Alettha gadis 16 tahun yang kini duduk di bangku kelas 2 SMA itu nampak diam termenung, wajah cantiknya masih terlihat kesedihan yang mendalam.
Kehilangan Ayahnya membuat gadis itu begitu frustasi dan begitu sedih, belum lagi semua aset kekayaan ayahnya kini sudah di ambil alih oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab.
Alettha Kinaya Ayu, harus meneruskan hidup nya berapa dengan ibu tiri dan kakak tiri nya yang kurang menyukai nya itu, entah apa yang akan terjadi pada gadis malang itu.
Yuk mampir di cerita pertama ku semoga kalian suka❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lembayung Senjaku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bingung
Arsya yang baru saja sampai di rumah terkejut melihat keadaan rumah yang cukup berantakan. Beberapa vas bunga pecah berserakan di lantai.
" Apa papa pikir aku tidak tahu kebusukan papa, selama ini aku percaya jika papa adalah orang yang bener bener baik . Tapi aku salah..." Arkha dengan marah membentak Muklis yang terkulai di lantai.
Semua orang tidak berani melerai perkelahian mereka mengingat bagaimana jika Arkha sampai bisa semarah itu, mereka hanya diam menunduk dan sesekali melihat bagaimana Arkha memukul Muklis beringas.
" Yang gadis murhn itu katakan salah Arkha, papa tidak mungkin melakukan hal seperti itu." Pekik Muklis mengelap darah di sudut bibir nya.
Amara Arkha tersulut saat tiba tiba Muklis kembali kerumah dan menainya tentang kejadian semalam di mana Arkha dengan marah dan mabuk memukuli.
" Bagaimana bisa papa melakukan semua itu pada Dinda, harus nya papa..."
Arsya langsung berjalan mendekati asal suara gaduh dan berteriak kencang memotong pembicaran Arkha.
" Arkhana..." Pekik nya keras dengan rahang yang mengeras membuat semua orang semakin takut menghadapi ketiga orang sedang di landang emosi itu.
" Apa yang kau lakukan, apa kau sudah gila membuat keributan di dalam rumah ini dan menjadi tontonan semua orang."
Arkha terkekeh kesal melihat tingkah saudara kembar nya itu.
" Aku tidak peduli, jika kau tahu kebenarannya..ha.ha.aku tak nyakin kau masih akan menolong pria tua bangka ini dari tangan ku.." Pekik Arkha tak kalah keras.
Arsya menatap semua orang dengan tajam membuat mereka mengerti kemudian pergi dari hadapan nya dengan pandangan menunduk.
" Kepala ku sudah pulang dan sekarang melihat tingkah kalian semakin membuat ku pusing, tak bisakah kalian tidak membahas masalah kalian Dirumah ha.."
Muklis berdiri bertahan menahan rasa sakit di wajah dan tubuh nya akibat pukulan Arkha putra nya.
" Kalian tidak perlu bertengkar, papa tidak papa." Gumam Muklis meninggalkan mereka berdua yang masih saling bertatapan tajam.
Muklis naik ke lantai 2 kamar nya
" Kau, apa perkara wanita psk itu lagi yang di perdebatkan?". Arkha berbalik saat Arsya dengan sengaja menyebut sahabat nya sebagai psk.
" Tutup mulut mu sampah, siapa yang kau sebut psk itu Dinda atau Caramel?". Arsya mengepalkan kedua tangannya mendengar ucapan Arkha yang tajam.
" Kau..."
" Kau masih begitu mencintai gadis yang bener bener sudah mencampakkan mu itu, kau tidak terima jika aku menghina nya . Lalu bagaimana dengan kau yang terang terangan bilang jika Dinda adalah Psk?."
Arsya diam dan tidak menjawab ucap Arkha
" Caramel berbeda, dia gadis baik baik dan tidak berada di lingkungan psk Arkha . Apa mata mu buta hingga kau kehilangan pengelihatan untuk melihat mana yang baik dan buruk?."
" Bahkan gadis psk yang kau sebut lebih berharga dan terhormat dari pada kekasih mu itu." Arkha meninggalkan Arsya yang diam menatap nya menahan amarah.
Arsya hanya menghela nafas berat kembali pergi kembali dari rumah, sedang kan beberapa pekerjaan sedang membersihkan kekacauan di rumah itu dengan diam tanpa menatap atau bertanya akan kemana Arsya pergi.
Arsya membuka kancing kemejanya beberapa meninggalkan jas hitam nya di di kursi depan rumah kemudian mengambil motor nya di bagasi rumah, mengendarai motor dengan pikiran yang kalut.
Hanya dengan kemeja putih yang di lipat setengah lengan saja membuat ketampanan nya menjadi jadi dengan motor besar yang dia kendarai membuat beberapa pasangan mata tak henti menatapnya.
Arsya tanpa pelindung kepala itu melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata rata menembus jalanan yang masih ramai di jam makan siang itu.
Dari kejauhan mata Arsya menangkap siluit Alettha bersama dengan Laura yang baru saja kembali dari berbelanja bulanan, berhenti sejenak menatap bagaimana gadis itu dengan susah payah membawa belanjaan yang cukup banyak dan berat.
Sedangkan Laura hanya berpangku tangan tanpa niatan membantu Alettha yang kesusahan membuat Arsya geram. Pemuda itu Langsung membawa motor nya mendekati Alettha dan Laura yang tidak mengetahui kedatangan nya.
Tin
Bunyi klakson motor mengagetkan kedua gadis itu dan langsung berbalik dan menatap Arsya di belakang mereka menatap mereka tajam dan tegas.
" Tuan muda.." Ucap mereka secara bersamaan.
Laura yang menyadari kesalahannya langsung mengambil belanjaan Alettha dan mengangkatnya dengan tersenyum kikuk.
" Alettha ini keras kepala tuan muda, sudah ku katakan kira bawak bersama tapi dia tidak mau dan ingin membawa nya sendiri." Gumam Laura menatap Arsya dengan senyuman manis.
" Aku tidak peduli, bawak saja semua belanjaan Alettha pulang saya dan Alettha ada urusan." Dengan cepat Arsya menarik tangan Alettha untuk segera naik keatas motornya.
Alettha yang bingung menurut saja dengan perintah Arsya lagi pula kaki dan tangan nya bener benar sudah sangat lelah berjalan kaki dengan membawa begitu banyak belanjaan sendiri sedangkan Laura tidak berniat membantu dirinya.
Alettha naik keatas motor besar milik Arsya menatap Laura yang kesal dan menahan amarah melihat Arsya lebih memilih pergi bersama dengan Alettha dan meninggalkan dirinya dengan begitu banyak nya belanjaan.
" Aku duluan ya mbk Laura.." Ucap Alettha saat motor Arsya mulai berjalan meninggalkan Laura yang dengan bibir manyun dan mengumpat kesal.
Alettha sendiri merasa canggung saat berada diatas motor Arsya dan terlalu dekat dengan pemuda itu. Arsya terlihat benar dampak dengan outfitnya dan salam keadaan berantakan seperti itu.
Sepanjang jalan mereka hanya diam tanpa ada sepatah kata yang keluar dari mulut keduanya. Menembus jalanan yang semakin jauh dari rumah keluarga Wijaya.
Entah sudah berapa lama mereka berkendara tak tahu arah dan tujuan itu. Jalann yang di halui Arsya kian jelek beberapa batu dan jalanan yang bolong membuat beberapa kali tubuh Alettha menabrak punggung kokoh Arsya yang hanya diam.
Pepohonan rindang mulai terlihat jalan raya sudah cukup jauh tak terlihat dari pandangan mata membuat Alettha menjadi was was, bisa saja. Arsya dengan tingkah absurt nya itu meninggalkan dirinya sendiri di tengah hutan.
Alettha menggeleng dan berusaha berpikir positif.
Lambat laut pemandangan di sana bener bener indah membuat mata Alettha tak berkedip melihat nya, suasan sunyi asri dan bersih dari polusi bener menengkan jiwa.
Arsya menghentikan motornya di bawah pohon yang cukup besar dan rindang.
Alettha segera turun dan menatap sekeliling yang bener indah di pandang mata, pepohonan bergoyang mengikuti alunan angin yang menerpa dengan lembut.
Arsya menatap Alettha yang terlihat senang dalam diam. Tidak sia sia dia membawa gadis itu ke dalam hutan lindung itu.
" Dasar udik..." Ucap Arsya pelan namun masih dapat di denger oleh Alettha dan membuat gadis itu seketika mengerucut kan bibir mungil nya.
Arsya berjalan lebih dulu tanpa memperhatikan Alettha di belakang yang dengan sudah payah mengimbangi langkah besar kaki nya itu, jalan setapak itu nampak begitu di rawat meski hanya jalanan biasa dengan tanah yang terkadang licin.