" Om om, mau jadi ayah Aga ndak. Aga ndak punya ayah. Ibu Aga tantik lho Om."
" Hahaha, anak ini lucu bener."
Seorang bocah kecil tiba-tiba bicara seperti itu kepada pria asing. Wajah polosnya tersebut tidak bisa membuat si pria marah meskipun dia dipinang dadakan oleh bocah itu.
Tapi siapa sangka anak kecil itu datang bersama dengan seseorang yang ia kenal.
" Kamu, ini anakmu?"
" Maaf, kami permisi."
Wanita itu langsung pergi membuat si pria penasaran.
Siapa sebenarnya mereka dan apa yang terjadi? Dan mengapa Aga mengatakan bahwa tidak punya ayah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JAYO 18: Kenalin Calon Ayah Aga
Beberapa hari berlalu, Aga sudah siap kembali ke sekolah. Tapi sedari bangun tidur tadi wajahnya tampak murung. Hal tersebut membuat Dara sedikit kebingungan, pasalnya Aga sama sekali tidak menjawab apapun yang Dara tanyakan.
Dara khawatir jika Aga masih belum sehat sepenuhnya. Atau malah jangan-jangan sakit kemarin masih belum sembuh betul sehingga Aga enggan untuk bicara.
" Pak, Aga kenapa sih gitu. Dia bangun semangat, mandi oke, tapi giliran suruh sarapan nggak mau."
Dara mengusap wajahnya kasar, sembari dirinya sendiri bersiap untuk berangkat kerja, Dara bertanya perihal Aga kepada sang ayah. Pram sendiri juga merasa bingung dengan tingkah cucunya, hingga beberapa saat kemudian Pram baru sadar dan ingat akan suatu hal.
Pram mendekatkan mulutnya ke telinga Dara dan membisikkan sesuatu. Dara lalu menghembuskan nafasnya kasar setelah Pram selesai berbicara.
" Astaghfirullah, kok ya anak itu inget sih ya. Tapi kan nggak mungkin aku nelpon Kaivan buat kesini cuma untuk nganter Aga ke sekolah Pak. Dia pasti sibuk juga, dan mungkin lupa sama apa yang dia omongin tempo hari."
Pram tidak bisa menyangkal apa yang dikatakan Dara, jika menilik kebelakang, sudah banyak hal yang dilakukan Kaivan untuk keluarganya. Dengan hal tersebut, rasanya sungguh tidak enak jika harus kembali merepotkan anak itu.
Pada akhirnya Pram yang maju untuk membujuk Aga. Paling tidak agar sang cucu mau memakan sarapannya.
" Aga nda mau setolah, Om Ganteng boong. Tatanya mau antel Aga setolah, tapi nda dateng-dateng sampe setalang,"ucap Aga setelah sekian lama terdiam. Anak itu mengeluarkan juga unek-unek yang sudah ia pendam dari tadi.
" Sayangnya Ibu, Om Kiavan mungkin ada kerjaan yang penting. Jadi Om nggak bisa kesini." Dara berusaha untuk memberi pengertian kepada Aga, tapi nampaknya putranya itu tidak mau mengerti. Bahkan sekarang Aga sudah akan menangis. Rasanya Dara ingin mengatakan kepada Aga bahwa dia tidak boleh bersikap seperti itu, tapi tentu saja Dara tidak sampai hati untuk mengucapkannya. Yang bisa Dara lakukan saat ini hanyalah menahan dirinya agar tidak meledak dengan mengambil nafasnya dalam-dalam lalu membuangnya perlahan.
" Sayang, sekarang berangkat sekolah dulu yuk. Bu Vira dan teman-teman udah kangen katanya sama Aga."
Aga tidak menjawab, dia hanya bangkit dari duduknya dan segera berjalan keluar. Sebelumnya ia mencoba mengenakan sepatunya sendiri tapi tetap tanpa kata yang terucap dari bibirnya.
Ckiit
" Assalamualaikum anak ganteng, maaf ya Om telat."
" Om!!!"
Wajah Aga seketika bersinar cerah melihat siapa yang datang. Kaivan terlihat terburu-buru karena memang kedatangannya sudah sangat terlambat. Benar, banyak hal yang ia kerjakan lebih dulu di pagi tadi sebelum datang ke rumah Aga untuk menepati janjinya.
" Tilain Om lupa."
" Nggak dong. Om nggak bakalan lupa sama janji Om, maaf ya sedikit telat."
Aga menganggukkan kepalanya beberapa kali dan tersenyum. Kaivan kemudian berjongkok dan membantu Aga untuk memakai sepatunya. Di pintu Dara hanya menatap nanar kearah putranya, seingin itu kah Aga terhadap sosok Ayah? Namun sedetik kemudian ia menghempaskan semua perasaan melankolisnya itu dan menghampiri Kaivan.
" Maaf Ya Van, nggak seharusnya Aga buat kamu riweuh pagi-pagi gini."
" Nggak usah khawatir, aku oke kok. Ya udah kamu siap-siap aja kerja. Biar kali ini Aku yang nganter Aga ke sekolah."
Dara tidak lagi mendebat Kaivan atupun menanyakan apakah pria itu tahu dimana lokasi sekolah Aga. Mengingat dia yang dengan mudah menemukan rumah mereka, tentu untuk sekolah Aga Kaivan pasti sudah tahu betul letaknya.
Kaivan dan Aga berpamitan kepada Dara juga Pram, hal yang menakjubkan bahwa di dalam mobil Kaivan sudah tersedia car seat untuk Aga. Sepetinya Kaivan sungguh melakukan persiapan dengan sangat baik untuk mengantar Aga ke sekolah.
Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah, Aga tak hentinya bercerita mengenai banyak hal. Dan Kaivan juga terus saja menanggapi ucapan dari sehingga Aga antusias.
Sesampainya di parkiran Kaivan membantu Aga untuk keluar dari mobil. Mereka berjalan bergandengan tangan menuju ke kelas. Senyum terus mengembang di bibir Aga sampai di depan ruang kelas dimana Bu Vira sudah menyambut.
Sebuah kerutan kening terlihat jelas di wajah guru tersebut melihat Aga datang bersama seorang pria dewasa yang belum pernah dilihatnya selama ini.
" Bu Vila, tenalin ini Om ganteng yang akan jadi Ayahnya Aga."
" Ha? Aah maksud saya ... ."
Bu Vira terlihat gelagapan untuk menanggapi apa yang Aga ucapkan. Sedangkan Kaivan, ia tersenyum geli melihat reaksi dari gurunya Aga tersebut. Pasti di dalam pikiran guru itu sekarang timbul bermacam-macam pertanyaan.
" Nama saya Kaivan, saya adalah teman lama Ibunya Aga. Baiklah kalau begitu Bu Guru, saya nitip Aga ya. Mungkin nanti saya atau asisten saya akan menjemput Aga di pulang, asisten saya bernama Rendi dan Aga juga sudah mengenalnya."
" Ba-baik Pak Kaivan, saya akan mengingatnya."
Sebelum pergi, Kaivan lebih dulu memeluk dan mencium pipi Aga. Wajah bocah itu sangat bahagia, dan jelas sekali lebih bersemangat dari pada hari-hati sebelumnya.
Aga pun dibawa ke kelas oleh Bu Vira. Sebenarnya ia ingin bertanya, tapi tidak jadi. Karena bagaimanapun itu adalah urusan pribadi dari keluarganya Aga. Bagi Bu Vira, melihat Aga yang sudah tidak lagi murung saja sudah merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri.
" Bu Vila, gimana menulut Bu Gulu, Om Ivan ganteng kan Bu. Coco sama Ibu Aga nda? Sebental lagi Aga akan punya Ayah."
" Eh, hahaha iya cocok."
" Bagus, Aga juga melasa begitu. Haah, ahilnya Aga bisa punya ayah sepelti teman-teman yang lain."
Degh!
Bu Vira merasa bergetar hatinya mendengar ucapan Aga. Terlihat sekali anak kecil itu sungguh-sungguh menginginkan sosok seorang ayah dalam kesehariannya. Dan itu adalah hal yang wajar. Sebagai gurunya, Bu Vira sungguh berharap apa yang diingkan Aga akan terkabul.
" Jadi, apakah hari ini semangat untuk bersekolah!"
" Iya dong Bu Vila, Aga sangat semangat buat setolah. Talena Aga halus jadi anak, lajin, bai dan sholih agal doa Aga ditabultan."
Bu Vira mengusap lembut kepala Aga, ia pun juga merasa hal demikian. Doa terbaik untuk salah satu murid yang ia didik tersebut.
TBC
tunggu aja tnggal mainnya... seorang loe bleh aja diatas angin tpi nnti kehancuran siap memelukmu 😏😏