Hubungan asmaranya tak seindah kehidupannya. Hatinya sudah mati rasa karena selalu dipermainkan oleh para pria. Namun, seorang pria yang baru pertama kali ia jumpai malah membuat hatinya berdebar. Akankah Violet membuka hatinya kembali?
Sayangnya pria yang membuat hatinya berdebar itu ternyata adalah pria yang menyebalkan dan kurang ajar. Gelar 'berwibawa' tidaklah mencerminkan kepribadian si pria ketika bersamanya.
"Kau hanyalah gadis manja, jangan coba-coba untuk membuatku kesal atau kau akan tau akibatnya." — Atlas Brixton Forrester.
****
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Alur cerita ini santai aja. Jadi gak langsung sat set. Mereka butuh pendekatan untuk langsung menikah☺️🙏 aku sengaja buat 20 bab untuk masa perkenalan Atlas dan Violet. Mungkin di bab 20+ nikahnya(?) pokoknya alur ceritaku itu serba santaiiiii bgttt🥰 konfliknya pun gak berat😋
...Sebelum membaca wajib LIKE! ☺️...
...***...
Hari-hari Violet jalani dengan normal. Kegiatannya tetap sama, kerja, pulang, makan dan tidur. Dia jarang hang out bersama teman-temannya akhir-akhir ini. Mereka hanya berkomunikasi lewat ponsel. Terlebih akhir-akhir ini restorannya sangat ramai. Violet berfikir itu adalah rezeki nya yang didatangkan oleh Tuhan.
Itu memang rezekinya, tapi Atlas lah yang mendatangkan para pengunjung restoran Violet. Dia benar-benar menuruti permintaan Violet waktu itu tanpa sepengetahuan si gadis. Ah, lebih tepatnya karena Violet tak bertanya, makanya tidak tau.
Atlas itu tipe orang yang diam-diam mewujudkan permintaan pasangannya dari pada secara terang-terangan mengucapkan kalau dialah dibalik itu semua.
Yang terpenting Violet senang, itu saja.
Seperti saat ini, karena permintaan Violet yang menyuruhnya makan siang di restoran, Atlas langsung tancap gas ke sana. Sendirian.
Sekarang mereka berdua sudah berada di ruangan Violet, itu juga atas permintaan si gadis. Violet ingin makan siang bersama Atlas di ruangannya.
Di depan mereka sudah terdapat makanan masing-masing dan juga pizza sebagai penutup.
"Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Violet.
"Baik." Atlas mengunyah makanannya dengan tenang.
"Baik? Tapi kenapa kau selalu sibuk?" sindir Violet. Dia ingat dengan segala kesibukan Atlas ketika bersamanya. Pria itu benar-benar gila kerja.
"Aku memang orang sibuk," jawab Atlas.
Violet berdecak. Dia mengambil sepotong pizza setelah menghabiskan satu porsi spaghetti.
"Sebelum kita menikah saja kau lebih memilih pekerjaanmu dibandingkan aku. Aku tidak bisa membayangkan ketika kita sudah menikah nanti, kau pasti akan mengacuhkan istrimu dan tetap memilih pekerjaanmu," ujar Violet mencibir.
Atlas menelan makanannya, dia menatap Violet dengan datar. "Kalau aku memilih pekerjaanku, aku tidak mungkin datang menyelamatkan mu waktu kau diikuti penguntit," ucapnya. Dia mengambil tisu untuk mengelap bibirnya.
"Aku bisa mengatur waktuku sendiri. Duniaku bukan hanya kau, Violetta," lanjut Atlas.
Violet hanya diam. Dia bingung hendak menanggapi seperti apa. Sebab itulah ia memilih lanjut makan dalam keheningan. Dia sedang memikirkan tentang kedepannya bagaimana. Melihat sikap Atlas yang tertutup dan seenaknya membuat Violet takut, takut jika pria itu akan terus mengabaikannya nanti. Dia trauma. Tentu saja. Terlebih mereka tidak akan bisa berpisah, oh ataukah nanti bisa? Tapi, yang terpenting adalah, Violet khawatir kalau Atlas bersikap seperti para mantannya yang hobi menyakitinya. Apakah dia bisa bertahan sampai akhir?
Atlas memang tampan, Violet akui hal itu. Namun, tampan bukan berarti baik kan?
"Buang pikiran negatif mu," ucap Atlas.
Tatapan mata yang tadinya menunduk, kini menatap pria di depannya. "Apa?" tanyanya.
"Ingat apa yang ku katakan waktu itu. Aku tidak akan pernah bermain-main dengan perjodohan dan pernikahan ini. Kau boleh memandangku buruk, tapi aku tidak akan melakukan tindakan buruk seperti apa yang kau pikirkan itu," ujar Atlas. Dia menatap datar Violet yang juga menatapnya sambil mengunyah pizza.
"Satu lagi. Jangan samakan aku dengan mantan-mantan mu," lanjutnya membuat Violet tersedak dan segera meminum air.
"Jadi benar kau menyamakan aku dengan mantan-mantan mu?" cibir Atlas.
"A-aku—"
"Tidak perlu. Reaksi mu sudah mengatakan semuanya," potong Atlas.
"Aku tidak bermaksud. Mungkin karena aku trauma, jadi aku berpikir kemana-mana," balas Violet tak mau disalahkan.
"Sudahlah, lupakan saja," lanjut Violet. Dia mengambil minuman Atlas dan meneguknya hingga tandas.
Atlas hanya menghela nafas melihat kelakuan Violet yang selalu di luar nalarnya.
"Aku harus—"
"Ya, kau harus ke kantor dan menyelesaikan pekerjaanmu yang tiada habisnya. Kau hanya memiliki waktu ketika makan saja. Selebihnya kau adalah orang yang sibuk, gila kerja, dan harus selalu profesional!" potong Violet mengomel. Dia menatap Atlas dengan wajah tertekuk. Sisa pizza di tangannya dia letakkan kembali ke atas piring. Dia sudah tidak mood lagi. Dan itu semua karena Atlas!
Atlas terdiam. Matanya menatap Violet yang sedang minum air putih.
"Kenapa melihatku seperti itu? Pergi sana! Bukankah kau ingin kembali ke kantor?" Violet mencebikkan bibirnya.
"Selalu saja memilih pekerjaan. Apakah aku harus cantik seperti bidadari agar dia mau berlama-lama denganku?" gumam Violet menggerutu sambil berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci tangan.
"Menyebalkan!" gerutunya lagi.
Atlas hanya tersenyum tipis mendengarnya. Bukannya beranjak dari sana, pria itu malah duduk santai sambil bersandar di sandaran sofa. Matanya menatap sekeliling ruangan Violet.
"Kenapa masih di sini?" Suara itu membuat Atlas langsung menoleh. Wajah Violet yang tertekuk menyapa indra penglihatannya.
"Sana pergi!" usir gadis itu.
"Aku tidak akan pergi," jawab Atlas. Dia beranjak dari duduknya, menghampiri Violet yang masih berdiri di ambang pintu sambil menatapnya dengan tajam.
"Kenapa? Bukannya kau SANGAT SIBUK?" tekan Violet. Dia hendak menghindar tapi Atlas segera mencekal lengannya.
"Jangan pegang-pegang!" ketus Violet.
"Rilekskan wajahmu atau nanti akan muncul kerutan di sana," kata Atlas.
Violet berdecak, dia menyentak tangannya agar Atlas melepaskan cekalannya. "Lepas!"
"Kau ingin kita menghabiskan waktu bersama, kan?" Atlas bertanya. Dalam sekali sentakan, pria itu berhasil membuat Violet terpojok di dinding. Kedua lengan kekarnya menahan di kanan kiri hingga membuat Violet tak bisa kemana-mana.
"Atlas!" Violet melotot tajam. Kedua tangannya menahan dada bidang Atlas yang kian maju.
Violet grogi. Tentu saja.
"Jawab aku. Kau mau kita menghabiskan waktu bersama, kan?" Atlas bertanya lagi.
Dengan ragu, Violet pun mengangguk.
"Baiklah," ujar Atlas. Sebelah tangannya merogoh saku jasnya untuk mengambil ponsel. Dia menelpon sekretaris nya.
"Batalkan semua jadwal hari ini dan besok. Saya ada urusan lain."
"Baik."
Tut!
Atlas mengangkat sebelah alisnya sembari menatap Violet, ia kembali memasukkan ponselnya ke saku jas.
"See? Itu kan yang kau mau?"
Violet meneguk ludahnya. Wajah Atlas terlalu dekat dengannya hingga dia bisa merasakan hembusan nafas pria itu di wajahnya
"T-tapi, bukannya —"
"Sssttt... Kita habiskan waktu bersama hari ini dan besok. Seperti apa yang kau mau, hm?"
Jari telunjuk Atlas yang menempel di bibir Violet membuat gadis itu benar-benar terdiam kaku. Atlas benar-benar pria yang berbahaya untuk kesehatan jantungnya. Dan Violet baru menyadari, kalau hanya Atlas lah yang bisa membuatnya seperti ini.
Dan sejak kapan Atlas jadi pria seperti ini?! Bukankah pria itu selalu menyebalkan di matanya?
"Bernafas lah, Violetta."
Mendengar ucapan Atlas, Violet reflek menarik nafasnya dengan kasar lalu menghembuskan nya.
Suara kekehan dari Atlas membuat Violet mendongak. "Jangan tertawa!" kesalnya. Dia meninju dada bidang keras itu.
Tapi kenapa dia terlihat makin tampan?! Batin Violet berteriak. Semburat merah langsung menghiasi pipinya saat mata elang Atlas menatapnya dengan sendu.
Sebenarnya apa yang merasuki tubuhnya? Kenapa dia jadi manis seperti ini?! Sialan! Violet kembali membatin.
"Atlas, mundur lah, aku gerah...," bisik Violet. Dia sedikit mendorong dada bidang tunangannya.
Lagi-lagi Atlas terkekeh kecil. Dia pun mengalah dan melangkah mundur sedikit.
Akhirnya Violet bisa bernafas lega, dia mengusap keringat di dahinya dengan pelan. Sungguh, hanya Atlas yang bisa membuatnya sampai seperti ini.
"Jadi, kau mau apa? Menghabiskan waktu dengan menonton, bermain atau tidur?" tanya Atlas setelah melihat Violet sudah rileks.
"Semuanya," jawab Violet tanpa ragu.
Atlas terkekeh lagi, dia menepuk-nepuk puncak kepala si gadis.
"Kau sangat menggemaskan kalau sedang gugup."
***
kalau ky gitu mlah mirip binaragawan