NovelToon NovelToon
Terhisap ke Dunia Game: 5 Nyawa untuk 1 Harta

Terhisap ke Dunia Game: 5 Nyawa untuk 1 Harta

Status: tamat
Genre:Action / Fantasi / Tamat / Epik Petualangan / Dunia Lain / Penyeberangan Dunia Lain / Game
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Vyann

Tiga sahabat, Reza, Bima, dan Fajar, terjebak dalam sebuah misi absurd di tengah gurun pasir setelah disedot oleh portal misterius. Dengan hanya lima nyawa tersisa, mereka harus menghadapi tantangan aneh dan berbahaya untuk mencapai harta karun legendaris. Setiap kali salah satu dari mereka mati, mereka "respawn" seperti dalam permainan video, tetapi jumlah nyawa mereka berkurang, mendekatkan mereka pada nasib terjebak selamanya di gurun.

Setelah berlari dari kejaran buaya darat dan selamat dari angin puting beliung yang disebut "Angin Putri Balalinung," mereka menemukan helikopter misterius. Meskipun tidak ada yang tahu cara mengendalikannya, Bima mengambil alih dan, dengan keberanian nekat, berhasil menerbangkan mereka menjauh dari bahaya.

"Bro, lo yakin ini aman?" tanya Reza sambil gemetar, memandangi kokpit yang penuh dengan tombol.

Bima mengangguk ragu, "Kita nggak punya pilihan lain, kan?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vyann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Memanjat Bukit

Setelah melewati lomba makan yang absurd dengan raksasa, Reza, Bima, dan Fajar kini berdiri di depan sebuah bukit yang menjulang tinggi. Bukit itu terbuat dari batu hitam pekat dengan tebing curam dan jalur memanjat yang terlihat menantang. Dari kejauhan, bukit itu tampak tenang, namun begitu mereka mendekat, suara angin kencang menerpa wajah mereka, seakan memberitahukan bahwa ini bukan tantangan yang bisa dianggap enteng.

“Wah, ini tantangan baru lagi?” Reza menghela napas berat sambil mendongak menatap puncak bukit. “Setiap kali gue pikir kita udah dekat sama harta karun, selalu aja ada bukit atau monster yang ngehalangin.”

Bima mengangguk sambil menatap bukit di depannya. “Kelihatannya nggak terlalu tinggi, tapi mungkin ada sesuatu yang lebih berbahaya di sepanjang jalan.”

Fajar, yang masih memegang peta, menyisir pandangannya ke sekeliling. “Menurut peta, bukit ini harus kita lewati untuk menuju harta karun. Jadi nggak ada pilihan lain selain manjat.”

Sekitar mereka, alam yang indah dan liar terbentang luas. Angin lembut berhembus, membawa aroma pasir gurun yang masih tersisa, tetapi juga aroma segar dari pepohonan yang tumbuh di kaki bukit. Di kejauhan, matahari mulai meredup, menggantung rendah di cakrawala, memandikan langit dengan cahaya oranye keemasan. Suara serangga malam mulai terdengar samar-samar, menggantikan suara burung yang mulai pulang ke sarangnya.

“Setidaknya alam di sini keren banget,” ujar Fajar sambil memperhatikan burung elang yang terbang rendah di atas mereka. “Kayak kita lagi di alam bebas, bukan di dunia game.”

Bima tersenyum tipis. “Ya, walau ini dunia game, detailnya emang bagus. Bahkan gue hampir bisa ngerasain bau tanah dan angin segar.”

Reza, yang sudah mulai menggeliat, tampak kurang terkesan. “Ya, ya, indah, tapi kita masih harus nanjak bukit ini. Dan lo semua tahu gue paling benci olahraga, kan?”

“Lo selalu ngeluh, Rez,” sindir Fajar sambil menyilangkan tangan. “Padahal lo punya stamina yang paling bagus di antara kita.”

Reza mendengus, “Ya tapi bukan buat manjat bukit! Gila aja, ini pasti bakal bikin gue pegal dua hari.”

Mereka semua berdiri di depan jalur pendakian yang curam. Bebatuan besar berserakan di sepanjang jalan, dan beberapa bagian tampak rapuh, seperti siap runtuh kapan saja. Angin yang semakin kencang di atas membuat suasana semakin tegang. Mereka mulai memanjat dengan hati-hati, dengan Bima memimpin di depan, diikuti oleh Reza dan Fajar di belakang.

Tebing bukit itu tidak mudah. Setiap langkah mereka harus hati-hati, memastikan bahwa batu yang mereka injak tidak longgar. Alam di sekitar mereka mulai terasa lebih sunyi, seakan-akan keheningan malam perlahan-lahan menyelimuti mereka. Sesekali, suara derak batu terdengar ketika salah satu dari mereka tanpa sengaja menginjak batu yang goyah.

“Awas, jangan injak batu yang kelihatan rapuh,” ujar Bima sambil memegang erat-erat batu besar di depannya.

Reza, yang tampak mulai kelelahan, mengeluh sambil menarik napas dalam-dalam. “Ya ampun, kita baru naik setengah jalan dan gue udah nggak kuat! Ini lebih parah dari fitness.”

Fajar tertawa kecil dari belakang, “Kita belum sampai puncak, Rez. Sabar, sabar.”

Tiba-tiba, Reza menginjak sebuah batu yang tampaknya stabil, namun ternyata batu itu longsor! Reza hampir kehilangan keseimbangan dan terjatuh, namun dia berhasil meraih tebing di sebelahnya dengan cepat. Namun, karena refleks yang cepat itu, dia mengeluarkan suara teriakan yang cukup keras.

“WOAAAAAHHHH!!”

“Reza! Hati-hati!” teriak Bima dengan panik, namun setengah tertawa.

Reza menarik napas panjang dan berkata dengan suara gemetar, “Sialan, ini hampir bikin gue jatuh! Kenapa nggak ada tangga aja sih? Ini bikin nyawa gue hampir melayang!”

Mereka semua tertawa kecil, tapi rasa tegang di udara tak bisa disembunyikan. Mereka tahu betul bahwa satu kesalahan kecil bisa membuat mereka kehilangan nyawa, seperti yang pernah dialami Fajar sebelumnya.

Setelah beberapa waktu, mereka tiba di sebuah area datar yang cukup luas di tengah bukit. Pohon-pohon kecil tumbuh di sini, dengan angin sepoi-sepoi yang memberi sedikit kelegaan dari terik matahari yang menyengat. Mereka duduk sejenak untuk beristirahat, memandangi lembah yang mulai gelap di bawah mereka.

“Lihat pemandangannya,” ucap Fajar sambil tersenyum, menatap jauh ke cakrawala. “Seperti bukan di dunia game. Kayak beneran.”

Bima mengangguk sambil minum air dari kantongnya. “Ya, alamnya keren. Tapi kita nggak boleh lengah. Kita belum sampai puncak.”

Reza, yang duduk terengah-engah, melihat ke atas bukit dengan pandangan lelah. “Bima, tolong bilang kalau di atas sana nggak ada tantangan lain. Gue udah capek setengah mati.”

Bima tersenyum jahil. “Kalau gue bilang ada tantangan, lo bakal tetep lanjut, kan?”

Reza menatap Bima dengan wajah kecut. “Jangan bercanda, ya! Gue serius.”

Setelah beristirahat, mereka kembali melanjutkan pendakian. Namun, kali ini tampaknya ada sesuatu yang aneh. Jalur yang mereka lewati mulai dipenuhi kabut tebal, dan suara-suara aneh terdengar di sekitar mereka. Suara angin yang menderu, tapi seperti ada sesuatu yang lain di baliknya—seperti langkah-langkah besar yang menggetarkan tanah.

“Eh, kalian denger itu nggak?” tanya Reza sambil berbisik, wajahnya berubah cemas.

Fajar mengangguk pelan. “Iya, kayak ada yang ngejar kita. Jangan-jangan ada makhluk lagi yang bakal muncul?”

Bima mengernyitkan dahi sambil melihat ke belakang. “Tetap fokus. Kita harus sampai puncak. Kalau ada yang ngejar, kita bakal lawan di tempat yang lebih aman.”

Langkah mereka semakin cepat, tapi suara langkah besar itu semakin mendekat. Mereka tahu, tantangan kali ini bukan sekadar memanjat bukit. Ada sesuatu yang menunggu mereka di puncak, sesuatu yang lebih besar daripada tantangan yang sudah mereka lewati. Alam yang tadinya damai kini terasa mencekam, dengan kabut yang semakin tebal menghalangi pandangan.

Mereka hanya bisa berharap bahwa apa pun yang menunggu di atas, mereka siap menghadapinya.

Bersambung...

1
ⱮαLєƒι¢єηт
Jangan terlalu khawatir, kami akan memastikan kalian balik, hidup atau MATI.

Mati pun gk usah khawatir ya, yg penting balik.
Vyann: Hehe, itu si anton memastikan kepada mereka nanti kalau mereka mati mayatnya akan di kubur dengan layak, jadi gk gentayangan di pulau
total 1 replies
JasmineSeroja82
Lucu Ceritanya/Facepalm/
Vyann: hehe, Makasih udh mau mampir ka/Determined/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!