Nai, seorang wanita yang menjadi janda diusia yang masih muda dan memiliki dua orang anak yang berusia enam tahun dan tiga tahun.
Suami tercinta meninggalkannya demi wanita lain. Tudingan dan hinaan dari para tetangga acap kali ia dengar karena kemiskinan yang ia alami.
Akankah Naii dapat bangkit dari segala keterpurukannya?
Ikuti kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
fitnah
Ahnaf mulai belajar untuk berjalan. Ia mencoba melawan rasa sakitnya agar dapat berjalan kembali.
Ia berpegangan pada dinding kamar dan terus berusaha untuk berjalan berjalan, meski dengan tertatih.
Naii masih sibuk dengan dagangannya. Aliyah masih asik dengan bonekanya, dan itu membuatnya tidak rewel.
Meskipun Maya menghembuskan fitnah tentang dagangannya, tetapi itu tak membuat pelanggannya berhenti membeli, sebab kualitas rasa yang disajikan sangat begitu sempurna.
Guntur, seorang pemilik bengkel motor yang berdampingan dengan kios milik Naii, setiap harinya selalu membeli dagangan wanita itu. Mulai dari sarapan, makan siang, hingga camilan yang menjadi menu dagangan Naii.
Seringnya Guntur membeli, membuat keduanya akrab sebagai pelanggan dan penjual, tak jarang terkadang ada terselip canda yang masih wajar dalam perkataan mereka.
Tetapi apa yang dilakukan keduanya, membuat banyak pasang mata memberikan perhatian yang berbeda, dan ada banyak telinga dan juga dinding yang berbicara, hingga membuat sebuah drama yang tak mengenakan hati.
Seorang wanita datang dengan langkah tergesa-gesa. Ia baru saja mendapatkan laporan jika Guntur-suaminya sedang mendekati wanita yang kini mendiami kios yang ada disebelah bengkel milik mereka.
Melihat sang suami makan siang dikios Naii, tentu saja wanita itu semakin panas hati dan segera menyerang Naii tanpa terlebih dahulu meminta penjelasan yang akurat.
"Dasar, Janda Jalang!"
Plaaaaaak...
Sebuah tamparan mendarat dipipi Naii yang tanpa tahu apa sebabnya
Naii memegang pipinya yang terasa pedas, kemudian ia menghampiri wanita itu, dan memberikan dua tamparan yang lebih pedas.
Plaaaak...
Plaaaaak...
Wanita itu tercengang menerima tamparan yang begitu menyakitkan. "Kau?! Dasar Jan....,"
"Naii, namaku Naii, ingat itu!" potong Naii cepat. Ia sangat kesal setiap kali orang-orang menyebutnya dengan kata janda. Apa.yang salah dengan statusnya? Tidakkah mereka dapat memanggilnya dengan namanya?
Begitu rendah kah status yang disandangnya?
Guntur tak kalah bengong melihat istrinya yang datang tiba-tiba menyerang wanita malang itu.
"Lina, cukup!" sergah Guntur, dan menghentikan makan siangnya, dan adegan keributan itu membuatnya kehilangan selera makannya. Ia bergegas membayar makan siangnya dan menyeret pergelangan tangan sang istri untuk keluar dari kios milik Naii.
"Apa yang Kau lakukan? Apa salahnya, hah!" ucap Guntur dengan nada tinggi, dan tatapannya pemuh amarah.
Lina membolakan matanya, dan ia berkacak pinggang sembari menatap suaminya dengan penuh amarah.
"Kau lebih membela dia ketimbang aku istrimu!" ucap Lina dengan linangan air mata.
Guntur menggaruk kepalanya, kemudian ia meninggalkan bengkel begitu saja.
Lina mengejar suaminya yang menggunakan sepeda motor dengan kecepatan tinggi.
Naii mendenguskan nafasnya kesal. Ingin rasanya ia menampar sekali lagi wanita itu untuk memuaskan amarahnya. Tetapi ia mencoba bersabar untuk saat ini.
"Bu," panggil Ahnaf dengan suara lirih.
Naii menoleh ke arah kamar, lalu bergegas menghampiri puteranya. "Ada apa, Sayang?" tanya Naii dengan lembut.
Pandangan Ahnaf terlihat sayu, dan hal ini membuat Naii bergegas menghampirinya. Ia mencoba menempelkan punggung tangannya ke kening sang anak, dan terasa begitu sangat panas.
"Ahnaf, kamu demam?" ucap Naii dengan panik.
Ia melihat Aliyah sedang tertidur pulas dan ia merasa bingung untuk membawa Ahnaf ke rumah sakit.
Ia mengambil ponsel milik Ahnaf, kemudian memesan taksi online dan membawa sang bocah ke rumah sakit. Ia terpaksa menutup kiosnya dan membangunkan Aliyah dengan rasa terpaksa.
"Ahnaf, jangan buat ibu khawatir, Sayang," ia mendekap puteranya, bibirnya bergetar, sorot matanya terlihat nanar.
Setibanya dirumah sakit, ia menemui receptionist dan melaporkan keluhan puternya. Setelah mendapat pendataan dan antrian, akhirnya Ahnaf mendapatkan penanganan.
"Bu, setelah memeriksa kondisi putera ibu, sepertinya ada infeksi pada penyambungan pen-nya, dan kita harus melakukan penanganan yang serius," ucap sang dokter, yang membuat Naii semakin gusar. "Sebaiknya jangan dipaksa untuk berjalan dulu, biarkan tulang menyatu dengan baik, dan waktunya hampir memakan waktu 12 bulan," dokter menjelaskan.
Naii menyesali telah ceroboh mengajari Ahnaf berjalan, ia tak memikirkan akan berdampak seperti ini.
"Ini bukan terkena stroke akibat penyakit, Bu, tetapi ini karena patah tulang, maka luka itu tidak dapat dibebani dengan beban yang berat," dokter mengingatkan.
Naii mengangguk lemah, ia terlalu fokus untuk mencari nafkah, dan bahkan cobaan hidupnya begitu keras, sehingga ia terkadang berfikir serampangan.
Bagaimana dengan biayanya, Dok?" tanya Naii dengan cepat. Sebab jika sampai harus menginap dirumah sakit, tentu ia harus membutuhkan uang untuk bekalnya selama menjaga Ahnaf, dan tentunya juga biaya perobatannya.
"Jika ibu memiliki KTP dan KK, coba diurus saja ke kantor BPJS untuk meminta keringanan biaya perobatan secara gratis, tetapi harus sekarang juga," titah sang dokter menegaskan.
Naii merasakan kepalanya ingin meledak. Bagaimana ia harus mengurusnya dalam satu waktu, sedangkan ia hanya seorang diri. Jika ia mengurus syarat-syaratnya, maka Ahnaf tak ada yang menunggunya, dan Aliyah juga yang terlihat masih terkantuk.
"Ya Rabb.... Tidakkah Kau ringan kan cobaanku. Kirimkan padaku manusia berhati malaikat yang dapat menolongku saat ini juga," gumamnya dalam hati dengan penuh pengharapan.
Jiwanya seakan melayang, asanya kian terbias harapan yang patah.
"Bu, apar," ucap Aliyah saat bersamaan. bocah itu seharian tidur dan belum.makan siang, hingga saatnya ia dibangunkan dengan tiba-tiba dan kini ia sedang dalam kondisi lapar.
Ahnaf sudah dibawa ke ruangan rawat inap dibagian bangsal. Naii harus membelikan Aliyah makanan, agar bocah itu tak merengek dan ia dapat berfikir jernih.
"Ayo, kita cari makanan," ajak Naii, kemudian menggendong puterinya untuk mencari makanan.
Sembari membeli makanan, Naii menghubungi mbak Fhitry untuk meminta tolong agar menjualkan dagangannya yang masih tersisa.
Mbak Fhitry menyanggupi permintaan Naii dan bergegas ke kiosnya untuk menjualkan dagangannya yang belum habis.
Naii kembali menuju bangsal tempat rawat inap Ahnaf. Setibanya disana, ternyata sesorang telah menunggunya sedari tadi.
"Hallo, Bu. Saya Cindy, saya petugas Dinas Sosial, saya akan membantu ibu menyelesaikan masalah BPJS untuk biaya perobatan anak ibu," ucap wanita yang berpakaian dinas sebuah instansi pemerintahan.
Bagaikan mendapat sebuah air digurun sahara, ia tak lagi mampu mengungkapkan perasaannya.
"Ya, Rabb..., secepat itu Kau kirimkan malaikat dihadapanku," gumannya dalam hati.
Naii bergegas memberikan semua persyaratan yang dibutuhkannya.
Sementara itu, mbak Fhitry sudah membuka kembali kios milik Naii dan menjual dagangannya.
Saat bersamaan, Hardi datang dan merampas uang hasil penjualan. Ia sepertinya sedang balas dendam karena motornya dijual oleh Naii.
"Hardi,anakmu masuk rumah sakit, dan kamu bukannya membantu biaya perobatannya, tetapi menjadi manusia iblis yang tidak berperasaan!" maki mbak Fhitry dengan kesal.
"Persetaan, dengan anak. Aku mau uang itu!" ucap Hardi tanpa merasa bersalah dan tanpa hati juga.