Di usianya yang baru menginjak 17 tahun Laila sudah harus menjadi janda dengan dua orang anak perempuan. Salah satu dari anak perempuan itu memiliki kekurangan (Kalau kata orang kampung mah kurang se-ons).
Bagaimana hidup berat yang harus dijalani Laila dengan status janda dan anak perempuan yang kurang se-ons itu?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
"Bagaimana Salwa hari ini, Bu guru?." Tanya Laila di ruangan guru sambil memperhatikan Salwa yang sedang bermain bola bekel.
"Baik, anteng, bisa mengikuti pelajaran di akhir jam pelajaran. Tapi..." Ibu guru sengaja menjeda ucapannya. Merasa tidak enak hati untuk menyampaikannya pada Laila, takut tersinggung.
"Tidak apa-apa Ibu guru, katakan saja. Justru saya sangat membutuhkan informasi sekecil apapun tentang Salwa di sekolah yang tidak terlihat mata saya."
Ibu guru tersenyum, merasa senang dengan Laila yang mau menerima dan terbuka tentang Salwa darinya.
"Saya kurang tahu juga alasannya apa. Apa karena efek yang kemarin itu, mohon maaf pelecehan. Atau karena memang seperti itu. Jadi Salwa sudah suka sekali dekat-dekat dengan laki-laki.
"Astagfirullah" Laila memegangi dadanya.
Tadi saja sudah empat kali saya menemukan Salwa seperti itu. Sudah saya beritahu juga tidak boleh seperti itu, tapi lagi-lagi Salwa mengulanginya. "
Laila terdiam sembari meremat ujung hijabnya. Tidak berselang lama pamit pada Ibu guru dan pulang bersama Salwa. Sambil menggenggam tangan sang putri, pikiran Laila terus saja tidak tenang. Apa yang harus dilakukannya untuk Salwa?.
Tiba di rumah Laila langsung menyuapi Salwa dan Halwa. Kemudian bersama mengerjakan shalat, setelahnya membiarkan kedua anaknya bermain.
"Untuk pesanannya di stop dulu ya, Teh."
"Untuk pembuatan hari ini?."
"Iya, kalau untuk besok tidak apa-apa. Kita habiskan saja stok yang ada."
"Iya, Laila."
Laila pun mengambil handphone, mencoba mencari informasi yang mungkin didapatkannya. Tapi rupanya Laila kurang puas dan langsung mengirimkan pesan pada Arman. Detik itu juga Arman meneleponnya.
"Maaf menganggu."
"Tidak apa-apa, aku tidak sedang sibuk."
"Kamu mau membawa Salwa ke psikolog?."
"Iya."
"Ke mana?."
"Di kota sini tidak ada."
"Oke, coba aku cari informasi terdekat."
"Jangan dimatikan teleponnya."
"Iya."
Sambil menunggu, Laila menulis pesanan untuk besok. Kebanyakan pesanan puding, mungkin karena baru launching juga.
"La."
"Iya. Di mana lokasi terdekat?."
"Kota Bandung, paling sekitar satu jam ke sana."
"Tolong kamu kirim alamatnya."
"Hmmm."
"Tapi ngomong-ngomong harus buat janji dulu atau bisa langsung datang?."
"Langsung datang bisa."
"Terima kasih, Arman."
"Kapan mau ke sana?."
"Oh iya, lupa tanya. Praktiknya setiap hari atau hari-hari tertentu saja?."
"Senin, Selasa dan Sabtu."
"Paling Sabtu ke sana, Salwa libur."
"Oke."
Sambungan telepon pun diputus keduanya. Laila menyibukkan diri untuk memenuhi pesanan besok.
*****
Setiap harinya pesanan yang masuk ke warung Laila sangat-sangat banyak. Sampai-sampai Laila dan Teh Yayuk serta Mang Iwan sangat kewalahan. Dan Teh Linda harus segera kembali membantunya.
Walau sangat malu tapi Teh Linda akhirnya mau kembali membantu Laila.
"Terima kasih Teh, sudah mau kembali ke sini."
"Justru aku yang sangat berterima kasih sama kamu, Laila. Kamu mau mempekerjakan aku lagi."
"Kita saling membutuhkan, Teh." Laila tertawa pelan.
Teh Linda dan Teh Yayuk juga ikut tertawa.
"Oh iya, sekalian saja saya katakan mumpung kita lagi kumpul."
"Ada apa, Laila?." Tanya Teh Yayuk.
"Saya mau titip warung sama Teh Yayuk dan Teh Linda. Besok pagi saya mau pergi ada urusan, bisa cepat bisa lama juga. Tapi tidak lama sampai berminggu-minggu. Paling dua sampai tiga hari. Minta tolong buka seperti biasa dan terima pesanan semampu Teh Linda dan Teh Yayuk."
"Urusan apa?." Tanya Teh Linda.
"Maaf, saya tidak bisa memberitahukan Teh Linda dan Teh Yayuk urusan saya apa. Tidak apa-apa 'kan?."
"Iya, maaf kalau aku mau tahu urusan kamu."
"Tidak apa-apa, Teh."
"Kalau mau menginap di sini boleh tapi maaf tempatnya seadanya. Kalau mau pulang juga tidak apa-apa. Senyaman Teh Linda dan Teh Yayuk saja."
"Iya, kamu tenang saja. Semoga urusan kamu cepat selesai dan kembali lagi ke sini."
"Aamiin."
Sepulangnya mereka dari rumah, Laila segera menyiapkan segala keperluannya untuk keberangkatannya ke kota Bandung. Laila pun menyempatkan diri membuat puding, memenuhi pendinginnya dan bolu pisang aneka toping.
Laila begitu gelisah sampai tidak bisa memejamkan mata. Takut akan ini dan itu tentang Salwa. Kini pikirannya pun dipenuhi ketakutan kalau Halwa akan mengalami nasib yang sama dengan Salwa.
Pikirannya itu terputus saat handphonenya berdering dan itu dari Arman.
"Besok bawa puding vanila cup ukuran besar dua dan bolu pisang toping keju tiga loyang."
"Pesanan?."
"Iya, besok aku ambil pesanannya di jalan depan."
"Habis shalat subuh saya jalan."
"Iya, jam segitu aku sudah bangun."
"Iya."
"Cepat tidur! Tidak usah banyak pikiran."
"Hmmm."
Laila segera berbaring setelah menutup teleponnya. Memejamkan mata di waktu sisa malamnya.
Tepat pukul setengah lima subuh Laila sudah siap berangkat setelah shalat subuh. Anak-anak sudah shalat dan sarapan juga. Halwa dan Salwa minum obat supaya tidak mabuk kendaraan. karena setahunya kedua anaknya suka mabuk kendaraan.
Laila dan kedua anaknya berangkat setelah Teh Yayuk dan Teh Linda datang ke rumahnya. Mereka bertiga jalan di gelapnya waktu subuh.
Mobil Arman sudah menunggu dan Laila segera menghampiri karena niatnya mau menyerahkan pesanan. Tapi saat Laila memberhentikan angkutan umum yang kebetulan lewat, Arman justru meminta supir angkutan umum itu untuk jalan.
"Kenapa diusir angkutannya? Saya sengaja berangkat jam segini supaya bisa datang lebih awal." Protes Laila pada Arman yang turun dari mobil.
"Anak-anak duduk di belakang dan Ibu Laila duduk di depan." Perintah Arman seraya membuka pintu bagian depan kemudian belakang.
"Hore!!" Salwa dan Halwa melompat kegirangan sebelum memasuki mobil Pak Arman nya.
"Arman, saya tidak ingin merepotkan kamu terus." Laila memegangi pintu yang dibuka untuknya.
"Semakin cepat kamu masuk semakin pagi kita sampai di sana."
Laila pun menurut, karena itu yang diinginkannya.
Setengah jam perjalanan dipenuhi canda tawa Halwa dan Salwa. Kemudian berganti hening karena kedua anak itu sudah tidur pulas sambil memeluk guling yang sudah Arman sediakan.
"Kamu bolos lagi?." Laila menatap Arman yang fokus mengemudi.
"Tidak juga." Arman tetap fokus pada jalanan.
"Aku belum makan, bisa minta tolong ambil bolu yang tadi kamu bawa?."
Laila mengangguk. Satu potong kecil bolu pisang toping keju sudah di tangannya.
"Aaaa" Arman membuka lebar mulutnya tanpa melihat wajah Laila yang sudah memerah karena malu.
Laila tidak segera mengikuti kemauan Arman. Perempuan itu masih terpaku dengan mulut Arman yang terbuka lebar sampai mulut itu tertutup dengan sendirinya karena pegal.
"Aku lagi nyetir, perutku lapar, belum kena apapun. Masa kamu tidak mau menolongku?." Sejenak Arman menoleh ke arah Laila lalu kembali fokus lagi ke depan.
Laila tampak berpikir, sungguh ini di luar dugaannya.
"Aaaa" kembali Arman membuka mulutnya.
Dan dengan ragu-ragu dibarengi tangan yang gemetar Laila mencoba memasukan potongan roti itu ke dalam mulut Arman.
Bersambung.....
jangan lupa dateng aku di karya ku judul nya istri kecil tuan mafia
jangan lupa mampir di beberapa karyaku ya😉