Balas Dendam Kanaya

“Jangan Laura, bagaimana pun juga seAyah.. Dalam darah kita mengalir darah yang sama, kau Setega itu!” Mayang mencoba bernegosiasi, berharap kali ini Laura iba padanya dan membujuk Kanaya untuk tidak melakukan itu.

“Memang dalam diri kita mengalir darah yang sama, tapi beda nya kau anak seseorang yang merebut suami orang lain, sedang aku.. Aku anak yang lahir dari hubungan yang sah. Kenapa aku harus berbelas kasihan pada mu sekarang? Kau lupa...kau saja tidak punya hati saat merebut Ibra dari Kanaya. Lebih parah nya lagi.. Kalian tidak kasihan saat akan membuang Kanaya berikut anak yang berada dalam perut nya ke sungai. Kalau saat itu Kanaya bisa bernegosiasi seperti sekarang ini pada mu, apa kau akan kasihan?”

“Itu kesalahan, Laura! Aku sudah melakukan kesalahan pada Istri sebaik Kanaya.. Tolong, Nay! Jangan lakukan itu.. Kau bisa hukum aku apa saja, tapi jangan suntikan virus itu, aku mohon, Nay!” Kini gantian Ibra yang memohon, ia masih yakin kalau dalam hati Kanaya masih ada sisa cinta untuk nya. Mana mungkin, selama tiga tahun mereka hidup bersama, rasa cinta itu tidak tersisa sedikitpun.

“Pengampunan mu sudah habis, mas! Saat aku tahu kalau kau mulai bermain api dengan Mayang. Bahkan semua rasa sayang dan cinta yang pernah aku tujukan hanya untuk mu, sudah terbakar habis juga tepat saat kau membuang aku dan anak kita ke sungai. Tidak kah kau merasa iba pada bayi yang belum ku lahirkan? binatang saja masih punya rasa belas kasihan untuk melindungi anak-anak nya.. Ia bahkan rela melakukan apa saja agar anak-anak nya dapat tumbuh sehat, dan aman. Tapi kau!! Kau Manusia Ibra!! tapi kelakuan mu, melebihi binatang buas! bedebah sialan kau!” Kanaya kembali menghujani Ibra dengan pukulan-pukulan keras di wajah nya. Membuat pria itu mengadu kesakitan, darah darah segar sudah mengalir dari telinga, bibir dan hidung. Ibra benar-benar tak berdaya di buat nya.

“Sudah, Nay!” Suara Ryu mengehentikan tangan Kanaya yang sibuk menghajar Ibra. Kanaya langsung menoleh, dan Ryu langsung menghampiri nya. Kanaya berhambur memeluk suami nya, dan Ryu pun membalas nya dengan erat. Ryu menenangkan istri nya dengan cara mengusap-usap rambut nya.

“Apa yang kau lakukan? Kenapa kamu jadi begini, Nay!”

“Gara-gara orang biadab ini, aku jadi ikutan biadab!”

“Sudah.. Jangan kotori tangan mu lagi untuk dua orang manusia ini. Biar aku saja yang melanjutkan nya.” ucap Ryu lagi, ia mengendurkan pelukan Kanaya, lalu memberi kode pada Jack dan Albert.

“Bawa barang nya ke sini!” titah Ryu pada Jack, Jack langsung membawa sebuah kotak peti es kecil dan membuka nya, dia buah suntikan yang di dalam nya ada cairan seperti darah. Padahal tadi Kanaya hanya menggertak nya saja, dari mana Ryu tahu apa yang dia katakan tadi.

“Jangan Tuan, aku akan meminta pengampunan Kanaya, Bagaimana pun cara nya.. Aku akan meminta maaf pada nya berulang kali, tapi aku mohon bebaskan kami, Tuan!” ucap Ibra dengan rengekan, terdengar begitu memelas dan memilukan bagi siapa saja yang mendengar nya.

Ryu tidak menggubris ucapan Ibra.. Ia langsung memakai sarung tangan karet dan mengambil suntikan tadi. Alis mata nya terangkat, dan sorot mata nya begitu tajam menatap Ibra dan Mayang.

“Jangan Tuan, kau tahu betul kan kalau aku kakak nya Laura, kau tega melakukan itu?”

“Kenapa aku harus tidak tega? Kau bukan family ku.. bukan orang penting juga buat ku.. Jadi apa ada alasan untuk aku tidak melakukan nya sekarang?”

“Tapi aku kakak nya Laura! Anak yang sudah kau angkat derajat nya itu.”

“Lalu?”

“Tuan aku mohon, lepaskan kami! Aku janji.. aku dan suami ku tidak akan mengganggu istri mu lagi! tapi jangan siksa kami dengan virus menjijikan itu, tuan!”

“Baiklah.. Aku beri kalian dua pilihan! pertama pergi dan menetap lah di Afrika dan jangan kembali lagi ke sini ataupun menampakan wajah kalian lagi di hadapan ku, Kanaya dan Laura, atau kalian aku buat cacat seumur hidup? kalian akan pilih yang mana?” Mayang dan Ibra meneguk Saliva nya sendiri dengan cepat, lalu mereka saling pandang satu sama lain. Apa yang akan mereka lakukan di Afrika sana, tempat yang paling tidak ingin mereka kunjungi atau masuk destinasi mimpi mereka mengenai wisata.

“Apa tidak ada pilihan lain, Tuan?” Ibra mencoba menawar, pilihan gila macam apa yang sudah Ryu berikan. Semua nya tetap merugikan mereka berdua.

“Tidak ada! Sekarang pilih...kalian ingin aku menyuntikkan virus ini, atau kalian memilih di antara dua pilihan yang ku layang kan!”

“Aku ke Afrika saja!” jawab Mayang cepat. Ibra memprotes nya lewat tatapan, namun Mayang tetap dalam pendirian nya kalau dia memilih untuk pergi ke Afrika di bandingkan harus cacat seumur hidup, atau berada di tanah air tapi punya penyakit.

”Lebih baik aku pergi jauh mas, daripada harus cacat atau terkena HIV! Percuma juga kita hidup kan..” Mayang membuka suara karena sejak tadi Ibra seolah menentang keputusan nya.

“Istri kedua mu lebih pintar rupanya! Sekarang kau.. Pilih mana?” Ryu menatap Ibra dengan sengit, laki-laki di hadapan nya ini lah yang sudah berani menyentuh dan melukai wanita nya.

“Aku..” Ibra sedikit ragu-ragu untuk menjawab pertanyaan Ryu, karena wajah Ryu saat ini seperti monster yang sudah lama menunggu mangsa nya. Jika ia sampai salah menjawab, maka tamat lah riwayat nya.

Ryu meletakan kembali suntikan yang berisi cairan merah seperti darah itu kembali pada peti es yang di bawa Jack. Ia juga melepaskan sarung tangan nya. Setelah itu, Tangan Ryu melepaskan ikatan tangan yang Kanaya buat tadi. Lalu mengambil tangan Ibra perlahan.

“Tangan mu ini yang kau gunakan untuk menganiaya Kanaya kan?” tanya Ryu dengan suara yang membuat bulu kuduk merinding. Termasuk Kanaya sendiri, aura mistis seolah menguat di sana. Mendadak suasana menjadi sangat horor. Ibra semakin ketakutan saja di buat nya.

“Kau gunakan satu tangan mu, atau kedua nya!” Tanya Ryu lagi, karena pertanyaan sebelum nya belum di jawab oleh Ibra.

“Tu-an.. Jangan!”

“Jawab aku!”

“Kedua nya!” jawab Ibra cepat.

Setelah mendengar itu, Ryu langsung mengambil tangan kanan Ibra dan..

Krraaaataakkk!

“Aaaaaaaaa!!” Ibra berteriak sekencang mungkin, atas rasa sakit yang ia terima dari suami Kanaya itu. Bagaimana tidak, Ryu mematahkan kelima jari tangan kanan nya secara bersamaan dengan satu gerakan saja.

“Apa yang kau lakukan Tuan!”

“Mematahkan tangan orang yang berani nya hanya dengan wanita saja! Albert, siapkan keperluan mereka untuk berangkat ke Afrika! Jangan sampai mereka bisa kembali ke sini.. Jika kembali, maka habisi saja mereka berdua, cincang tubuh nya dan berikan pada penangkaran buaya tempat biasa kita memberi mereka makan!”