keinginannya untuk tidak masuk pesantren malah membuatnya terjebak begitu dalam dengan pesantren.
Namanya Mazaya Farha Kaina, biasa dipanggil Aza, anak dari seorang ustad. orang tuanya berniat mengirimnya ke pesantren milik sang kakek.
karena tidak tertarik masuk pesantren, ia memutuskan untuk kabur, tapi malah mempertemukannya dengan Gus Zidan dan membuatnya terjebak ke dalam pesantren karena sebuah pernikahan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Beralasan untuk keluar
Gus Zidan segera menutup ponsel Aza dan meletakkannya di meja ketika ketukan di pintu membuyarkan konsentrasinya. “Assalamu'alaikum,” suara lembut namun penuh wibawa terdengar dari balik pintu.
“Wa'alaikumussalam, silakan masuk, Bah,” jawab Gus Zidan sambil bergegas mempersilakan Abah Yai masuk dan duduk.
Abah Yai, kakek sekaligus guru besar bagi Gus Zidan, duduk di kursi di depannya.
"Apa Abah menggangu?" tanyanya dengan penuh perhatian.
"Sama sekali tidak, bah."
Kemudian tatapan Abah yai terfokus pada layar ponsel yang masih menyala menandakan jika ponsel itu baru saja selesai di pegang, di layar depan terdapat foto Aza yang tengah tersenyum. Dengan tatapan penuh perhatian, Abah Yai langsung bertanya, "Bagaimana kabar Aza di pesantren?" tanyanya kemudian, meskipun pemilik pesantren tapi Abah tidak begitu memperhatikan satu per satu santri, ia memperlakukan sama pada semua santrinya apalagi di pesantren perempuan, untuk memeriksanya adalah tugas Bu nyai Khadijah.
"Alhamdulillah, baik bah."
"Sudah bertemu dengannya, Zidan?"
Gus Zidan sedikit tertegun mendengar pertanyaan itu, lalu tersenyum samar. “Alhamdulillah, Bah. Aza masih beradaptasi. Saya sudah melihatnya, tapi belum banyak berbicara dengannya.”
Abah Yai tersenyum bijak. "Ya, memang tidak mudah bagi seseorang seperti Aza untuk tiba-tiba berada di lingkungan pesantren. Berikan dia waktu, Zidan. Jangan terlalu keras, tapi juga jangan terlalu lembek."
"Baik bah, saya mengerti."
Abah Yai menepuk punggung tangan cucunya, menunjukkan kebijaksanaan yang selalu ia miliki. kemudian Abah Yai melanjutkan, "Bagaimana persiapan untuk acara pengajian Akbar minggu depan? Apakah semuanya sudah siap?"
Gus Zidan mengangguk, lalu menjawab dengan tenang, “Insya Allah, Bah. Saya sudah berkoordinasi dengan para ustad dan beberapa pengurus lainnya. Persiapan tempat, pengaturan jamaah, serta kebutuhan logistik sudah berjalan. Kita tinggal memastikan semuanya berjalan lancar hingga hari H.”
Abah Yai tersenyum puas, “Bagus. Acara ini penting untuk pesantren kita. Pengajian Akbar selalu menjadi momen yang dinantikan, tidak hanya oleh santri, tetapi juga oleh masyarakat sekitar. Pastikan juga materi yang disampaikan bermanfaat dan menggugah hati.”
Gus Zidan mengangguk lagi, merasa termotivasi oleh nasihat Abah Yai. "Saya akan memastikan itu, Bah. Mudah-mudahan acaranya berjalan lancar dan memberikan banyak manfaat."
Abah yai sengaja menunjuk Gus Zidan sebagai pemateri dalam acara pengajian itu untuk membagi ilmu yang ia dapat selama di Kairo.
Abah Yai mengangguk setuju, lalu mengucapkan, “Alhamdulillah. Abah percaya kau bisa memimpin acara ini dengan baik.”
"Terimakasih atas kepercayaannya bah."
Abah yai pun kemudian berdiri dari duduknya, "Sudah larut, segeralah tidur. Jangan sampai pekerjaan melalaikanmu."
"Baik bah, mari saya antar keluar." ucap Gus Zidan dengan hormat saat Abah yai hendak keluar dari ruangan itu, gau Zidan dengan telaten memapah langkah Abah yai yang tampak tidak kuat karena sudah termakan usia.
"Sudah sampai sini saja. Istirahatlah. Assalamualaikum."
"Waalaikum salam warahmatullahi wa barokhatu."
***
Sore ini setelah menyelesaikan hukumannya, Aza duduk diam di Gasebo sambil memperhatikan para santri lain yang sedang bercengkerama dengan riang, sementara pikirannya sibuk mencari cara untuk bisa menemui Gus Zidan tanpa menarik perhatian mereka.
Setelah beberapa lama, ia mendekati salah satu teman sekamarnya dan dengan nada santai bertanya, "Eh, kalau misalnya mau keluar dari pesantren sebentar, biasanya alasan apa aja yang diperbolehkan?"
santri itu menatap Aza dengan bingung sejenak sebelum menjawab, "Kamu mau keluar?"
"Ya cuma buat berjaga-jaga aja sih." ucap Aza beralasan.
"Oh, biasanya sih kalau ada urusan penting, kayak dijemput keluarga atau ada keperluan medis. Kalau cuma mau keluar tanpa alasan jelas, biasanya nggak diizinkan."
Aza mengangguk, mencoba terlihat biasa saja, meskipun otaknya berputar mencari alasan yang bisa diterima. "Kalau misalnya ada keperluan keluarga mendesak, boleh, kan?"
Temannya mengangguk lagi. "Iya, tapi harus ada izin dari Bu Nyai atau petugas pesantren. Mereka nggak bakal ngasih izin sembarangan. Dan juga atas persetujuan keluarga."
Masak aku harus ngomong dulu sama Gus Zidan? Kalau kayak gitu kan bisa ketahuan nanti ..., batin Aza .
Aza berpikir keras, mencoba mencari alasan yang tepat untuk bisa keluar dan menemui Gus Zidan tanpa menimbulkan kecurigaan.
Setelah berpikir cukup lama, Aza akhirnya mendapatkan ide. Ia memutuskan untuk menuju ke ruang pengurus, "Assalamualaikum , ustadzah."
Kebetulan di dalam ruangan itu ada ustadzah Fatimah, "Waalaikumsalam, Iya. Silahkan masuk."
Aza pun masuk dan duduk di kursi yang berada di depan meja ustad Fatimah, "kamu Aza kan? Ada masalah apa?"
"Sebenarnya perutku sakit, ustadzah. aku mau ijin ke apotek sebentar boleh?" tanyanya sambil berpura-pura sakit perut.
"Biar ustadzah minta tolong teman kamu untuk membelikan obat kalau kamu sakit."
"Nggak perlu ustadzah, ini hanya kram awal menstruasi jadi sudah bisa jalan sendiri, lagi pula apoteknya tidak jauh kan. saya janji tidak sampai setengah jam saya akan kembali." ucap Aza meyakinkan.
Ustadzah Fatimah mengamati Aza sejenak, ragu akan kejujurannya. Namun, melihat ekspresi Aza yang tampak kesakitan, ustadzah Fatimah pun mengiyakan, "Ya sudah, tapi cepat ya! Jangan lama-lama di luar."
Aza mengangguk, berterima kasih kepada ustadzah Fatimah sebelum melangkah keluar.
Aza berusaha berjalan dengan cepat, memastikan tidak ada santri lain yang curiga. Begitu keluar dari pesantren, ia merasa sedikit lega dan bersemangat untuk menemui Gus Zidan.
Setelah menembus jalan setapak yang mengarah ke rumah yang baru direnovasi, Aza melirik sekeliling, memastikan tidak ada yang mengikuti. Setelah yakin, ia melanjutkan langkahnya menuju rumah Gus Zidan, berharap bisa bertemu tanpa ada yang mengetahui.
Bersambung
Happy reading
emak nya Farah siapa ya...🤔...
aku lupa🤦🏻♀️
yang sebelm nya ku baca ber ulang²....
hidayah lewat mz agus🤣🤣🤣🤣🤣🤣....
eh.... slah🤭.... mz Gus....😂😂😂
100 dst siapa ikut😂😂😂😂
hanya krn anak pun jadi mslh tambah serem....
ke egoisan yang berbalut poligami dan berselimut dalil...🤦🏻♀️... ending nya Cusna terluka parah.....
hanya krn anak pun jadi mslh tambah serem....
ke egoisan yang berbalut poligami dan berselimut dalil...🤦🏻♀️... ending nya Cusna terluka parah.....