No time for love.
Tidak ada cinta dalam hidupnya. Itu yang ditetapkan oleh Karen selama ini. Ia tidak ingin jatuh cinta untuk kedua kalinya, cukup ia merasakan sakitnya jatuh cinta sekali saja dalam hidupnya. Karen tidak ingin kembali merasakan perasaan yang sudah susah payah ia kubur dalam-dalam.
Namun, semuanya berjalan tidak sesuai keinginannya. Ketika Eros yang awalnya tidak pernah meliriknya sama sekali menjadi agresif selalu mengganggu hari-harinya yang tenang. Cowok itu datang dengan sejuta rahasia yang membuat Karen merasa ini bukan pertanda baik. Eros mengatakan jika cowok itu menyukainya, memaksanya untuk menjadi kekasih cowok itu. Tetapi, karena prinsip Karen yang tidak ingin jatuh cinta lagi. Karen dengan keras menolaknya, bahkan tidak segan untuk mengucapkan kata-kata hinaan untuk Eros.
Eros tidal nyerah juga, cowok itu tetap memaksa Karen untuk menjadi pacarnya. Apakah Karen menerima Eros? Atau justru terus-menerus menolak Eros? Lalu, apa yang terjadi pada masa lalu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dezzweet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 018 KAMAR MANDI
Andai sejak awal ku tahu, akhirnya begini...." Belum sempat Sean menyelesaikan liriknya, mulutnya sudah dijejali bakwan. Membuat matanya mendelik tak terima, tapi tak urung gorengan bakwan itu ia kunyah dan telan kemudian.
"Lo apa-apaan, sih? Lo ada masalah apa sama gue, sialan?" Sean bangkit ingin menonjok muka sangat Daniel. Harga diri cowok yang bercita-cita sebagai penyanyi kelas dunia itu tak terima, jika salah satu hobynya diganggu oleh manusia alien seperti Daniel.
"Lebay lo, gue cuma nawarin bakwan ke lo. Gak usah ngamuk gitu, niat gue baik, kok," beber Daniel dengan tak berdosanya.
"Mana ada orang nawarin langsung jejalin ke mulut gue." Sean tak tahan untuk tidak menjitak kepala bodoh sahabatnya itu. Caranya sangat kasar, Sean tidak suka.
"Sakit goblok!" umpatnya mengusap kepalanya yang nyeri sedikit. "Lagian lo juga makan tuh bakwan, gak usah sok lebay, deh."
"Mubazir kalo gue keluarin lagi dari mulut. Di luar sana masih banyak yang gak bisa makan, El," urai Sean sok bijak. Membuat Gibran yang sejak tadi hanya menjadi penonton pertikaian Sean dan Daniel sedikit melebarkan matanya.
"Seantet, lo bijak banget. Lo dapet pencerahan dari mana?" Gibran menatap sahabatnya takjub.
"Nama gue Sean, ege!" ralat Sean kesal. "Semalam gue dengerin ceraman di masjid dekat rumah gue."
"Preman pasar kaya lo masuk masjid? Gak salah denger gue?" ejek Daniel membuat Sean mendengus. Gibran tertawa mendengarnya.
"Preman pasar ndasmu." Lagi, Sean menjitak kepala Daniel lagi. "Gue cakep gini udah mirip Cha eunwoo yang ala badboy gitu."
"Halu anjir. Muka pas-pasan yang udah jelas lebih mirip preman pasar, malah sok ngayal mirip adik ipar gue," bantah Gibran jijik. Ia tahu setampan apa Cha eunwo itu, karena adik perempuannya begitu tergila-gila pada sosok asal boyband korea itu. Makanya ia asal sebut bahwa Cha Eunwo merupakan adik iparnya.
"Jahat banget lo pada. Awas gue aduin ayang Gara." Gara mendelik garang saat namanya disebut oleh mulut lemes Sean. Ia tidak ikut campur urusan tidak penting ketiga sahabatnya. Sahabatnya? Ia bahkan tidak sudi mengakuinya sebagai sahabat, melihat ketidakwarasan mereka.
"Bacot!" Gara beranjak meninggalkan ketiga cowok yang menatapnya cengo.
"Demi apa? Gue cuma bawa nama dia aja langsung kabur," celetuk Sean tak percaya.
"Gimana gue ajak ke KUA," sahut Daniel yang langsung ditempeleng kepalanya.
"Mulut lo, kalo ada yang denger berabe," peringat Gibran dengan senyum kecil.
"Berabe juga lo seneng kalo liat gue menderita," balas Daniel ketus.
"Gak usah ribut dulu, guys. Si Boss ngechat gue, ada apa, ya?" Sean segera membuka room chat dengan Eros. Dan membaca sederet pesan singkat yang dikirimkan oleh ketua Ravegaz angkatan kedua.
"Kenapa, Yan?" tanya Daniel penasaran.
Sean tidak menjawab, tetapi tangannya menunjukan sebuah ponsel miliknya yang berisi chat Eros di hadapan Daniel.
***
"Karen, muka lo tiap hari suram banget, sih," komentar Seyra saat melihat wajah kusut sahabatnya itu.
"Kaya masa depannya Hanum, anjir," celetuk Rachell membuat Seyra tertawa.
"Berisik." Satu kata yang keluar dari mulut Karen, membuat kedua gadis itu menutup rapat mulutnya.
"Gue kesel, anjir. Kesel banget, saking keselnya pengen maki orang," ucap Karen menggebu-gebu.
Seyra dan Rachel saling pandang. Keduanya sangat penasaran, tapi tidak berani bertanya.
"Sial banget hidup gue. Gue sama dia gak saling kenal, lo berdua tau, kan?" lanjut Karen membuat kedua sahabatnya bingung. Siapa yang dimaksud Karen? Tidak ada prolog, tau-tau sudah masuk konflik saja.
"Dia berlagak seolah gue sama dia deket. Belum lagi semalam gue dimarahin Bang Daren, gara-gara gue balik sama dia. Dasar cowok anjing."
Seyra dan Rachel masih setia mengunci rapat mulutnya. Mencoba melawan rasa penasarannya yang terus meronta dalam diri mereka.
"Padahal gue balik bareng dia juga karena paksaan tuh cowok anjing. Kalo dia gak maksa gue gak mungkin nerima ajakan dia gitu aja. You know lah, gue orangnya kaya apa." Rasanya Karen ingin menangis sekarang juga, sambil memaki nama Eros yang membuat hidupnya tidak tenang akhir-akhir ini. Dasar cowok gila bin aneh bin rese.
"Kok, lo berdua diem aja, sih? Udah mirip petasan kecemplung air, anjir," tanya Karen dengan raut kesal yang semakin bertambah. Saat menyadari kedua sahabatnya yang terlihat tidak peduli dengan penderitaannya.
"Bukannya lo sendiri yang nyuruh kita diem?" tanya Seyra balik yang akhirnya bersuara setelah cukup lama mengunci mulutnya rapat.
"Kapan? Gue gak nyuruh gitu," elak Karen yang tidak menyadari.
"Tadi waktu gue sama Rachel ketawa lo malah nyuruh kita diem," cetus Seyra sinis.
"Oh, itu." Karen mengangguk.
"Tapi, gue cuma ngomong berisik bukan nyuruh lo diem. Lo berdua salah pengartian," bantah Karen yang tak mau disalahkan.
"Sama aja, ege!" Rachel mencubit pelan pipi mengembung Karen.
"Beda, Achel!" Rachel terkekeh mendengar panggilan Karen padanya.
"Ck! Gue masih penasaran sama ucapan lo tadi. Siapa cowok yang lo maksud?" Rasa penasaran dalam diri Seyra sudah tidak terbendung lagi, ia menyurahkan pertanyaan yang sedari tadi memutar di otak cantiknya.
"Kepo lo!" jawab Karen songong. Ia sudah tidak minat untul menceritakan alasan kekesalannya ini.
"Kok, gitu, sih?" tanya Seyra tak terima.
"Lo lupa kalo diantara kita gak boleh ada yang ditutupin." Rachel langsung mengeluarkan perjanjian keramat nomor satu yang mereka buat sejak awal memutuskan untuk bersahabat.
"Kita harus saling berbagi cerita dan rasa untuk selamanya," sambung Seyra yang diakhiri dengan nada sebuah lagu.
Rachel menoyor pelan kepala Seyra. "Bukan waktunya bercanda, anjir."
"Sorry," ucapnya sedikit kesal.
"Gue males. Ntar aja, deh. Nunggu dapat minat," cengir Karen.
"Lo ngeselin banget, sih?" sentak Rachel kesal.
"Kelas, yuk!" ajak Karen yang tidak memperdulikan kekesalan Rachel.
"Ntar aja, deh. Nunggu dapat minat," balas Seyra mengikuti perkataan Karen beberapa detik yang lalu. Rachel terkekeh puas melihat ekspresi masam gadis itu.
Kalo kalian pikir ketiga gadis pembuat onar ini sedang tidak berada di kelas, itu benar. Saat ini mereka sedang menongkrong di toilet lantai satu, kebetulan toilet ini kosong. Sudah setengah jam mereka asik bergibah di sini, lebih tepatnya hanya Rachel dan Seyra saja. Karen sibuk dengan ekspresi suramnya. Tidak ada satupun murid yang mampir untuk buang air, atau sekedar cuci muka.
"Lo balik sama siapa kemaren?" tanya Rachel yang sepertinya masih penasaran dan tidak bisa menunggu mood Karen untuk menceritakan dengan suka rela. Karena, mood Karen itu tidak bisa menentu. Kadang sehari bagus, kadang sehari laginya buruk. Sudahlah kesal sendiri Rachel lama-lama.
"Aduh, kayanya lo berdua penasaran banget sama kehidupan gue." Karen mendengus melihat tatapan keingintahuan dari tatapan kedua sahabatnya. "Okey, karena gue orangnya cantik, baik hati dan tidak sombong. Bakal menceritakan kehidupan gue yang penuh duka ini, udah mirip lagunya Virgoun."
Kedua gadis itu kompak memutar kedua bola matanya malas. Kalo tidak karena rasa penasarannya yang di ujung tanduk, ia ogah melihat tingkah absurd sahabat satunya ini.
Karen mengibaskan rambutnya sok cantik. Gadis itu masih asik duduk di atas closet yang tertutup, tanpa takut terjatuh.
"Masih mau dengerin engga?" tanya Karen setelahnya.
mampir juga ya ke novel pertamaku, mari kita saling mendukung sesama penulis baru🤗🌷