Nai, seorang wanita yang menjadi janda diusia yang masih muda dan memiliki dua orang anak yang berusia enam tahun dan tiga tahun.
Suami tercinta meninggalkannya demi wanita lain. Tudingan dan hinaan dari para tetangga acap kali ia dengar karena kemiskinan yang ia alami.
Akankah Naii dapat bangkit dari segala keterpurukannya?
Ikuti kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tujuhbelas
Maya mendengus kesal, lalu akan beranjak pergi. "Eh, tunggu dulu! Enak saja mau main pergi," Naii merapikan hijabnya dan menghampiri wanita bertubuh tegap dan berkulit hitam tersebut.
"Apa!" jawab Maya dengan kasar.
"Ganti minyak dan tepung yang sudah kau tumpahkan," ucap Naii dengan penuh penekanan.
Maya tersenyum mencibir. Ia tak sudi mengganti minyak dan tepung yang ia tarik hingga tertumpah, bukankah itu tujuannya?
"Ciiih, itu tujuanku, dan aku takkan menggantinya," sahut Maya dengan senyum cibiran.
"Jika begitu ini cukup untuk membuat bukti membawamu ke kantor polisi," jawab Naii dengan senyum penuh kemenangan.
Maya tersenyum sinis, ia tidak percaya dengan ucapan wanita tersebut. "Kau kira kau bisa menyeretku ke polisi? Apa buktimu?" Tanya Maya dengan licik.
"Tuh," Naii menunjuk ke arah mbak Fhitry yang sedang merekam mereka, "Pengakuanmu dapat menjadi bukti sebagai pengaduan pelaporan," Tukas Naii yang mulai memberanikan dirinya untuk bangkit dari penindasan.
Maya menoleh ke arah Mbak Fhytri yang sedang merekamnya dengan senyum mengejek.
"Janda siaalaan!" makinya dengan kasar.
Naii tersenyum dengan sumringah. "Sudah, berikan uangmu untuk mengganti tepung dan minyak yang rusak," Naii terus mendesak.
Para tetangga berkerumun. Mereka sebenarnya merasa jengah dengan sikap Maya, mereka mulai angkat bicara "Ayo, Maya. Ganti itu. Oh, ya, jangan lupa bayar hutangmu yang sudah lama gak kamu bayar!" ucap salah seorang tetangga.
"Iya, mana hutangmu waktu itu, ayo bayar," beberapa tetangga mulai memprovokator dan Maya mulai terdesak, lalu mau tak mengeluarkan uang 50 ribu dari saku celananya, dan Naii segera menyambarnya.
"Haaah!" Maya berteriak untuk menghentikan ocehan warga, kemudian bergegas pergi dari lokasi tersebut.
Mbak Fhitry menghampiri Naii, lalu membantu memasukkan barang-barang yang tadi berserakan. "Ayo balik, jangan mau ditindas orang seperti itu," Mbak Fhitry mengomel.
Naii menganggukkan kepalanya, lalu bergegas pulang.
Setibanya dirumah. Ia sudah disambut oleh Aliyah yang sedari tadi menunggunya. "Ibu," teriaknya, dari balik tirai jendela, lalu membuka pintu dan menyambutnya.
Ia membantu menenteng beberapa kantong kresek dan berharap ada beberapa bungkus jajanan yang ia dapatkan.
Sesampainya didalam rumah, ia melihat Ahnaf sudah tertidur. Sedangkan Aliyah sibuk membongkar isi barang belanjaan.
Naii melihat phonsel milik Ahnaf yang merupakan hadiah dari Joe tergeletak diatas kasur. Ia memungutnya. Naii menggeser layar ponsel. Hatinya teringat akan akun media sosial yang tidak pernah lagi ia gunakan, sebab ia terlalu sibuk dengan dunia nyatanya, bahkan ponsel canggih juga sudah tak ia miliki.
Ia mencoba membuka applikasi yang tersedia, memasukkan akunnya dan ternyata masih dapat digunakan.
Ada ribuan pesan yang tertimbun, dan tidak pernah ia buka apalagi membalasnya. Bahkan ratusan notifikasi yang hampir menumpuk untuk dibuka.
Sudah hampir seusia Ahnaf ia tak lagi membuka akun media sosialnya, dan hari ini kembali ia jelajahi.
Ada pesan masuk dari ibunya. sepertinya sang ibu mengirimkan pesan setiap harinya, berharap Naii membalasnya, sebab untuk menghubunginya, mereka tidak memiliki nomor ponsel Naii, sebab Naii tidak memiliki ponsel.
Dan hal yang paling parah dalam hidup Naii, ia pindah ke kota ini karena melarikan diri saat kedua orangtuanya meminta ia berpisah dari Hardi, sebab sang ayah tidak menyetujui Naii menikah dengan pria itu, sebab Hardi adalah pria pemalas dan penipu.
Akan tetapi, rasa cintanya yang terlalu besar terhadap.sang suami, mmebuatnya mengambil keputusan untuk pergi menjauh.
[Assalammualaikum, Naii, apa kabarmu?" kalimat itu terus yang dikirimkan oleh ibunya, seolah tak patah semangat.
"Waalaikum Salam, Bu. Alhamdulillah sehat, ibu bagiamana kabarnya?"balas Naii. Ada rasa bersalah dalam hatinya dan ini adalah balasan akibat ia tak mengindahkan ucapan ke dua orang tuanya, sehingga harus menanggung derita ini. Tetapi apapun itu, ia menganggap ini adalah perjalanan hidup dan takdirnya.
Menunggu balasan dari sang ibu, ia membuka beranda. Tampak banyak akun media yang yang lewat dari berandanya, dan tampak banyak orang-orang menjajakan barang dagangannya dengan cara online.
Ia seketika terfikir untuk memperjualkan barang dagangannya secara online.
"Mungkin ini cara agar ia dapat menjaga Ahnaf dan juga Aliyah. Tetapi ia harus berbagi ponsel dengan sang Anak.
hujan dari malam tadii malam,nulisnya dikit, ya reader...