NovelToon NovelToon
Jendela Sel Rumah Sakit Jiwa

Jendela Sel Rumah Sakit Jiwa

Status: sedang berlangsung
Genre:Tamat / Cintapertama / Horror Thriller-Horror / Cinta Terlarang / Cinta Murni / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Pihak Ketiga
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: AppleRyu

Dokter Fikri adalah seorang psikiater dari kepolisian. Dokter Fikri adalah seorang profesional yang sering menangani kriminal yang mengalami gangguan kepribadian.

Namun kali ini, Dokter Fikri mendapatkan sebuah pasien yang unik, seorang gadis berusia 18 tahun yang mempunyai riwayat penyakit kepribadian ambang (borderline).

Gadis itu bernama Fanny dan diduga membunuh adik tiri perempuannya yang masih berumur 5 tahun.

Apakah Dokter Fikri biaa menguak rahasia dari Fanny?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AppleRyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18 : Tondi

Kegelapan melingkupi ruang sempit ini, seolah menelan seluruh keberadaanku. Aku duduk dengan lutut ditarik ke dada, punggungku bersandar di dinding dingin dan lembap dari penjara kecil ini. Kelelahan dan putus asa mulai menggerogoti tekadku, dan rasa kesepian semakin mendalam. Saat aku berpikir tak ada yang lebih buruk yang bisa terjadi, suara lirih terdengar dari sudut gelap ruangan.

"Hei, kau."

Aku menoleh dengan cepat, mataku yang sudah terbiasa dengan kegelapan menangkap siluet seseorang di pojok ruangan. Jantungku berdegup kencang, dan harapan samar muncul dari kegelapan. Awalnya, kupikir itu hanya imajinasiku, efek dari kelelahan dan tekanan yang terus-menerus. Namun, suara itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas dan penuh dengan nuansa yang tak bisa diabaikan.

"Siapa kau?"

Aku memperhatikan dengan seksama, mencoba menembus kegelapan yang hampir absolut. Sedikit demi sedikit, mataku mulai menyesuaikan diri, dan aku bisa melihat bayangan seorang pria yang usianya mungkin lebih tua dariku, dengan rambut kusut dan wajah penuh bekas luka. Wajahnya tampak penuh dengan kesedihan dan kepedihan yang dalam.

"Aku Tondi," jawab pria itu dengan suara serak. "Dan kau siapa?"

"Dr. Fikri. Ahmad Fikriyansyah," jawabku pelan, suara ku bergetar. Rasanya tak percaya bahwa ada orang lain di lubang neraka ini. "Bagaimana kau bisa ada di sini? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya."

Tondi tertawa kecil, suara yang tak memiliki kegembiraan sedikit pun. "Aku sudah lama di sini, terlalu lama hingga orang-orang lupa aku ada. Kau tak perlu tahu detailnya. Yang penting adalah kita berdua di sini sekarang. Dan aku bisa membantumu."

"Bagaimana kau bisa membantuku?" tanyaku skeptis, tapi dalam hati, aku merindukan harapan. "Kita berdua terjebak di sini."

Tondi menggeser tubuhnya mendekat, mata gelapnya bersinar dengan tekad yang menakutkan. "Aku sudah berada di sini lebih lama dari yang kau bisa bayangkan. Selama waktu itu, aku merencanakan cara untuk keluar. Tapi aku butuh bantuan, seseorang dari luar yang bisa menyelesaikan sisanya. Mungkin itu bisa jadi kau."

Aku menatap Tondi dengan cermat, mencoba mencari tanda-tanda kebohongan. Namun, di balik tatapan itu, aku hanya menemukan tekad dan kebencian yang dalam. "Baiklah," kataku akhirnya, memutuskan untuk mempercayai satu-satunya orang yang ada di dekatku. "Apa rencanamu?"

Tondi mengangguk perlahan, seolah sudah mengharapkan jawaban itu. "Pertama, kita perlu menciptakan kekacauan. Sesuatu yang cukup besar untuk menarik perhatian semua orang ke satu tempat, sementara kita bergerak ke arah lain."

Aku menyimak dengan seksama, merasakan jantungku berdebar lebih cepat. "Bagaimana caranya?"

Tondi mulai menjelaskan rencana detailnya, setiap langkah penuh dengan ketelitian dan perhitungan yang dingin. "Setelah kita keluar dari sini, kita bisa membuat kebakaran kecil. Ada kain-kain tua yang bisa kita temukan di luar, mungkin bekas selimut atau baju lama dari penghuni sebelumnya. Kita bisa menggunakannya untuk membuat asap tebal."

"Kemudian?" tanyaku, sedikit terkejut dengan kedalaman rencana Tondi.

"Saat penjaga berlari untuk memadamkan api, kita akan menyelinap keluar melalui pintu yang mereka tinggalkan terbuka. Setelah itu, kita bergerak menuju ruang kontrol utama di lantai dua. Dari sana, kita bisa membuka semua pintu pengaman dan menciptakan kekacauan yang lebih besar."

Aku mengangguk, mencoba mengingat setiap detail. "Lalu bagaimana kita bisa menyelamatkan Fanny?"

Tondi menatapku dengan intensitas yang menakutkan, seolah mencari tahu betapa pentingnya Fanny bagiku. "Siapa Fanny?"

"Fanny adalah pasien yang aku harus selamatkan," jawabku, suaraku bergetar dengan emosi yang sulit kusembunyikan. "Dia adalah seseorang yang sangat penting dalam penyelidikanku. Jika dia tidak selamat, banyak rahasia akan tetap tersembunyi."

Tondi menyipitkan matanya, tampaknya menilai seberapa besar kebenaran dari pernyataanku. "Kalau begitu, kita harus mencapainya sebelum alarm berbunyi. Kita hanya punya waktu beberapa menit untuk keluar sebelum mereka menyadari apa yang terjadi."

"Dan setelah itu?" tanyaku.

"Kita menuju ke ruang bawah tanah yang lain, di mana terdapat terowongan tua yang mengarah keluar dari rumah sakit. Terowongan itu tidak dijaga karena sudah lama tidak digunakan, tapi aku tahu jalannya."

Aku merasa sedikit harapan mulai muncul di hatiku. "Baiklah," kataku dengan suara tegas, meskipun jantungku berdebar kencang. "Mari kita lakukan."

Kami duduk dalam keheningan yang penuh ketegangan, menunggu kesempatan untuk melaksanakan rencana kami. Tondi menceritakan beberapa detail kecil tentang kehidupan di luar lubang ini, yang membuatku berpikir tentang bagaimana kami akan melarikan diri. Suatu saat, kami mendengar suara langkah kaki mendekat. Penjaga membuka pintu besi berat yang menutupi lubang tempat kami ditahan.

"Kau. Waktumu sudah habis," kata penjaga itu dengan suara dingin, hampir tak berperasaan.

Aku melangkah keluar dari lubang, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya yang tiba-tiba menusuk mataku. Penjaga menggiringku ke lorong sempit yang penuh dengan cahaya remang. Di balik penjaga itu, Tondi mengikuti dari belakang. Ketika kami sampai di sebuah ruangan dengan cahaya remang, penjaga itu mendorongku masuk dan menutup pintu di belakang kami.

"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" bisikku kepada Tondi, mencoba mengurangi kemungkinan terdengar oleh penjaga di luar.

"Kita harus bergerak cepat," jawab Tondi, suara penuh urgensi. "Ingat rencananya. Kita buat kekacauan, dan kemudian kita menuju ruang kontrol."

Kami menemukan beberapa kain tua yang tergeletak di sudut ruangan. Tondi segera mulai bekerja, mengumpulkan kain-kain itu menjadi satu tumpukan besar. Dia mengeluarkan batu api dari sakunya dan mulai menyalakan api kecil di bawah tumpukan kain tersebut. Asap tebal segera mulai memenuhi ruangan, membuatku batuk dan mataku berair.

"Siap?" tanya Tondi, matanya menunjukkan keteguhan.

Aku mengangguk, dan kami bergerak menuju pintu. Asap mulai menyebar ke lorong, menyebabkan penjaga di luar ruangan panik.

"Kebakaran! Kebakaran di sini!" teriak salah satu penjaga, suaranya menggema dengan ketakutan.

Penjaga lainnya berlari untuk mencari sumber asap, meninggalkan pintu terbuka. Kami segera menyelinap keluar, bergerak dengan cepat melalui lorong yang dipenuhi asap. Tondi memimpin jalan, gerakannya penuh dengan kepastian meskipun keadaan mencekam.

"Ikuti aku," bisiknya. "Kita harus sampai ke ruang kontrol sebelum mereka menyadari ini hanya tipuan."

Kami mendaki tangga yang berderit menuju lantai dua. Ruang kontrol utama berada di ujung lorong panjang, pintunya terkunci dengan kode keamanan. Tondi tampaknya tahu cara membuka pintu itu tanpa membuat banyak kebisingan. Dia menekan serangkaian tombol, dan pintu terbuka dengan suara klik pelan.

"Masuk," katanya dengan nada tegas, penuh harapan dan kelelahan.

Aku melangkah masuk, segera menyadari bahwa ini adalah pusat dari seluruh sistem keamanan rumah sakit. Tondi bergerak dengan cekatan, menekan tombol-tombol dan memutar sakelar. Pintu-pintu di seluruh rumah sakit mulai terbuka, menciptakan kekacauan yang kami butuhkan.

"Kita harus menemukan Fanny sekarang," kataku dengan suara tegas, memandang Tondi yang sudah siap, merasakan tekanan waktu yang semakin mendalam.

Tondi mengangguk. "Mari kita cari dia. Setiap detik berharga."

Kami bergerak cepat melalui lorong-lorong rumah sakit yang kini penuh dengan kekacauan. Pasien-pasien berlarian, penjaga-penjaga panik mencoba mengendalikan situasi. Di tengah kekacauan itu, kami akhirnya menemukan Fanny, terkurung di salah satu sel di bagian belakang rumah sakit.

"Fanny!" teriakku, mencoba menarik perhatiannya di tengah kekacauan, merasakan harapan dan kecemasan bercampur.

Dia menoleh, matanya penuh dengan ketakutan dan kebingungan. "Dr. Fikri? Apa yang terjadi?"

"Tidak ada waktu untuk menjelaskan. Kita harus keluar dari sini sekarang," kataku sambil membuka sel nya, menatapnya dengan rasa urgensi yang mendalam.

Kami berlari menuju pintu belakang rumah sakit, di mana Tondi menunjukkan jalan ke terowongan tua yang dia sebutkan. Terowongan itu gelap dan sempit, tapi kami tidak punya pilihan lain. Suara teriakan dan langkah kaki yang panik semakin menjauh, memberikan dorongan tambahan.

"Kita hampir sampai," kata Tondi, suaranya penuh dengan tekad dan keletihan.

Akhirnya, kami mencapai ujung terowongan dan melihat cahaya samar di kejauhan. Dengan sekuat tenaga, kami berlari menuju cahaya itu, meninggalkan kegelapan rumah sakit di belakang kami. Sekali lagi, harapan tumbuh di hatiku bahwa kami akan bisa melarikan diri dan membawa Fanny ke tempat yang aman.

1
Livami
kak.. walaupun aku udah nikah tetep aja tersyphuu maluu pas baca last part episode ini/Awkward//Awkward//Awkward/
aarrrrgh~~~
Umi Asijah
masih bingung jalan ceritanya
ᴬᵖᵖˡᵉᴿʸᵘ
Novelku sendiri
Livami
orang kayak gitu baik fiksi ataupun nyata tuh bener2 bikin sebel dan ngerepotin banget
Livami
huh.. aku suka heran sama orang yang hobinya ngerebut punya orang... kayak gak ada objek lain buat jadi tujuannya...
Umi Asijah
bingung bacanya..😁
ᴬᵖᵖˡᵉᴿʸᵘ: Ada yang mau ditanyain kak?
total 1 replies
Livami
terkadang kita merasa kuat untuk menghadapi semua sendiri tapi ada kalanya kita juga butuh bantuan orang lain...
Livami
ending episode bikin ademmm
Livami
ok kok semangat thor
Livami
woo.. licik juga Tiara
semangat tulis ya Thor /Rose/
bagus ceritanya
Livami
bagus Lo Thor.. ditunggu up nya.. semangat/Determined//Determined//Determined/
LALA LISA
tidak tertebak...
Sutri Handayani
pffft
LALA LISA
ending yang menggantung tanpa ada penyelesaian,,lanjut thoor sampai happy ending
LALA LISA
benar2 tak terduga ..
LALA LISA
baru ini aku Nemu novel begini,istimewa thoorr/Rose/
ᴬᵖᵖˡᵉᴿʸᵘ: Terimakasiiih
total 1 replies
LALA LISA
cerita yg bagus dengan tema lain tidak melulu tentang CEO ..semangat thoorr/Rose/
Reynata
Ngeri ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!