Dira Namari, gadis manja pembuat masalah, terpaksa harus meninggalkan kehidupannya di Bandung dan pindah ke Jakarta. Ibunya menitipkan Dira di rumah sahabat lamanya, Tante Maya, agar Dira bisa melanjutkan sekolah di sebuah sekolah internasional bergengsi. Di sana, Dira bertemu Levin Kivandra, anak pertama Tante Maya yang jenius namun sangat menyebalkan. Perbedaan karakter mereka yang mencolok kerap menimbulkan konflik.
Kini, Dira harus beradaptasi di sekolah yang jauh berbeda dari yang sebelumnya, menghadapi lingkungan baru, teman-teman yang asing, bahkan musuh-musuh yang tidak pernah ia duga. Mampukah Dira bertahan dan melewati semua tantangan yang menghadang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencoba masakan Dira
"Ding."
Suara notifikasi pesan masuk kembali terdengar dari ponsel Dira. Jantungnya berdebar cepat, dan seolah tanpa bisa ditahan, senyum itu muncul di wajahnya lagi. Kali ini, lebih lebar. Ia segera meraih ponsel, jari-jarinya gemetar saat membaca pesan di layar.
“Hai, temannya Levin yang kemarin. Mau dibantuin masak apa?” tulis Alif melalui pesan Instagram.
Dira tak bisa menahan rasa senangnya di dadanya. Setelah menunggu , akhirnya Alif membalas pesanya juga. "Akhirnya!" serunya dalam hati, tak bisa menahan kegirangan. Jari-jarinya lincah mengetik balasan sambil berharap Alif masih online. “Gini, gue minta lo ajarin cara masak nasi goreng.”Tak butuh waktu lama, balasan muncul lagi. Kali ini Dira benar-benar tertawa pelan. “Mau video call aja?” jawab Alif santai. Tanpa berpikir panjang, Dira langsung mengangguk meskipun tahu tak ada siapa pun yang melihat. Dalam sekejap, dia mengetik balasan penuh antusias.“Oke, video call aja.” Tak sampai lima menit, layar ponsel Dira sudah menampilkan wajah Alif yang tersenyum di balik kamera.
"Dira?" suara Alif terdengar jelas, hangat dan penuh kepercayaan diri. "Siap buat belajar masak?" Dira mengangguk lagi, kali ini dengan perasaan yang gugup. "Siap!" jawabnya. "Baik, pertama siapkan semua bahan. Lo udah punya semuanya, kan?" Dira buru-buru mengitari dapur, meraih beberapa bahan dari lemari. "Eh, bentar, gue cek dulu," ujarnya, mencoba tidak terlalu panik. Sementara itu, Alif tertawa kecil, suaranya ringan seolah mengusir segala kecanggungan. "Ambil waktu lo. Gue nggak kemana-mana kok," katanya. Dira menemukan bahan-bahan yang dibutuhkannya. "Oke, udah siap!"
"Bagus. Sekarang, kita mulai dengan minyak goreng dulu. Panasin wajan," instruksi Alif dengan sabar, matanya sesekali melirik ke kamera untuk memastikan Dira mengikuti langkahnya. Dan begitulah, pagi itu, dapur Dira dipenuhi aroma bawang putih yang digoreng. Suara-suara kecil di dapurnya berpadu dengan percakapan hangat antara mereka berdua. Meski jarak memisahkan, ada kehangatan yang tumbuh perlahan, menjelma dari setiap tawa, instruksi, dan percakapan santai di antara mereka.
"Lo beneran bisa masak nih, Alif," kata Dira dengan nada kagum setelah nasi goreng mulai terlihat siap. Alif tertawa lagi, kali ini lebih hangat. "Ya, kalau cuma nasi goreng, gue jagonya. balas Alif
***
Setelah nasi goreng yang dimasak oleh Dira selesai, aroma harum mulai menyebar ke seluruh rumah. Dira menghela napas lega, merasa cukup puas dengan hasil masakannya kali ini. Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari arah tangga, dan Dira menoleh ke arah asal suara."Wah, ini siapa yang masak?" seru Tante Maya, sambil menuruni tangga dengan ekspresi penasaran.
Dira tersenyum lebar, melambaikan tangan ke arah Tante Maya. "Ayo Tante, sini makan. Dira udah masak lagi," ucapnya, sedikit bercanda. "Dira kan udah janji mau masak lagi buat gantian sama masakan kemarin yang... ya, kita tahu gimana rasanya." Dia tertawa kecil, meskipun masih sedikit malu teringat kegagalan masak sebelumnya.
Tante Maya tertawa ramah dan langsung menuju meja makan. "Wah, aroma nasi gorengnya enak banget. Kayaknya bakal beda dari yang kemarin, ya?" katanya sambil duduk dan mengambil piring. Di saat yang bersamaan, Levin, Rico, dan Vanya turun dari kamar mereka. Mata Vanya langsung berbinar-binar saat melihat nasi goreng yang terlihat lebih meyakinkan dibandingkan masakan Dira sebelumnya.
"Kak Dira, kayaknya kali ini makanannya enak deh," kata Vanya dengan penuh keyakinan, sambil mendekat ke meja. Rico, yang masih teringat pengalaman masak Dira yang lalu, menyipitkan matanya sedikit, meski senyum tipis terukir di wajahnya. "Oke, kita coba dulu," ucapnya, sambil meraih sendok. "Tapi awas aja kalau bikin kita muntah lagi," tambahnya dengan nada menggoda, jelas masih menyindir insiden masakan Dira sebelumnya.
Levin, yang biasanya lebih tenang, hanya mengernyitkan dahinya sambil menatap nasi goreng di meja. Dia belum sepenuhnya yakin dengan hasil karya Dira, tapi setidaknya kali ini tampilannya tidak seburuk sebelumnya.
Dira, yang melihat ekspresi mereka, hanya bisa tertawa. "Tenang aja, gue dibantu sama Alif kali ini," ujarnya bangga, menatap ponsel yang masih berada di dekat kompor, tempat dia tadi melakukan video call dengan Alif.
Tante Maya sudah lebih dulu mencoba suapan pertama, dan seketika wajahnya berseri-seri. "Wah, ini enak, Dira! Tante suka!" serunya dengan semangat. Melihat reaksi Tante Maya, Vanya langsung mengambil piringnya sendiri, diikuti oleh Levin dan Rico. Perlahan, mereka mulai mencicipi nasi goreng itu, dan satu per satu ekspresi mereka berubah. "Wah, ini enak banget!" Vanya berseru dengan mulut penuh nasi goreng.
Levin, yang biasanya paling sulit memberi pujian, mengangguk pelan. "Lumayan, Dir. Jauh lebih baik dari yang kemarin," katanya sambil mengambil suapan lagi. Rico, yang tadinya paling sinis, hanya bisa tersenyum lebar setelah mencoba. "Oke, kali ini lo berhasil. Gue nggak nyangka."Dira hanya bisa tersenyum puas, hatinya berbunga-bunga melihat reaksi mereka. Sepertinya, bantuan Alif benar-benar berhasil.
"Yaudah, Dira, nanti kamu aja yang masak," puji Tante Maya sambil tersenyum lebar, tangannya masih memegang piring nasi goreng yang hampir habis. "Masakan kamu kali ini enak banget, loh."Dira terkekeh gugup, menggeleng pelan. "Enggak deh, Tan, cukup ini aja. Dira ngerjain pekerjaan lain aja," jawabnya, setengah bercanda, tapi tetap tegas. Dalam hatinya, Dira tahu bahwa tanpa bantuan Alif tadi, nasi goreng ini mungkin sudah berakhir dengan nasib yang sama seperti masakan sebelumnya—berantakan.
Tante Maya tampak sedikit kecewa, menatap Dira dengan tatapan memohon. "Yah, kok gitu sih, padahal ini enak banget," katanya dengan nada setengah memaksa. Sebelum Dira sempat menjawab, Levin yang duduk di sebelahnya langsung menyela dengan senyuman licik. "Dia sadar diri kali, Mah," katanya dengan nada menggoda. "Ini cuma keberuntungan dia seumur hidup, dipakai buat hari ini."
Dira mendelik ke arah Levin, tetapi senyum tipis tak bisa ia tahan. "Keberuntungan apaan? Ini hasil kerja keras, tahu nggak!" balasnya, mencoba terdengar percaya diri, meskipun dalam hatinya ia mengakui sedikit kebenaran dalam sindiran Levin. Levin terkekeh, sementara Rico ikut tersenyum. "Yah, entah kebetulan atau bukan, yang penting kali ini lo berhasil," kata Rico, mencoba sedikit lebih bijak meski nadanya masih menggoda.
Tante Maya menggeleng dengan tawa kecil. "Ya sudahlah, yang penting sekarang kita bisa makan enak," ujarnya sambil menambah porsi nasi goreng ke piringnya. "Tapi Dira, kalau nanti kamu butuh bantuan masak, ajak aja Alif lagi, ya?"
Dira tersenyum malu, tangannya meraih ponsel yang masih ada di meja. "Iya, kayaknya begitu, Tan," gumamnya pelan, sembari menatap pesan terakhir dari Alif. Sebuah senyum tipis tersungging di bibirnya, dan tanpa sadar, pikirannya mulai melayang lagi pada lelaki yang telah menyelamatkan reputasinya pagi ini "Alif lo nyelamatin gue hari ini" Dira sangat bersyukur dengan bantuan Alif
yu follow untuk ikut gabung ke Gc Bcm thx