Dominict Seorang jendral kerajaan yang diam-diam jatuh cinta pada tuan putri namun gengsi untuk menyatakan perasaanya hal hasil Dominict jadi sering menggoda Tuan Putri. Dominict akan melakukan apapun untuk Tuan Putri_nya, pencemburu akut. Tegas dan kejam Dominict hanya lembut pada gadis yang ia cintai. Akan murka ketika sang Putri gadis pujaannya melakukan hal yang berbahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni Luh putu Sri rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Dengan keberanian yang tak kenal takut, Dominict memimpin pasukannya untuk menghadapi serbuan brutal para tentara bayaran yang menyerang mereka.
"Ini aneh... Kenapa tidak ada pasukan lain yang mengikuti mereka? Apa jangan-jangan... Ini jebakan?" Batin, Dominict.
"Laporkan kondisi saat ini ke istana! Dan... Sampaikan surat ini pada Putri Ana."
Dominict, menyerahkan sepucuk surat pada prajurit yang ia beri tugas untuk kembali ke istana dan menyampaikan berita buruk ini beserta sepucuk surat yang sempat Dominict tulis sebelumnya, tangannya tampak gemetar saat menyerahkan surat pada prajuritnya.
"Baik... Jendral..."
Sekilas prajurit itu melihat ke arah Dominict, dan melihat jelas wajah Jendral-nya yang sedang berusaha keras agar tetap sadar di atas kudanya. Samar ia melihat tetesan darah menetes dari sudut bibirnya.
Tanpa menunggu prajurit itu bergegas memacu kudanya kembali ke istana.
"Ana... Kali ini... Aku tidak yakin... Aku akan kembali... Maafkan aku... Sudah membuatmu khawatir..." Batin, Dominict lirih sambil menahan rasa sakit di tubuhnya.
Sementara itu dari pihak musuh bersiap memulai penyerangan.
"Aku tidak menyangka wanita itu benar-benar melakukannya. Cinta buta memang bisa membutakan hati seseorang."
Ucap seorang pria yang duduk di atas kuda perangnya sambil tersenyum senang.
"Pisahkan dia dari pasukannya."
Dan pertempuran pun tak terelakkan.
Dalam situasi yang sulit, Dominict tetap memimpin pasukannya dengan penuh keberanian, meskipun kondisi fisik dan pasukannya tidak mendukung. Namun, Dominict tetap optimis bahwa mereka akan keluar sebagai pemenang dari pertarungan ini.
Dominict, memimpin pasukannya untuk menyerang dan dengan mudah menjatuhkan satu persatu musuh yang menghadang.
"Komandan Lazarus... Bagaimana? Sepertinya efek racunnya..."
Tanya seorang pria yang sempat Elara temui di tengah hutan dan memberikan sebuah bungkusan misterius padanya.
"Ho... Masih bisa bergerak rupanya. Aku akui dia memang memiliki semangat juang yang tinggi, tunggu... Sampai tubuhnya mencapai batas... semuanya akan berakhir. Tunggu dan lihat! Aku yakin dia tidak akan bisa bertahan lama." Kata, pria bernama Lazarus itu.
Dengan cepat Lazarus memberikan kode pada pasukannya, mereka segera melancarkan strategi untuk memisahkan Dominict dari pasukannya. Mereka mengelilingi Dominict dan membuat barikade untuk mencegah pasukan Istana mendekat. Akhirnya, dan akhirnya Dominict berhasil dijatuhkan dari kudanya dengan panah.
Dominict sadar kalau ini bukan penyerangan untuk menembus pertahanan kerajaan. Ia sadar yang menjadi sasaran para tentara bayaran ini adalah dirinya.
"Jendral!!!" Teriak, Frederick.
Melihat Dominict berhasil di lumpuhkan oleh musuh. namun ia juga tak bisa berbuat apa-apa, karena pihak musuh lebih unggul meski hanya beranggotakan beberapa ratus orang namun pengalaman berperang yang mereka miliki jauh berbeda dengan pasukan istana yang masih pemula.
"UHUK!"
Dominict, jatuh dengan keras dari atas kudanya.
Hingga membuat kondisinya memburuk, Dominict terbatuk dan mengeluarkan darah kental dari mulutnya. Meski begitu Dominict masih berusaha bangkit dan melawan, dengan menahan sakit di sekujur tubuh ia berusaha bertahan.
"Lihat dirimu! Begitu tak berdaya."
Lazarus turun dari kudanya dan mengambil pedangnya lalu berjalan dengan langkah mantap mendekati Dominict.
"Ingat penghinaan yang kau lakukan padaku lima tahun yang lalu? Kau membuat hidupku menderita... Dan sekarang saatnya bagiku untuk membalas penghinaan itu dengan nyawamu."
Dengan dingin, Lazarus mengangkat pedangnya di hadapan Dominict yang tak berdaya, dan bersiap untuk mengakhiri nyawa Dominict.
merasakan nyawanya berada di ujung tanduk, Dominict dengan susah payah bangkit dan menahan dan menangkis hujaman pedang Lazarus.
"Meski.... Kau pernah menjadi orang yang aku kagumi tapi tidak ada celah bagi penghianat dalam hidupku, Lazarus..." Kata, Dominict dingin menatap tajam Lazarus.
"Mata yang bagus. Tapi sayang lebih baik mata itu tidak ada saja." Lazarus menatap dingin pada Dominict.
Dengan dingin Lazarus melayangkan pukulan telak ke tubuh Dominict, yang membuat Dominict tersungkur.
"Uhg!"
"Aku tidak keberatan melakukan apapun demi mencapai tujuan ku." Ucap, Lazarus dingin.
"Jika... Ini karena Ana... Seharusnya kau tidak memiliki pikiran untuk menyakitinya... Jika kau memang mencintainya..." Dominict menatap tajam Lazarus.
Saat itu, Lazarus mengingat kembali masa dimana ia masih berada di istana. saat dimana Lazarus dan Dominict masih menjadi prajurit dalam masa pelatihan.
Dimana Lazarus dan Dominict bertemu untuk pertama kalinya dengan Putri Ana yang baru pertama kali mengawasi pelatihan militer bersama Sang Raja.
"Hei... Apa itu yang namanya Putri Anastasya?" Bisik, Lazarus pada Dominict yang berdiri di sampingnya dari tengah barisan.
"Ya... Aku rasa begitu."
"Dia manis juga." Ucap, Lazarus tersenyum lembut.
"Jangan bilang kau menyukainya?"
"hihihi. Jangan bilang-bilang dong." Lazarus tampak malu-malu sambil menggaruk belakang kepalanya dan tampak wajahnya merah padam.
"Eh?! Kau sungguh menyukainya? Kita ini hanya prajurit istana biasa. Kau jangan berangan-angan setinggi itu."
"Aku tahu itu... Karena itu... Aku ingin jadi seorang jendral istana, kau harus membantuku, Dominict!"
"Hah?! Aku?!"
"kau harus menjadi teman latihanku!"
"Sudah ku duga, aku akan jadi korban." Dominict tampak mengeluh dengan keputusan Lazarus yang ingin menjadi seorang jendral istana.
"Tapi... Kenapa harus jadi Jendral?"
"Ya... Itu karena... Bisa bertemu setiap hari dengan Putri Anastasya, bisa bertemu setiap hari saja sudah menjadi sebuah keberuntungan untukku." Ucap, Lazarus tampak senang.
Saat itu, Dominict terdiam dan menyadari tekad sahabat seperjuangannya ini.
Semenjak hari itu Lazarus berlatih keras bersama dengan Dominict.
Lazarus, mulai menaruh hati pada Putri Ana, meski saat itu usia Putri Ana masih belia, Lazarus sudah merasa jatuh cinta pada sang Putri pada pandangan pertama.
Beberapa hari berikutnya saat latihan sendirian, tak sengaja Lazarus melihat sesuatu yang berkilauan di dekat semak, Lazarus mendekat dan memungut benda yang ia lihat berkilau di dekat semak.
"Ini..."
Lazarus, terkejut begitu ia tahu yang ia temukan sebuah anting berlian yang cantik, sesekali ia celingukan melihat ke sekeliling mencari pemiliknya, namun di lapangan itu hanya ada dirinya.
Tak jauh dari sana ia melihat Putri Ana, tampak sedang mencari sesuatu di rerumputan.
Lazarus, terpana melihat gadis yang selama ini ia sukai ada di hadapannya, jantungnya berdebar kencang, sampai-sampai ia harus merasakannya.
"Ya... Yang Mulia." Dengan bibir bergetar dan jantung yang berdebar kencang, Lazarus memanggil Putri Ana untuk pertama kalinya.
"A... Apa yang sedang anda cari, Yang Mulia?"
"Eh?! Aku... Aku sedang mencari antingku. Aku menghilangkannya." Jawab, Putri Ana.
"Anting? A... Apa yang ini?" Lazarus menunjukan anting berlian yang baru saja ia temukan.
"I..iya." Tampak senyum lembut di bibir Sang Putri membuat jantung Lazarus berdebar semakin kencang.
Lazarus, berjalan mendekati Putri Ana dan mengembalikan anting itu.
"Terimakasih."
Lazarus, membungkuk memberi hormat lalu pergi setelah mengembalikan anting itu. Ia tak bisa mengatakan sepatah katapun saking gugupnya.
"Tunggu!" Ujar, Putri Ana sebelum Lazarus pergi jauh.
"Maaf, bisa kau pasangkan untukku?"
Sesaat, Lazarus terdiam.
"Te... Tentu, Yang Mulia." Lazarus, mendekati Putri Ana, tampak ia sangat gugup saat Putri Ana memintanya untuk memasangkan anting di telinga Sang Putri.
Dengan tangan gemetar Lazarus, mengambil anting dari tangan Putri Ana, Putri Ana menyeka rambut di telinga kirinya dengan lembut. kemudian Lazarus membungkuk sedikit lalu dengan hati-hati ia memasang anting itu di telinga Sang Putri, meski tangannya gemetar dan sesekali kesulitan memasangnya
Lazarus semakin merasakan jantungnya berdetak kencang saat ia sangat dekat dengan Sang Putri, gadis yang selama ia ini diam-diam ia cintai.
Semenjak hari itu, Lazarus mulai dekat dengan Sang Putri Kerajaan.
Lazarus, tidak akan bisa melupakan hari di mana dia menjadi teman yang selalu menemani Putri Ana.
Lazarus mengingat masa-masa manis itu sampai segala berakhir, saat Lazarus mengetahui Sang Putri jatuh cinta pada sahabat karibnya, Dominict.
Saat itu juga, Lazarus merasa dunianya runtuh seketika yang membuat dirinya menaruh dendam.
Bersambung.......
Pangeran Benedict juga ok 🫨 bingung