Soya Pinkblack Wijaya, pewaris tunggal Wijaya Company yang berusia 18 tahun, adalah gadis ceria, cantik, dan tomboy. Setelah ibunya meninggal, Soya mengalami kesedihan mendalam dan memilih tinggal bersama dua pengasuhnya, menjauh dari rumah mewah ayahnya. Setelah satu tahun kesedihan, dengan dorongan sahabat-sahabatnya, Soya bangkit dan memulai bisnis sendiri menggunakan warisan ibunya, dengan tujuan membuktikan kemampuannya kepada ayahnya dan menghindari perjodohan. Namun, tanpa sepengetahuannya, ayah dan kerabat ibunya merencanakan perjodohan. Soya menolak, tetapi pria yang dijodohkan dengannya ternyata gigih dan tidak mudah menyerah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nancy Br Sinaga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
Ungkapan yang terucap begitu saja dari mulut sang ayah, membuat Alex mengernyitkan dahinya.
"Apa, maksud Ayah dengan menjadi fans?" ujar Alex sambil memicingkan kedua matanya.
Tuan Minari tersenyum mengejek menanggapi perkataan sang anak. Pria berusia setengah abad ini membenahi duduknya dan memandang remeh ke arah Alex anak semata wayangnya itu.
"Dulu disaat usiamu seumuran dengan Soya, apa pekerjaanmu? tidak malu kamu pada Soya yang seorang wanita sudah memiliki bisnis di usianya yang masih 18 tahun. Kalau Ayah jadi kau, ayah akan berpikir dua kali untuk menjadi suami gadis seperti Soya!" ucapnya penuh dengan nada ejekan.
Alex terdiam, ia kikuk sendiri mendengar celoteh sang ayah yang bernada ejekan itu. Alex remaja memang jauh dari kata bertanggungjawab dan mandiri. Ia cenderung manja dan sesuka hati melakukan semua hal yang menurutnya benar. Namun sesungguhnya apa yang Alex lakukan dulu hampir sama dengan apa yang Soya lakukan sekarang, tetapi jauh dari semua hal buruk yang Soya lakukan terdapat sebuah rasa tanggungjawab yang besar di dalamnya. Dan hanya Soya dan orang-orang terdekatnya saja yang tahu.
"Sudah, Minari! wajah merah anakmu sudah tak lagi bisa ia sembunyikan," tutur tuan Hadi.
"Ha ha!" tawa Tuan Minari justru semakin lebar mendengar perkataan sahabatnya.
"Tapi Alex bertanggungjawab sekarang, Yah. Sudah berapa tender yang Alex hasilkan untuk perusahaan Ayah," ucap Alex tak ingin kalah.
"Sudah, sudah." Tuan Hadi mencoba menengahi adu sindir anak dan ayah tersebut. "Jadi, bagaimana Lex? tentang masalah pernikahan ini?"
Alex menarik nafasnya sebelum menjawab pertanyaan calon mertuanya. "Bukan Alex tak ingin om, tapi om tahu sendiri bagaimana keras kepalanya Soya, Sungguh tak mudah meraih hatinya om," keluhnya.
"Hati urusan Om, yang terpenting kamu siap bertanggungjawab atas dirinya, tidak untuk sekarang saja tapi selamanya." Alex melipat bibirnya bukan tak ingin tapi ia sangsi jika Soya akan luluh dengan mudah. Jika membicarakan soal rasa, tentu Alex belum memiliki perasaan apapun untuk Soya. Semua hal yang ia lakukan beberapa waktu ini sepenuhnya dorongan sang ayah dan mertuanya. Tetapi hati kecilnya juga tak rela jika Soya di miliki orang lain. Serakah? mungkin.
"Baik! Alex akan mencoba," lanjutnya
"Akhir minggu ini ada acara pertemuan para pebisnis, agenda rutin tahunan itu om mau kamu dan Soya datang bersama," tutur tuan Hadi.
"Oh jadi ini maksud Ayah," cicit Alex dalam benaknya.
"Ayah sudah agendakan itu di jadwal rutin harianmu," timpal sang ayah.
"Iya, Dewa sudah memberitahukan itu padaku," kata Alex
Perbincangan tiga orang dewasa ingin terus berlanjut sampai dengan pembicaraan tentang bisnis dan perusahaan mereka masing-masing. Hingga tanpa terasa waktu sudah pukul 4 sore. Alex yang masih ada urusan di perusahaannya memilih undur diri dari obrolan tersebut.
Alex berjalan keluar dari ruangan dengan perasaan campur aduk. Pikirannya berkecamuk. Ia menyalakan mobil dan memacu kendaraannya menuju perusahaan. Dalam perjalanan, bayangan wajah Soya terus menghantui pikirannya. Ia tahu bahwa Soya bukanlah wanita yang mudah ditaklukkan.
Sesampainya di perusahaan, Alex langsung masuk ke ruang kerjanya. Ia menyibukkan diri dengan tumpukan dokumen yang harus ditandatangani. Namun, konsentrasinya terus terganggu oleh percakapan yang terjadi tadi dengan ayah dan calon mertuanya. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri.
Tiba-tiba pintu ruangannya diketuk. "Masuk," ujar Alex tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen di depannya. Pintu terbuka dan Dewa, asisten pribadi Alex, masuk dengan wajah cemas.
"Ada apa, Dewa?" tanya Alex.
"Maaf mengganggu, Tuan. Tapi ada masalah dengan salah satu proyek kita di luar negeri. Mereka meminta revisi mendadak dan butuh persetujuan Anda segera," jawab Dewa sambil menyerahkan sebuah berkas.
Alex menerima berkas tersebut dan membacanya dengan seksama. "Baik, aku akan tangani ini. Terima kasih, Dewa," katanya sambil memberi isyarat agar Dewa meninggalkannya sendiri.
Duh makin penasaran nih kelanjutannya.