Memang Bi Misca cinta sama Om Varo? Nggak, 'kan? Ya, sudah pergilah. Nina bisa carikan Om Varo pembantu lagi yang lebih dari Bi Misca biar bisa jadi mommynya Cia!"
Celoteh Nina terkesan menyindir Misca. Kalimatnya memang tidak kasar, hanya saja seperti mencubit hati kecil sang gadis yang selama ini tidak pernah mendapatkan penolakan dari kedua bocil.
"Jangan lakukan itu, Non Nina! Bukankah tadi Bi Misca sudah bilang, kalau Bi Misca juga cinta sama Tuan Devano. Apa kalian tidak dengar?"
"Tidak!"
Jawaban serentak dari Devano, Nina, dan Cia benar-benar sangat kompak. Mereka berusaha menjahili Misca seolah-olah tidak tahu apa-apa.
"Bi-bi Misca sudah teriak loh, Non. Tadi pin Bi Misca sudah bilang, apa masih kurang?"
"Kurang!" Lagi dan lagi jawaban mereka selalu kompak.
Misca yang pasrah hanya bisa menghela napas panjang, kemudian mengulang kembali pernyataan cinta itu kepada Devano sambil menatapnya.
"Tu-tuan, a-aku ... a-aku ... aku me-me ... mencintaimu!"
Entah mengapa rasanya gugup sekali menyatakan cinta tepat di hadapan Devano, tidak seperti tadi yang sangat lantang tanpa rasa malu.
Kini wajah Misca terlihat sangat merah merona. Untuk pertama kalinya dia menyatakan cinta pada seorang pria yang selama ini tidak pernah menjalani hubungan dengan siapa pun.
"Apa? Bicara yang benar, aku tidak mendengarnya!" titah Devano sambil memeragakan tangannya yang berada di belakang telinga.
"A-aku mencintaimu, Tuan!"
"Apa? Suaramu kecil, aku tidak dengar. Coba sekali lagi!"
Misca yang mulai jengah dan jengkel atas sikap Devano, cuma bisa bolak-balik menghirup udara dan mengeluarkannya secara kasar.
"Aku mencintaimu Tuan Devano Aldebaran!"
Suara Misca sedikit melengking sambil menatap Devano yang masih senang mengerjainya. Mungkin ini sebagai balasan karena sang gadis hampir membuat hidupnya kembali hancur.
"Kurang! Coba lagi!"
"Aaaa ... Tuan ini sebenarnya budek apa sengaja, sih! Dari tadi tidak dengar, kurang, suara kecil, suara itu, anu, ono, a---"
"Mau ulang lagi atau turun dari mobil ini. Aku pastikan kita tidak akan bertemu kembali!"
"Haaah! Baiklah, baik! Aku mencintaimu Tuan Devano Aldebaran. Benar-benar mencintaimu! Sangat mencintaimu!"
Susah payah Misca berteriak di dalam mobil, Devano masih saja tidak sudah-sudah mengerjainya. Nina sama Cia saja hampir tidak kuat menahan tawa melihat ekspresi lucu wajah gadis yang sedang dikerjai tersebut.
"Kekencengan, coba lembutin dikit!" titah Devano dengan nada santai.
"Hahh ... Sabar, Misca. Sabar! Duda rese ini memang rada anu. Maklumin aja, usianya udah tua, gayanya kaya anak muda, tapi labilnya bikin tantrum satu Indonesia!" batin Misca.
"Ayolah, ulang sekali lagi demgan nada lembut dan penuh keromantisan!" ujar Devano yang semakin menjadi-jadi mengerjai Misca.
"Huhhh ... Tuan Devano tersayang yang orangnya paling tampan, manis, menggemaskan sebenarnya Misca muak sekali, sayangnya Misca malah jatuh cinta sama Tuan. Misca tidak bohong, semua ini Misca katakan secara sadar dan tidak didasari rasa kasihan karena Tuan Devano merupakan cinta kedua Misca setelah mendiang ayah. Misca sayang Tuan Devano. Misca cinta sama Tuan. Dan, Misca mau belajar menjadi istri yang baik, sekaligus ibu sambung untuk Non Cia! Udah?"
"Belum!" jawab singkat Devano tanpa rasa bersalah.
Misca yang sudah tidak kuat menahan emosi langsung histeris di dalam mobil sambil memukul Devano tanpa henti, "Aaaa ... dasa duda menyebalkan! Mimpi apa aku bisa cinta sama duda model lontong sayu begini. Huaaaa!"
"A-awshh, sakit, sakit, sakit, Misca! Hentikan ini, hahah ...."
"Bodo amat! Aku tidak akan menghentikan semua ini sebelum Tuan---"
"Cup!"
Satu kecupan di bibir berhasil Devano berikan secara terang-terangan membuat Nina refleks menutup wajahnya sambil berkata, "Aaaa ... mata suciku, Om Varo rese!"
Sementara Misca terdiam menjadi patung dalam kondisi mata terbuka lebar, pipi merah merona, disertai detak jantung yang terus memompa cepat.
Misca seperti terkena serangan jantung mendadak akibat ulah duda satu ini. Berani-berainya dia mencium bibirnya di depan anak-anak, bagaimana nanti jika menikah tidak terbayang sebucin apa Devano padanya.
Etts, jangan lewatkan Cia. Gadis lucu itu bukannya menutup wajah seperti Nina, malah ketagihan melihat adegan romantis di antara mereka.
"Kiyowo! Ini sangat manis, kalau begini bisa-bisa Cia terkena diabetes saking senangnya melihat Daddy sama Mommy selalu memberikan serangan cinta secara mendadak. Semoga calon suami Cia nanti bisa seromantis Daddy. Aamin ...."
"Cia!"
"Bhahaha ... piss, damai! Cia cuma bercanda, kok. Cius!"
Wajah panik Cia terpampang jelas, sedangkan yang lain terlihat kesal anak seusinya sudah berpikir sejauh itu benar-benar harus diberikan pelajaran.
"Turun kamu!" titah Devano.
"Tap---"
"Turun!" pekik Devano membuat Cia berdecak, lalu turun dari mobil.
Baru juga menutup pintu, tiba-tiba mobil berjalan membuat gadis kecil itu harus berolah raga berlari mengejar laju mobil.
"Aaa ... Daddy, tunggu! Kenapa Cia di tinggal, sih! Daddy!"
"Bhahaha ... syukurin, makannya masih kecil nggak usah neko-neko. Jadi dewasa itu tidak enak, Cia! Udah ditolak sama cinta, ditinggal pergi, terus---"
"Turun, Nina!"
"Hahh? A-aku juga, Om Varo? Aku kan---"
"Turun!"
"Ckkk, iya-iya, sabar!"
Nina pun turun dari mobil dalam keadaan wajah cemberut membuat Cia tertawa geli, "Bhahah ... ini baru yang teman sejati. Susah senang kita selalu bersama!"
"Aaa ... bersama apaan, ini semua gara-gara kamu, Cia! Aku jadi kena juga, 'kan!"
"Salahmu sendiri punya mulut kok, lemes banget kaya knalpot racing. Udah berisik, bikin panas kuping pula bhhaha ...."
"Cia!"
Kedua gadis kecil itu berlari saling mengejar satu sama lain, tanpa peduli laju mobil Devano yang sudah lumayan jauh. Namun, bukan berarti pria itu benar-benar meninggalkan mereka.
Devano sendiri kesal. Dikasih hukuman bukannya jera, ini malah tambah jadi. Generasi gen Z memang tidak mudah ditebak.
Berbeda sama Misca yang terkekeh menyaksikan kelucuan mereka, sampai akhirnya tersirat kesedihan di dalam hati kecilnya, "Sekarang mereka bisa seasyik ini, tetapi bagaimana keadaannya nanti bila Non Nina berangkat? Pasti mereka sangat sedih. Aku berharap semoga Tuhan kembali mempertemukan mereka dalam keadaan bahagia, bukan kesedihan!"
...*...
...*...
...*...
...Bersambung...
" aku membencimu"