NovelToon NovelToon
Cantik-cantik Pelakor

Cantik-cantik Pelakor

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen School/College
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Vina Melani Sekar Asih

Namaku Delisa, tapi orang-orang menyebutku dengan sebutan pelakor hanya karena aku berpacaran dengan seseorang yang aku sama sekali tidak tahu bahwa orang itu telah mempunyai pacar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vina Melani Sekar Asih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Hari itu adalah hari yang tampaknya biasa-biasa saja bagi Delisa. Setelah bel pulang sekolah, ia berjalan menuju gerbang bersama Azka. Mereka bercanda, tertawa, dan saling bercerita tentang kejadian-kejadian lucu di kelas. Azka, yang biasanya lebih pendiam, terlihat semakin terbuka dan nyaman dengan Delisa. Delisa merasa sangat bahagia; Azka bukan hanya pacar yang perhatian, tapi juga sahabat yang selalu bisa membuatnya tertawa.

Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Saat mereka tiba di luar gerbang sekolah, Delisa melihat sosok yang selama ini ingin ia lupakan berdiri di dekat motor hitamnya—Galih, kakak kelas yang pernah mengganggunya.

Azka yang awalnya tidak menyadari, tiba-tiba merasa ada yang aneh saat Delisa berhenti dan wajahnya berubah tegang. Ia mengikuti pandangan Delisa dan akhirnya menyadari keberadaan Galih.

"Eh, Del? Itu... itu kak Galih, ya?" tanya Azka dengan nada hati-hati, meskipun dalam hatinya ia sudah merasakan ketidaknyamanan.

Delisa hanya mengangguk pelan, menunduk sedikit untuk menghindari tatapan Galih. Tetapi, seolah-olah sudah memperhatikan mereka sejak awal, Galih mendekati Delisa dengan langkah mantap dan senyum tipis yang tidak ramah.

"Hai, Delisa," sapa Galih sambil melirik Azka dengan tatapan menantang. "Lama gak ketemu. Lagi jalan sama pacar, ya?"

Azka memandang Galih dengan tatapan tajam. "Iya, kak. Ada apa?"

Galih hanya tersenyum sinis dan menatap Delisa. "Cuma mau ngobrol sama Delisa. Aku masih gak paham kenapa kamu lebih milih anak ingusan kayak dia daripada aku."

Delisa menghela napas dalam, mencoba tetap tenang. "Kak Galih, aku sudah bilang berkali-kali kalau aku gak tertarik. Tolong jangan ganggu aku lagi."

Namun, bukannya mundur, Galih malah semakin mendekat, memandang Azka dengan sikap meremehkan. "Dengerin tuh, Delisa. Anak ingusan ini gak cocok buat kamu. Dia gak bisa melindungi kamu."

Azka yang biasanya sabar mulai merasa panas. "Kak Galih, tolong pergi. Delisa udah gak nyaman, dan saya gak suka cara kakak ngomong."

Galih tertawa kecil. "Berani juga kamu, ya, Azka? Coba lihat kamu, tubuhmu kecil, mana mungkin kamu bisa jaga Delisa dari cowok kayak aku?"

Tanpa pikir panjang, Azka menatap Galih dengan tegas. "Saya gak perlu kuat secara fisik buat jaga Delisa. Rasa sayang dan perhatian saya cukup."

Mendengar itu, Galih tampak kesal. Ia mendorong Azka dengan satu tangan, membuat Azka sedikit mundur ke belakang. "Omong kosong! Rasa sayang gak cukup buat jaga cewek, bocah! Kamu mau buktiin?"

Azka, yang biasanya tenang, akhirnya terpancing. Ia maju, berdiri tepat di depan Galih dengan tangan terkepal. "Kalau kakak mau nyakitin Delisa, kakak harus menghadapi saya dulu."

Delisa yang melihat situasi makin memanas mencoba menghentikan mereka. "Azka! Kak Galih! Udahlah, gak perlu kayak gini!"

Namun, Galih hanya tertawa mengejek dan tiba-tiba meninju Azka tepat di pipi. Azka mundur sedikit, namun segera bangkit dan membalas pukulan itu dengan kekuatan yang tak pernah Delisa bayangkan.

Pertarungan antara Azka dan Galih pun dimulai. Mereka saling menukar pukulan dengan penuh amarah. Azka, yang biasanya tidak suka kekerasan, kali ini menunjukkan keberaniannya demi Delisa. Namun, Galih, yang tubuhnya lebih besar dan kuat, tampaknya lebih unggul dalam hal kekuatan fisik. Meski begitu, Azka tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah.

Murid-murid lain yang berada di sekitar gerbang mulai berkerumun, menonton perkelahian tersebut dengan sorakan dan bisikan. Beberapa teman mereka mencoba melerai, namun baik Azka maupun Galih tidak menggubris.

"Azka, udah, stop! Jangan lanjutin!" teriak Delisa dengan panik, namun Azka tampaknya sudah terlalu marah untuk berhenti.

Akhirnya, dengan satu pukulan keras, Galih berhasil menjatuhkan Azka ke tanah. Namun, meski terluka dan lelah, Azka mencoba bangkit lagi.

Melihat Azka yang sudah kewalahan, Delisa tidak tahan lagi. Ia berdiri di antara Azka dan Galih, membentangkan kedua tangannya untuk melindungi Azka.

"Cukup! Kak Galih, tolong berhenti! Aku gak mau lihat kalian berkelahi lagi," seru Delisa dengan suara bergetar.

Galih memandang Delisa dengan tatapan kesal, namun akhirnya ia menghela napas dan mundur. "Ingat, Delisa. Kalau suatu hari kamu sadar kalau anak ini gak bisa melindungi kamu, kamu tahu di mana nyari aku." Dengan kalimat itu, ia berbalik dan pergi, meninggalkan kerumunan yang mulai membubarkan diri.

Azka yang masih terduduk di tanah menatap Delisa dengan wajah penuh rasa bersalah. "Maaf, Del. Aku gak tahan lagi liat dia ganggu kamu."

Delisa berlutut di samping Azka, membelai wajahnya yang memar. "Gak apa-apa, Ka. Tapi kamu gak harus seperti ini untuk buktikan kalau kamu sayang sama aku."

Azka mengangguk pelan sambil menatap Delisa dalam-dalam. "Aku cuma gak mau ada orang lain yang bikin kamu takut atau gak nyaman. Aku sayang kamu, Del."

Delisa tersenyum kecil, meski hatinya masih terasa cemas. Ia merasa terharu atas keberanian Azka, namun ia juga berharap bahwa kejadian seperti ini tidak terulang lagi.

...****************...

Keesokan harinya, berita tentang perkelahian antara Azka dan Galih sudah menyebar ke seluruh sekolah. Semua orang membicarakan bagaimana Azka, yang biasanya pendiam, akhirnya berani melawan kakak kelas demi Delisa. Beberapa teman bahkan memberikan semangat pada Azka, sementara yang lain memberikan selamat pada Delisa karena punya pacar yang berani membelanya.

Namun, Azka sendiri tidak merasa bangga dengan apa yang terjadi. Ia merasa bersalah karena tidak bisa mengendalikan emosinya, bahkan di depan Delisa.

Saat istirahat, Azka menemui Delisa di taman belakang sekolah. Ia menunduk, menggaruk kepalanya dengan canggung. "Del, aku minta maaf lagi. Aku tahu kamu gak suka aku berantem."

Delisa menatap Azka dengan senyum lembut. "Ka, aku gak marah. Aku malah terharu karena kamu berani belain aku. Tapi, aku gak mau kamu kenapa-napa cuma karena masalah kayak gini. Kalau ada masalah lagi, kita selesaikan bareng, ya?"

Azka mengangguk sambil tersenyum. "Iya, Del. Aku janji gak akan asal mukul lagi."

Mereka berdua tertawa kecil, saling memandang dengan penuh kasih. Kini, Delisa merasa lebih yakin bahwa meskipun banyak halangan yang mungkin menghadang, ia dan Azka akan selalu bisa melewati semuanya bersama.

Mereka masih duduk di taman, menikmati momen damai setelah hari-hari yang penuh drama. Azka menggenggam tangan Delisa, menariknya lebih dekat sambil tersenyum.

"Eh, Del, aku kan udah jadi 'pahlawan' buat kamu," katanya sambil tertawa kecil, "kayaknya aku perlu hadiah, nih."

Delisa tersenyum geli dan berpura-pura berpikir keras. "Hmm... hadiah apa ya yang cocok buat 'pahlawan' yang sok berani ini?" godanya.

Azka tertawa kecil, lalu menunjuk pipinya yang masih sedikit memar. "Gimana kalau aku minta satu hadiah di sini aja?" katanya sambil menunjuk pipinya.

Delisa tertawa dan dengan malu-malu memberikan kecupan singkat di pipinya. Azka tersipu, sementara Delisa pun tersenyum lega. Mereka tahu bahwa hubungan mereka kini makin kuat, tak goyah oleh apapun.

1
fatin fatin
Aku suka ini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!