NovelToon NovelToon
Semesta Asmara Pria Pecundang

Semesta Asmara Pria Pecundang

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Kebangkitan pecundang
Popularitas:8k
Nilai: 5
Nama Author: Nikodemus Yudho Sulistyo

Cerita ini menggabungkan komedi, horor dan bahkan intense romance di dalam penceritaannya. Mengenai seorang laki-laki bernama Dihyan Danumaya yang selalu merasa bahwa dirinya tidak beruntung, bahkan pecundang. Keadaan keluarganya yang sebenarnya biasa saja dirasa harusnya lebih baik dari seharusnya. Tampang ayahnya yang bule, dan ibunya yang campuran Jawa klasik serta Timur Tengah, seharusnya membuat dia menjadi sosok tampan yang populer dan banyak digemari wanita, bukannya terpuruk di dalam kejombloan yang ngenes. Sampai suatu saat, ia menemukan sebuah jimat di rumah tua peninggalan kakeknya yang berbentuk keris Semar Mesem tetapi beraksara Cina bukannya Arab atau Jawa. Tanpa disangka, dengan pusaka ini, Dihyan memiliki kemampuan masuk ke dalam mimpi perempuan manapun yang ia inginkan secara gaib serta mengatur jalan cerita sekehendak hati. Ia menjadi seorang penguasa mimpi yang menggunakan kekuatannya demi segala hasrat yang terpendam selama ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikodemus Yudho Sulistyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dihyan Danumaya

Bila ada kontes bagi laki-laki pecundang, Dihyan Danumaya pasti akan ikut serta. Mungkin ia belum tentu menang, tetapi sepuluh besar sudah pasti ada di tangannya. Bayangkan saja, bagaimana bisa kedua orang tuanya memberinya nama yang begitu berat? Dihyan berarti matahari dan Danumaya berarti bersinar. Luar biasa menyilaukan harusnya kehidupannya. Lucunya, nama yang begitu berat saking agungnya ini tidak membuatnya sakit sewaktu masih kecil. Maka, tidak ada upacara atau ritual khusus yang diselenggarakan ayah ibunya sehingga namanya tidak lantas diubah menjadi Tono, atau Budi, atau Deni, atau Adit misalnya.

Jadilah Dihyan membopong nama berat itu di punggungnya sampai sekarang.

Dihyan sudah setahun kuliah di kota ini, sebut saja sebuah kota kepulauan. Tak perlu lah dunia tahu apa nama kota itu, pikir Dihyan. Ia tak mau hidupnya yang sudah mosak masik dan masai seperti rambutnya itu kembali dipermalukan di depan wajah dunia.

Dihyan bertubuh kurus, tapi tinggi menjulang. “Bapakmu makan bambu ya, Yan, waktu kamu masih di dalam perut?” tanya teman sekolahnya dulu.

Dihyan mengedikkan kedua bahunya cuek. “Iya kalik,” jawabnya asal.

Rambutnya acak-acakan. Tukang cukur manapun menyerah menggarap rambut Dihyan. Belahannya tak beraturan. “Aduh, Mas, ini rambutnya ngelawan,” ujar tukang cukur di depan rumah sakit swasta besar di kota itu suatu saat.

“Hah, ngalawan gimana, Pak?” tanya Dihyan bingung.

Sang bapak tukang cukur terkekeh. “Kalau disisir ke kanan, dia lari ke kiri. Kalau disisir ke kiri, dia lari ke kanan. Kalau di belah tengah …”

“Udah, Pak, jangan di belah tengah. Nanti teman-teman mengejek saya. katanya saya sok-sokan mau mirip Jong Kook-nya BTS.”

“Ha? Jongkok?” ujar si bapak pencukur dengan bingung. Hidungnya naik, dan jidatnya berkerut.

“Ah, nggak usah dipikir. Itu artis cowok Korea gitu, Pak. Ya sudah, pokoknya dipotong pendek saja, tapi jangan terlalu pendek, Pak,” ujar Dihyan pasrah.

Padahal, Dihyan bukan tidak punya tampang, malah sebaliknya. Hidungnya mancung, matanya tajam, rahangnya tegas. Sialnya dengan tampang dan perawakan seperti ini, Dihyan sedari kecil sudah menjadi sasaran mutlak perundungan dan ejekan.

“Bule kampung!” atau “Bule tersesat” atau “Bule kere”. Intinya selalu ada kata “bule” menyertai kreatifitas para pengejek.

“Jadi, Bapak ini memang sebenarnya bule ya, Pak?”

“Piye to, maksudmu, Mas?” tanya sang ayah dengan logat Jawa yang kental (Dihyan curiga selama ini ayahnya sengaja menggunakan logat itu untuk menutupi cara bicaranya yang asli).

“Ya itu, Bapak bule to sebenarnya?” ulang Dihyan.

“Kalau Bapakmu bule, Bapak sudah main sinetron atau jadi bintang iklan, Mas.” mendadak sang ibu muncul dari dalam kamar.

“Nah, itu yang aku mau tanyakan ke Bapak dan Ibu. Kalau Bapak bule, kok kita masih kere kayak gini?”

Bapak dan Ibunya tertawa.

“Huss, kamu itu lho. Harus banyak bersyukur. Siapa bilang kita kere?” ujar sang Ibu.

“Lah, ‘kan aku yang bilang tadi.”

Plak**!**

Satu tamparan telah menghajar kepala Dihyan. Tidak keras, tapi lumayan membuat Dihyan tersentak.

“Kamu itu, malah ndagel, ngelucu,” kata Bapak Dihyan. Baliau juga yang menampar kepala anaknya tersebut.

Dihyan mengelus-elus kepalanya yang sebenarnya tak sakit itu.

“Kita sudah hidup berkecukupan. Mungkin tidak berlebihan, tetapi kita juga nggak sampai miskin, nggak mengais-ngais makan di tempat sampah,” ucap Ibu Dihyan. Suaranya lembut.

Dihyan menghela nafas. “Keluarga kita ini lucu lho, Pak, Bu. Coba lihat, ada yang salah nggak sih sama Bapak? Bapak itu tinggi, kulitnya terang, malah cenderung pucat, terus hidungnya mancung, matanya dalam dan tajam, rahang dan dahinya juga tegas. Kalau nggak bule, minimal indo lah.”

“Ya, terus. Kamu juga ‘kan tinggi, mancung juga hidungnya, kulitnya juga putih, sama ‘kan seperti Bapak? Lha, terus opo masalahe, le?”

Dihyan menyerang untuk berbicara dengan Bapak dan Ibunya yang setiap menit cekikikan melihat respon Dihyan yang menunjukkan rasa frustasinya.

Yang ingin ia utarakan sebenarnya, mengapa keluarganya ini bukan orang kaya atau terkenal? Padahal ayahnya terus terang memiliki paras tampan dan khas orang kulit putih. Sang ibu, tidak kalah menawannya. Ada semburat wajah Jawa klasik tetapi berpadu dengan entah Timur Tengah, Persia, atau malah Spanyol dan Italia.

Namun, lihatlah keadaan mereka saat ini. Sang ayah adalah seorang pegawai pemerintahan. Yak, benar, si bapak bule itu adalah seorang PNS atau ASN sekarang istilahnya. Masih sangat aktif dan masih lumayan jauh sampai usia pensiun.

Sang ibu, membuka warung kelontong di rumah. Ibunya sangat cantik. Dihyan sudah bosan mendengar tetangga datang beli rokok atau satu sachet sampo dengan menghabiskan waktu berlama-lama di warung mereka untuk menggoda ibunya. Yah, Dihyan tak bisa menyalahkan betapa cantik sang ibu, sih memang, walau untuk melayani para pembeli, ibunya hanya bermodal daster.

“Mau gimana, wong ibumu pancen ayu kok,” ujar sang bapak suatu saat, mengakui bahwa memang sang ibu sangat cantik nan menarik. Tidak ada kecemburuan disana. Toh, sang ibu juga tidak menunjukkan perilaku ganjen dan genit. Kedua orang tuanya ini sangat harmonis, dan romantis.

Ini yang membuat Dihyan sangat nelangsa.

“Aku nggak punya pacar. Mana ada yang mau sama aku, pecundang gini.”

“Oh … oh … oh …, jadi, selama ini alasan kamu itu merasa tidak bahagia berada di dalam keluarga kita ini karena kamu nggak punya pacar, gitu?” ujar Centhini, sang kakak suatu saat.

Centhini menambahkan keunikan, atau anggap saja keanehan, di dalam keluarga Dihyan. Kakaknya itu adalah anak angkat. Seorang gadis Tionghoa yang semakin dewasa semakin menunjukkan kecantikannya. Sewaktu masih bayi, Centhini diambil dari satu keluarga Tionghoa yang miskin. Saking miskinnya, keluarga Centhini waktu itu dikutuk oleh keluarga besarnya. Dianggap sebagai keluarga yang malas, bodoh, karena tidak mampu bekerja keras seperti kebanyakan keluarga peranakan lainnya di negeri ini.

Centhini diangkat anak awalnya sebagai pancingan bagi ayah dan ibu Dihyan. Hanya dalam beberapa bulan, sang ibu hamil. Syukurnya, tidak ada perbedaan sama sekali pada perlakuan keluarga ini kepada Centhini. Buktinya, Centhini lah yang paling sering mengganggu dan merundung adiknya itu.

“Ya, itu ‘kan berarti tampang bule Bapak dan wajah cantik Ibu nggak ada gunanya, Mbak,” ujar Dihyan.

“Ah, kamu aja yang nggak ada gunanya. Udah syukur punya tinggi dan tampang turunan Bapak Ibu. Eh, kamunya yang nggak becus. Nggak bisa memanfaatkan berkat, nih.”

Centhini menjambak rambut adiknya itu dan memberantakkannya.

“Aduh, sana pergi dari kamarku, Mbak. Ganggu aku aja kerjanya.”

“Gimana mau survive bullying kalau kamu sendiri yang minta dibully. Huu …” sang kakak ngacir pergi dari kamarnya.

Memiliki kakak angkat berbeda ras, apalagi fisik, dan hampir sebaya, merupakan beban yang lebih besar lagi. Centhini sungguh adalah sosok perempuan yang cantik. Rambutnya panjang, lurus dan sehitam jelaga. Sepasang matanya yang sipit itu kerap bersinar ceria. Bibirnya merah terang, kontras dengan kulitnya yang seputih susu.

Dihyan dan Centhini, walaupun berbeda setahun usinya, bersekolah bersama, bahkan sampai kuliah. Bila keduanya berjalan berdampingan, tidak sedikit teman kampus yang menggoda mbaknya itu. Dan, Dihyan merasa tidak ada harganya sama sekali karena tidak dianggap. Tidak ada yang segan dengan Dihyan ketika mereka bersama. Dihyan tidak pernah dianggap saudara Centhini, pun tak seorang pun pernah salah beranggapan bahwa Dihyan berpacaran dengan Centhini.

“Karena aku adalah seorang pecundang,” ujar Dihyan selalu di depan cermin, menatap ke arahnya sendiri.

1
🍁ოհҽs💃🅷🅴🆁🅼🅸🅽🅰❣️💋👻ᴸᴷ
masih penasaran dengan mimpi2 itu.. apa itu karena campur tangan Wardhani dan wuk wuk? soalnya kan waktu itu blm nemu keris semar itu kan?
fia
bukannya kalau gak sakit2an berarti namanya sesuai ya sama orang yang pakenya
Nikodemus Yudho Sulistyo: iya. tapi berhubung Dihyan selalu merasa rendah diri, ya dia berpikir nama itu terlalu berat buat dia. 😁
total 1 replies
𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩
Wardhani nih yg di tubuh nya Stefanie
αʝιѕнαкα²¹ᴸ
mr. bule biar bawahnya puyeng ternyata msh bisa mikir 😂
𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩: wkwkwkwk logika masih berjalan
total 1 replies
ℛムメနんム⭑ⷫ ᭄ⷶ°♬
mampir kakk
Nikodemus Yudho Sulistyo: Terimakasih. silahkan menikmati
total 1 replies
𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩
Dihyan lgi tidur di mobil, awas mimpi nya jngn smpe mimpi kek lgi sama Vivian, bisa kaget Centhini yg tak tidur disebelahnya.

klo yg ketemu di mimpi Dihyan Stefanie Indri, mungkinn wae sih, terakhir ketemu juga Dihyan mimpi yg di ksh nomer hp itu
𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩
Stefanie Indri kah? penari yg dikenalkan Veronica Bungas ke Dihyan?
𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩
mantap tuh kekuatan keris semar warisan Ashin wkwkwkwk, mimpi juga bisa di imitasi kan, cuma mungkin bedanya tak bersentuhan nyata gitu yaak, ehh bener tak tuh?
🍁ოհҽs💃🅷🅴🆁🅼🅸🅽🅰❣️💋👻ᴸᴷ
jd siapa? Stefanie? atau veronica?
🍁ოհҽs💃🅷🅴🆁🅼🅸🅽🅰❣️💋👻ᴸᴷ
ya iya lah.. orang tidur siang , coba kalo tidur malam pasti mimpi di malam bolong eh apa malam mampet? 😅
🍁ოհҽs💃🅷🅴🆁🅼🅸🅽🅰❣️💋👻ᴸᴷ
padahal kalo tidur bisa mimpi loh Yan 😅😅
🍁ოհҽs💃🅷🅴🆁🅼🅸🅽🅰❣️💋👻ᴸᴷ
akhirnya memiliki pemahaman tentang itu Yan 😅
𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩
Betul sekali Yan... Vivian mengalami mimpi yg sama dan perasaan nya sama seperti yg kmu rasakan wkwkwkwk.
𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩
kira-kira di jakarta Ashin bertemu sapa lagi nih di dalam mimpi Centhini? masih lanjut kah mimpi Centhini atw gantian Asuk Dihyan yang mimpi wkwkwkwk
🍁ოհҽs💃🅷🅴🆁🅼🅸🅽🅰❣️💋👻ᴸᴷ
udah bisa dibilang agak kaya lah ya 😅😅
🍁ოհҽs💃🅷🅴🆁🅼🅸🅽🅰❣️💋👻ᴸᴷ
kalo aku mah langsung Terima Shin 😅😅
🍾⃝ ͩIɴᷞᴅͧʀᷡɪͣ_𝐊ᵉʸᶻ'𝐆🌷
judulnya Ling2 terbangun apa Centhini terbangun kak
Nikodemus Yudho Sulistyo: halah..nulisnya sambil mimpi..🤣🤣
total 1 replies
🍾⃝ ͩIɴᷞᴅͧʀᷡɪͣ_𝐊ᵉʸᶻ'𝐆🌷
Dihyan, bkn Ashin kak
𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩
untungnya baca nya siang hari wkwkwkwk.

klo dibandingkan sama Dihyan, Ashin banyak beruntungnya. Ashin mah langsung praktek lahh Asuk Dihyan mah kan cuma di mimpi 😂

next
Nikodemus Yudho Sulistyo: Ashin kan dedengkotnya soalnya..hehe
total 1 replies
𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩
emang boleh, tak ngelupain masa masa itu klo ntar Ashin atw Ling Ling udah punya pasangan masing-masing? wkwkwkwk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!