Seorang pendekar muda bernama Panji Rawit menggegerkan dunia persilatan dengan kemunculannya. Dia langsung menjadi buronan para pendekar setelah membunuh salah seorang dedengkot dunia persilatan yang bernama Mpu Layang, pimpinan Padepokan Pandan Alas.
Perbuatan Panji Rawit ini sontak memicu terjadinya kemarahan para pendekar yang membuatnya menjadi buronan para pendekar baik dari golongan putih ataupun hitam. Sedangkan alasan Panji Rawit membunuh Mpu Layang adalah karena tokoh besar dunia persilatan itu telah menghabisi nyawa orang tua angkat nya yang memiliki sebilah keris pusaka. Ada rahasia besar di balik keris pusaka ini.
Dalam kejaran para pendekar golongan hitam maupun putih, Panji Rawit bertemu dengan beberapa wanita yang selanjutnya akan mengikuti nya. Berhasilkah Panji Rawit mengungkap rahasia keris pusaka itu? Dan apa sebenarnya tujuan para perempuan cantik itu bersedia mengikuti Panji Rawit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Banjir Darah di Padepokan Pandan Alas ( bagian 1 )
Menyamar??!!
Pramodawardhani masih terdiam memikirkan caranya menyamar seperti apa yang dikatakan oleh Panji Rawit saat ia melihat sang pendekar muda tiba-tiba menangkupkan kedua tangan di depan dada sambil menundukkan wajah. Dengan cepat cahaya gelap menutupi seluruh tubuh Panji Rawit dan di kejap waktu berikutnya, sesosok lelaki bertubuh bogel dengan wajah penuh bopeng bekas jerawat muncul di tempat Panji Rawit berada. Punggungnya sedikit bungkuk beberapa bisul nampak menghiasi bahu.
Betapa terkejutnya Pramodawardhani melihat hal ini. Dia bahkan sampai mundur beberapa langkah ke belakang.
"Si-siapa kau? Mengapa kau ada disitu? ", tanya Pramodawardhani segera.
" Apakah kau sudah tidak mengenali ku lagi, Cempluk? Ini aku Panji Rawit.. ", kata Cempluk yang baru disebut oleh pemuda bogel itu seketika menyadarkan Pramodawardhani.
" Kau Kakang Panji Rawit? ", Pramodawardhani yang masih setengah tidak percaya kembali bertanya.
" Tentu saja. Memangnya kau pikir siapa yang ada di dekat mu sedari pertapaan Guru Maharesi Girinata tadi? ", jawab pemuda bogel itu tetap dengan gayanya yang cuek bebek.
" Loh loh loh, kog bisa berubah begini Kakang? Wah ini adalah penyamaran paling sempurna yang pernah aku lihat. Ajari aku ilmu ini Kakang.. ", ucap Pramodawardhani dengan bersemangat.
" Eits eits eits.. Ini adalah Ajian Malih Rupa, bukan ilmu yang sulit. Akan tetapi butuh waktu yang cukup lama untuk mempelajari nya. Sekarang tidak sempat lagi untuk mengajari mu.
Sekarang yang penting adalah menyamarkan diri", mata Panji Rawit menatap ke arah Pramodawardhani sebentar. Lalu ia dengan cepat merobek jarit nya sedikit, melepaskan ikatan rambutnya hingga menjadi awut-awutan, lalu mengoleskan tanah pada lengan perempuan berkulit kuning langsat ini. Penampilannya kini tak ubahnya seperti seorang gelandangan di pasar.
Lalu Panji Rawit membungkus pedang Pramodawardhani dengan kain hingga menyerupai tongkat kayu lalu mengikat buntalan kain hitam wadah bekal perjalanan mereka ke salah satu ujungnya hingga betul-betul membuat penampilan mereka mirip dengan pengembara miskin. Panji Rawit dan Pramodawardhani tersenyum puas dengan perubahan penampilan mereka.
Kedua nya saling menganggukkan kepala sebelum keluar dari tempat persembunyiannya untuk melintas di dekat pertarungan antara Ki Mandrakumara, Pramesthi dan Danarmaya. Kemunculan mereka berdua membuat pertarungan itu terhenti.
"Lanjutkan l-lanjutkan saja, k-kami hanya lewat.. ", ucap Panji Rawit dengan nada penuh ketakutan.
" I-iya kita numpang lewat ya, permisii.. ", sambung Pramodawardhani dengan nada lirih.
Seluruh mata tertuju pada mereka berdua. Meskipun mau bergerak, tapi bagaimanapun juga mereka adalah pendekar-pendekar dunia persilatan golongan putih yang tidak boleh membunuh orang tanpa alasan. Membunuh gembel gembel seperti mereka berdua hanya akan membuat martabat mereka menjadi lebih rendah.
Pramesthi menaruh curiga pada pemuda bogel dengan muka bopeng itu karena tatapan matanya teduh dan bening seperti mata Panji Rawit yang ia temui kemarin dulu. Akan tetapi tubuhnya yang bungkuk dengan beberapa bekas jerawat dan bisul di tubuhnya membuat nya urung menghentikan pergerakan dua gembel itu yang terus bergerak menjauhi tempat pertarungan.
Saat telah berada di pinggiran jalan yang cukup jauh dari arena pertarungan antara Ki Mandrakumara dan kedua muridnya melawan murid-murid Padepokan Padas Putih, Pramodawardhani dan Panji Rawit langsung melesat cepat bagaikan terbang meninggalkan tempat itu. Pramesthi yang sempat melihat keris pusaka yang terselip di pinggang pemgemis gembel itu, baru sadar kalau itu adalah keris yang sama dengan yang ada di pinggang Panji Rawit sebelumnya. Saat ia menoleh ke arah dua gembel itu, ternyata keduanya telah menghilang.
"Guru guru, dua gelandangan itu sudah pergi.. ", ucapan Pramesthi membuat Ki Mandrakumara dan Danarmaya seketika menoleh ke arah perginya dua gelandangan yang baru melintas akan tetapi mereka sudah tidak ada lagi di tempat itu.
"Kurang ajar!!! Kita sudah ditipu mentah-mentah oleh dua gembel itu!
Heh kalian orang-orang Padepokan Pandan Alas, aku curiga bahwa dua orang itu adalah orang yang akan membuat kekacauan di perguruan silat kalian. Kejar mereka, aku yakin mereka masih belum terlalu jauh.. ", teriak Danarmaya yang membuat Karta, pimpinan para murid itu mendengus keras.
" Kalau kalian sampai menipu kami, humphh..
Aku akan membuat perhitungan dengan kalian!!
Kawan-kawan, kita kejar gembel-gembel keparat itu!! ", begitu aba-aba dari Karta terdengar, kesepuluh kawannya mengangguk cepat dan mereka segera mengejar ke arah pergi nya Panji Rawit dan Pramodawardhani. Sebentar kemudian mereka sudah menghilang dari tempat itu.
Begitu Karta dan kawan-kawan nya pergi, Pramesthi menarik nafas lega dan menyarungkan kembali pedang nya sambil melangkah mendekati Ki Mandrakumara.
"Guru, apa kita tidak sebaiknya ikut mengejar dua gelandangan itu? Kalau orang itu bukan Panji Rawit sih kita tidak rugi tapi kalau dia Panji Rawit bukankah kesempatan kita untuk mendapatkan hadiah besar akan hilang begitu saja?"
Mendengar pertanyaan Pramesthi, Ki Mandrakumara menghela nafas panjang.
"Sebaiknya kita tidak usah memikirkan lagi untuk mendapatkan hadiah dari Adipati Aji Wiraprabhu lagi, Pramesthi..
Aku tidak mau jika urusan itu akhirnya malah menjadi masalah besar bagi kita di kemudian hari. Ayo sudah waktunya aku mengantar mu ke Kotaraja Tamwlang untuk bertemu dengan orang tua mu.. ", setelah berkata demikian, Ki Mandrakumara segera melangkah ke arah kuda tunggangan nya. Danarmaya menepuk-nepuk pundak Pramesthi sebelum mengikuti langkah kaki sang guru. Setelah itu, mereka bergegas memacu kuda kuda mereka ke arah tenggara dimana Kotaraja Tamwlang berada.
Karta dan kawan-kawan terus berlari cepat ke arah utara. Mereka berharap untuk dapat secepatnya bertemu dengan Panji Rawit dan Pramodawardhani yang sedang dalam penyamaran itu.
Sesampainya di tepi Sungai Wulayu, Karta dan kawan-kawan celingukan kesana kemari mencari sosok yang menjadi buronan mereka. Akan tetapi mereka tak juga berhasil menemukan nya.
"Apa yang sebaiknya kita lakukan Kakang? Apa kita sebaiknya segera pulang ke Padepokan Pandan Alas untuk melaporkan hal ini pada Ki Gandra?", tanya salah seorang pengikut Karta.
" Ya kalau gembel itu benar-benar orang yang kita cari? Kalau tidak, bukankah itu akan membuat marah Ki Gandra hah?!
Kita teruskan pencarian mereka lebih dulu, baru jika dalam satu dua hari ke depan tidak ketemu kita laporkan ini pada pimpinan Padepokan Pandan Alas. Ayo pergi.. ", perintah Karta yang membuat kesepuluh kawannya segera mengikuti langkah pimpinan mereka. Setelah Karta pergi, sepasang kepala menyembul dari balik bekas perahu terbengkalai di bantaran Sungai Wulayu.
" Sepertinya kita harus secepatnya menyatroni Padepokan Pandan Alas. Jika tidak segera, maka hidup kita akan selalu dalam bayang-bayang pengawasan mereka selamanya ", ucap Panji Rawit sembari memukul tepian geladak kapal rusak itu.
" Jumlah murid Padepokan Pandan Alas cukup banyak. Untuk bisa mengalahkan mereka, kita harus menggunakan taktik jitu. Jika tidak, kita berdua akan kelelahan akibat terlalu banyak menghadapi para cecunguk seperti mereka ", sahut Pramodawardhani segera. Panji Rawit cepat menganggukkan kepalanya.
Senja begitu indah menghiasi langit di barat Padepokan Pandan Alas. Warna jingga kemerahan nya perlahan-lahan menjadi gelap seiring berjalannya waktu. Para kelelawar mulai keluar dari sarangnya.
Suasana malam di Padepokan Pandan Alas berubah setelah beberapa titik api muncul dan membakar beberapa bangunan beratap daun alang-alang kering yang mudah terbakar. Angin semilir dari arah selatan semakin mempercepat api melahap setiap bagian bangunan. Tentu hal itu langsung membuat seluruh penghuni Padepokan Pandan Alas kelabakan berusaha keras untuk memadamkan api.
"Kebakaran..!! Kebakaran...!! Cepat padamkan apinya!! ", teriakan lantang terdengar bercampur suara titir kentongan bertalu-talu membuat suasana di Padepokan Pandan Alas benar-benar kacau balau.
Di sisi tebing batu yang tinggi, Panji Rawit dan Pramodawardhani yang telah berganti penampilan seperti semula menatap keributan yang mereka ciptakan.
"Tembak lagi, Kakang!! Itu ke arah bangunan paling besar yang ada di tengah. Sepertinya itu adalah bangunan utama Padepokan Pandan Alas", ucap Pramodawardhani sembari menunjuk ke arah sebuah bangunan besar yang merupakan tempat tinggal dari pimpinan perguruan silat ini. Panji Rawit mengangguk cepat dan segera menyulut ujung mata anak panahnya ke obor lalu membidik ke arah yang ditunjuk oleh Pramodawardhani.
Shhrrrriiiiiinnnggggg..!!
Shhrrrriiiiiinnnggggg..!!
Shhrrrriiiiiinnnggggg..!!
Tiga anak panah berapi melesat cepat ke arah bangunan besar. Tapi belum sempat menyentuh dedaunan kering yang menjadi atap, sebuah gelombang tenaga dalam menghantam ke arah nya.
Blllaaaarrrrr ttrraaaaakkk!!!
Anak panah itu langsung hancur seketika. Bersamaan dengan itu, dua sosok bayangan muncul di atap bangunan utama Padepokan Pandan Alas. Mereka adalah Mpu Sedah dan Nini Ciptarasa atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sepasang Burung Tua dari Padepokan Pandan Alas.
Mpu Sedah mengedarkan pandangan nya ke sekeliling tempat itu sembari berteriak lantang. Suaranya keras memekakkan gendang telinga karena mengandung tenaga dalam tingkat tinggi.
"Keluarlah, jangan jadi pengecut yang bersembunyi di balik kegelapan malam.
Ayo kita bertarung secara jantan!! "
eh lha kok justru nyawa mereka sendiri yang tercabut 😆
modyar dengan express dan success 😀
bisa membuat tanah terbelah...keren! 👍
Ajian Malih Butha tak ada gregetnya di hadapan Lokapala 😄
up teruus kang ebeezz..🤗🤗
tuh kan bnr iblis pencabut nyawa cmn skdr nama.
nyatanya nyawa mreka sndiri yg di cabut
up teruus kang ebeezz..🤗🤗🤗