"Aku akan membantumu!"
"Aku akan mengeluarkan mu dari kehidupanmu yang menyedihkan itu! Aku akan membantumu melunasi semua hutang-hutang mu!"
"Pegang tanganku, ok?"
Pada saat itu aku masih tidak tahu, jika pertemuan ku dengan pria yang mengulurkan tangan padaku akan membuatku menyesalinya berkali-kali untuk kedepannya nanti.
Aku seharusnya tidak terpengaruh, seharusnya aku tidak mengandalkan orang lain untuk melunasi hutangku.
Dia membuat ku bergantung padanya, dan secara bersamaan juga membuat ku merasa berhutang untuk setiap bantuan yang dia berikan. Sehingga aku tidak bisa pergi dari genggamannya.
Aku tahu, di dunia ini tidak ada yang gratis. Ketika kamu menerima, maka kamu harus memberi. Tapi bodohnya, aku malah memberikan hatiku. Meskipun aku tahu dia hanya bermaksud untuk menyiksa dan membalas dendam. Seharusnya aku membencinya. Bukan sebaliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little turtle 13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 Dia Tidak Pantas Mendapat Belas Kasihan Ku!
...Hai readers.....
...Mungkin ada banyak ketidaknyamanan saat membaca. Entah bahasanya yang belibet, ataupun jalan ceritanya yang ruwet. Karena saya membuat cerita ini hanya dengan modal gabut hehe....
...Terima kasih telah memilih novel ini untuk menemani gabut Anda. Selamat membaca☺️...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Brengsek, berhentilah membuat ulah!" seru gadis dengan sebuah nampan ditangannya itu.
Luna, dia menarik temannya menjauh dari pria paruh baya mabuk yang mengganggu nya.
"Kau gadis kecil yang selalu saja mengumpat! Aku pelanggan tetap disini, dan setiap datang kupingku selalu sakit karena suaramu!" seru pria itu.
Luna memutar bola matanya, kemudian memalingkan wajahnya sambil menggaruk lubang telinganya yang tak gatal.
"Gadis nakal ini!" seru pria itu karena merasa diremehkan.
"Lebih baik Anda pulang, atau istri Anda akan mengamuk.." tutur Luna.
"Istri ku sudah tenang di Neraka, dia tidak bisa memarahiku!"
Luna menghela napas pasrah mendengar jawaban dari pria paruh baya itu. Mana ada orang yang mengutuk istrinya sendiri dengan membawa nama Neraka.
Kemudian mengajak temannya itu untuk meninggalkan meja. Namun beberapa saat kemudian Luna kembali dengan segelas air putih.
"Jika Anda tidak ingin menyusulnya ke Neraka, jangan datang ke bar lagi!" tutur Luna.
"Gadis sialan, apa bicara lembut bisa membuatmu gatal-gatal? Mana sopan santun mu itu?!" teriak orang itu.
Luna berbalik sambil memijat kepalanya. Jam kerjanya hampir habis, dan seseorang membuat ulah di saat terakhir waktu kerjanya. Hal itu sangat menggangu nya.
'Nanti makan malam apa, ya?' batin Luna.
"Aw~ sialan, apa kau tidak punya mata?!" seru Luna saat seseorang menabraknya dan membuat nampan di tangannya jatuh.
"Ayahmu pasti kecewa jika melihatmu menjadi kasar seperti itu.."
Luna membelalakkan matanya. Kemudian mendongak menatap pria dihadapannya itu.
Sorot mata yang terlihat dingin dan tajam, serta bekas luka sepanjang kening hingga bawah mata itu melengkapi kesan seram diwajahnya. Namun tidak melebihi ketampanannya.
'Apa dia seorang gangster?' batin Luna.
Luna, seorang gadis tanpa ekspresi dan selalu waspada terhadap sesuatu yang ada di depannya. Alih-alih merasa ketakutan, justru sorot matanya terkesan tajam.
Luna benar-benar tersinggung dengan ucapannya. Namun mengingat sudah banyak orang semacam itu disekelilingnya, dia memilih untuk tetap diam tanpa membalas ucapannya.
"Beraninya kau menatap Bos seperti itu?! Apa kau sudah tidak menginginkan matamu?!"
Empat pria berbadan besar dengan tato di leher mereka menghampirinya.
Bukan sekali atau dua kali dia melihat orang seperti mereka. Jadi jangan tanyakan apakah dia takut atau tidak.
"Aku tidak punya urusan denganmu!" tegas Luna yang langsung pergi menghindari kekacauan yang mungkin akan segera terjadi jika dia terus berdiri di sana.
"Hei! Kau belum meminta maaf karena menabrak Bos!" teriak pria berbadan besar itu sambil menarik rompi baju Luna.
"Sialan, apa yang sedang kau lakukan?!" seru Luna seraya mencoba menepis tangan orang itu.
Namun sialnya tangannya melambung terlalu tinggi, dan tepisan itu mengenai wajah pria itu.
"Jangan salahkan aku karena kau duluan yang menyentuhku!" seru Luna karena yakin dirinya tak bersalah.
Sepertinya semua pandangan mulai tertuju pada mereka. Ya, pasti itu menjadi tontonan yang seru bagi mereka. Dimana seorang gadis mungil melawan pria berbadan besar tanpa rasa takut. Tidak ada yang mendekat atau menolongnya.
"Jalang sialan!" orang itu melayangkan tangannya ke wajah Luna.
Namun dengan secepat kilat Luna menghindari pukulan itu dan memukulnya balik tepat di wajahnya.
'Terima kasih pada Erika karena telah mengajarkan ku teknik dasar..' batinnya.
"Beraninya kau, jalang!" bentak pria berbadan besar itu. Kemudian meraih botol minuman keras yang ada di atas meja.
Bughh~
"Beraninya kau melangkahi ku! Apa aku menyuruhmu untuk melakukannya?"
Pria yang dipanggilnya Bos, sekaligus orang yang telah menabrak Luna itu memukulnya hingga tersungkur, sebelum pria besar itu mendaratkan tangannya di wajah Luna.
"Maafkan Saya, Bos.."
"Keluar sekarang juga!" perintah pria itu dengan tegas, dan empat orang itupun langsung meninggalkan tempat.
"Ada apa ini?" seorang wanita dengan pakaian seksi dan riasan tebal itu menghampiri kegaduhan yang membuat bar miliknya terdengar sangat bising.
"Ah.. Saya Erika, pemilik Bar ini," lanjut wanita itu dengan senyum profesional di wajahnya seraya menunjukkan kartu bisnis miliknya.
Pria itu mengabaikan ucapan Erika dan malah menatap Luna yang memalingkan wajahnya disebelah sana.
Erika memutar kepalanya menatap Luna yang terlihat kesal. Dia berdehem pelan seraya menarik kembali tangannya yang dihiraukan oleh pria itu untuk menghindari rasa malu.
"Apa kau membuat masalah lagi?" bisik Erika pada Luna.
Luna tak menghiraukan ucapan Erika, bahkan tanpa kata dia meninggalkan kedua orang itu.
"Kepribadiannya sungguh sangat buruk!" gumam pria itu sambil menyeringai.
"Bukankah sangat beresiko mempertahankannya? Bisnis mu bisa-bisa hancur karenanya.." lanjutnya dengan suara yang sengaja dia keraskan agar Luna mendengarnya.
Luna menghentikan langkahnya. Namun dia lebih memilih untuk menghiraukannya. Dia tidak ingin berurusan dengan orang seperti itu lebih banyak lagi. Sudah cukup orang-orang penagihan hutang itu saja.
Brakk~
Bunyi cempreng loker saat dia menyandarkan tubuhnya pun terdengar. Luna melepas rompi dan juga apron yang sedikit lebih pendek dari rok mininya itu. Kemudian menggunakan apron itu sebagai kipas
"Apa AC nya rusak?" gerutunya.
Luna menarik napas panjang. Kemudian bangkit dan membuka lokernya untuk berganti pakaian.
Brakk!
Seseorang menutup kembali pintu loker yang telah Luna buka, dengan sangat keras tepat didepan wajahnya. Hampir saja pintu itu mengenai wajahnya jika saja respon Luna tidak cepat.
"Bocah sialan!" seru Erika seraya memukul kepala Luna.
"Aww~" seru Luna sambil mengusap kepalanya.
"Wanita tua ini! Kenapa kau memukulku?! Kalau aku jadi bodoh siapa yang akan menikahi ku?!" protes Luna.
"Pria mana yang mau menikahi gadis kasar seperti mu??" seru Erika.
"Dan apa? Wanita tua kau bilang? Aku hanya 3 tahun lebih tua darimu, bocah sialan! Aku masih 25 tahun!" lanjutnya sambil kembali memukul kepala Luna.
Luna memutar bola matanya dengan malas. "Sama aja.." gumamnya. Kemudian melepas seragam kerjanya.
"Aku capek, mau pulang dulu.." ucap Luna.
Drrttt~
Drrtt~
Luna melirik ponselnya dalam loker itu. Kemudian menghela napas pasrah.
"Siapa? Kenapa gak diangkat?" tanya Erika.
"Penawaran asuransi.." jawab Luna asal.
Luna masih sibuk dengan berganti baju. Dan ponselnya terus saja berbunyi. Diapun juga mulai kesal dengan hal itu.
'Tagihan sialan!' batin Luna.
"Masak penawaran asuransi telepon sampai berulang kali? Jam segini?" seru Erika yang mulai tak sabaran dan mencoba untuk mengambil ponsel Luna.
Namun Luna menghalangi nya, meraih ponselnya dan memasukkannya kedalam tasnya.
"Aku pulang dulu.." pamit Luna.
"Kau gak barengan denganku?" tanya Erika.
"Gak.." jawab Luna tanpa menoleh dan hanya melambaikan tangannya.
Luna keluar lewat pintu belakang bar itu. Karena dia sangat membenci orang-orang mabuk yang menatapnya seperti serigala lapar.
Di gang sepi dengan pencahayaan yang redup itu, Luna mengeluarkan mancis dari dalam sakunya. Kemudian membakar gulungan tembakau yang dia apit diantara kedua bibirnya.
Sambil menatap rembulan yang begitu terang diatas sana, dia menghisap benda itu dan membuat kepulan asap yang keluar dari mulutnya.
"Katanya benda ini bisa menghilangkan stres.. Orang-orang memang aneh,"
"Bikin sakit tenggorokan iya.." gerutu Luna seraya membuang rokok itu ke tempat sampah.
Dia mengenakan jaketnya, karena udara tengah malam yang cukup dingin. Namun...
"Hei!!"
"Jalang sialan! Beraninya kau mengabaikan panggilan ku?!"
Suara bentakan mengagetkan nya. Dan betapa terkejutnya dia saat melihat beberapa sosok yang selalu dia hindari selama ini ada di belakang sana. Luna pun langsung lari sekencang mungkin.
"Mereka tidak melihatku keluar dari sana, kan? Bisa merepotkan kalau mereka sampai mengganggu tempat kerjaku.." gumam Luna.
"Dasar jalang! Berhenti!" teriak pria berwajah seram dibelakang sana.
Disisi lain, seseorang tengah menyaksikan adegan kejar-kejaran itu tanpa perasaan iba. Dia menghisap rokoknya, lalu membuang putung nya yang masih panjang itu keluar jendela mobil.
"Sudah berapa kali ku bilang, kecuali saat melakukan tugas jangan pernah biarkan orang-orang bodoh itu mengikuti ku!" ucap pria itu pada asistennya yang duduk di kursi kemudi.
"Maafkan saya, Tuan Muda Elio,"
"Jalankan mobilnya.."
"Baik, Tuan Muda.."
Mobil mulai melaju, Elio melirik keluar jendela mobil melihat Luna yang berjuang keras untuk lari dari kejaran para preman itu. Lalu menutup kacanya kembali tanpa peduli bagaimana nasib gadis itu.
'Membuang-buang waktu saja. Gadis bodoh sepertinya tidak pantas mendapat belas kasihan ku. Seharusnya ku habisi saja sejak dulu,' batin Elio.
mampir juga dong ke karya terbaruku. judulnya "Under The Sky".
ditunggu review nya kaka baik... 🤗