Apa pun itu, perihal patah hati selalu menjadi bagian kehidupan yang paling rumit untuk diselesaikan.
Tentang kehilangan yang sulit menemukan pengganti, tentang perasaan yang masih tertinggal pada tubuh seseorang yang sudah lama beranjak, tentang berusaha mengumpulkan rasa percaya yang sudah hancur berkeping-keping, tentang bertahan dari rindu-rindu yang menyerang setiap malam, serta tentang berjuang menemukan keikhlasan yang paling dalam.
Kamu akan tetap kebasahan bila kamu tak menghindar dari derasnya hujan dan mencari tempat berteduh. Kamu akan tetap kedinginan bila kamu tak berpindah dari bawah langit malam dan menghangatkan diri di dekat perapian. Demikian pun luka, kamu akan tetap merasa kesakitan bila kamu tak pernah meneteskan obat dan membalutnya perlahan.
Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu penawar, tapi raciklah penawarmu sendiri, Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu kebahagiaan, tapi jemputlah kebahagiaanmu sendiri.
Kamu tak boleh terpuruk selamanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
Angin malam tak membuat Bimo kedinginan, dia terus melaju dengan kecepatan tinggi untuk segera bisa sampai ke kampung kelahirannya. Yang membuat Bimo semangat sebenarnya bukan karena ingin bertemu ibunya, tapi Lebih karena rasa penasaran dia akan mantan istrinya. Ucapan Slamet terus terngiang di ingatannya.
Pukul sepuluh malam, Bimo sudah sampai di depan rumahnya. Iis segera membukakan pintu, karena sudah tau kalau Bimo akan pulang.
"Mbak, emak sudah tidur?" Sapa Bimo setelah memarkirkan sepeda motornya.
"Belum, emak sengaja nungguin kamu pulang." Sahut Iis sumringah melihat kedatangan adiknya.
"Oh, yasudah aku akan langsung temuin emak saja." Balas Bimo yang langsung melenggang masuk ke dalam rumah dan tersenyum tipis melihat keadaan ibunya yang tengah tidur bersender ke tembok.
"Le, kamu sudah sampai, nak?" Sambut Bu Atik bahagia.
"Iya, Mak. Gimana keadaan emak sekarang, sudah mendingan?" Tanya Bimo yang sudah duduk di samping kasur lusuh yang di jadikan tempat tidur Bu Atik selama ini. Anak anaknya hidupnya selalu bergaya kayak orang kaya, tapi pada kenyataannya mereka adalah orang miskin yang bahkan tidak memiliki rumah. Rumah yang di tempati Bu Atik adalah rumah milik almarhumah adiknya Bu Atik. Tapi karena memang sudah sifat, ketiga anaknya selalu sombong dengan bualan selangit.
"Ya beginilah, le. Emang gak bisa apa apa sekarang. Kalau mbakmu balik ke kota emak sama siapa?" Keluh Bu Atik memasang wajah sedih.
"Biar istrinya Miran yang tinggal di sini, mak. Lagian dia juga nganggur, biar badannya yang kayak gajah itu juga sedikit kurus." Sahut Bimo acuh, sedangkan Iis tertawa lebar mendengar ocehan adiknya.
"Hust, kamu itu ngomongnya kok gitu sama istri adikmu, begitu juga adikmu cinta mati." Sahut Bu Atik gak terima, Bimo malah terkekeh geli membayangkan tubuh gemuk istri adiknya.
"Kamu kenapa pulang sendirian, mana istrimu kok gak ikut?" Sambung Bu Atik yang terus melihat ke arah Bimo.
"Gak Mak, Brio harus sekolah. Aku juga mau jenguk Luna besok. Lama gak tau kabarnya, dia sudah besar dan mungkin tambah cantik, tiba tiba aku kepikiran Luna." Sahut Bimo dengan senyuman lebar, membuat Bu Atik juga Iis saling melempar pandangan.
"Kok tumben, apa dia menghubungi kamu, minta uang ya?" Sinis Iis yang tak suka Bimo menemui anak dan mantan istrinya.
"Gak kok, Laras juga gak tau nomor ponselku. Kami sebelum berpisah sampai sekarang juga gak pernah komunikasi lewat telepon. Aku hanya tiba tiba kangen dan kepikiran sama Luna saja, bagaimanapun dia anakku." Sahut Bimo santai dan membenarkan posisi duduknya dengan menyenderkan punggungnya ke tembok.
"Awas, nanti kamu di manfaatkan sama mantan istrimu itu. Sebaiknya kalau mau ketemu Luna, bawa saja dia kesini atau suruh Laras antarkan ke rumah ini." Sahut Bu Atik yang ikut menimpali.
"Aku sudah bilang, aku maupun Laras sama sama tidak punya nomor masing-masing. Lagian, Laras gak bakalan mau menginjakkan kakinya di sini lagi. Lagian aku juga gak bodoh kok, mana Sudi aku dimanfaatkan sama orang yang sudah bukan siapa siapa bagiku." Sahut Bimo acuh, Iis dan Bu Atik saking lirik dengan perasaan was was.
"Yasudah, emak yakin kamu pasti tau mana yang lebih kamu pentingkan. Oh iya, besok waktunya terapi lagi, emak gak punya duit, kamu ada kan, Bim?" Sambung Bu Atik dengan wajah sumringah.
"Berapa biaya terapinya, Mak?" Balas Bimo dengan menahan rasa sesak di dalam dadanya. Baru sehari gajian, tapi dompetnya sudah menyusut drastis.
"Dua ratus lima puluh ribu, belum sewa mobil juga. Sewa mobil paling seratus ribuan, dan juga buat pegangan emak, gak enak kalau gak pegang duit sendiri." Sahut Bu Atik lancar, Bimo menarik nafasnya dalam, bebannya semakin terasa berat. Dengan lemas, Bimo mengeluarkan uang lima ratus ribu rupiah dan diserahkan pada ibunya, sedangkan untuk Iis hanya Bimo kasih sebesar dua ratus ribu.
"Kok cuma dua ratus ribu, Bim?" Protes Iis yang kaget karena Bimo hanya memberikan uang dalam jumlah sedikit dan itu tidaklah cukup baginya.
"Aku sudah gak punya uang lagi, mbak. Sebaiknya minta tambahan sama Miran, dia juga gajian kan?" Sahut Bimo dengan menahan rasa kesalnya.
"Kemarin Miran sudah pulang dan juga kasih uang ke emak. Miran juga bawa sembako untuk kebutuhan sehari-hari. Kasihan kalau harus minta lagi, dia juga butuh uang untuk memenuhi kebutuhan istrinya." Balas Bu Atik dengan wajah datar.
"Itu uang dan sembako dariku, Mak. Miran saat mau pulang minta uang ke aku, aku kasih satu juta kemarin. Emang Miran gak ngomong kalau itu uang titipan dariku?" Balas Bimo dengan tatapan menyelidik, Bu Atik langsung terdiam dengan wajah mengerut.
"Miran gak ada omong apa apa, rmdk pikir itu dari dia." Sahut Bu Atik lirih, kecewa dengan andk bungsunya yang lagi lagi selalu memanfaatkan keadaan.
"Aku saat ini lagi gak ada uang, nanti kalau emak butuh uang, sebaiknya minta ke Miran saja dulu. Dia itu gajinya lumayan banyak, dan istrinya juga punya simpanan perhiasan lumayan. Aku lagi mau mendekati Luna, karena aku dapat info kalau Laras saat ini hidupnya sudah enak. Siapa tau dia mau di ajak balikan, nanti biar dia bantu bantu biaya untuk keluarga kita." Sahut Bimo dengan percaya dirinya.
"Halah, mana mungkin Laras punya uang. Dapat berita dari mana kamu, wong dia itu miskin dan gak punya siapa siapa." Sungut Iis yang masih kesal, karena apa yang diharapkan tidak sesuai.
"Coba mbak Iis cek di akun sosial media milik Laras, dia sekarang terlihat makin cantik dan fresh. Dan apa yang dia pakai juga bukan barang murah. Dia sering upload foto sama Luna ke tempat tempat yang wah. Kalau begini aku jadi nyesel sudah milih Munaroh. Ternyata dia juga gak punya apa apa, dan bisanya cuma minta duit terus." Balas Bimo panjang lebar. Iis yang penasaran langsung membuka ponsel miliknya dan mencari akun sosial media milik mantan adik ipar yang dia benci. Mulutnya menganga, tak percaya jika perempuan yang selalu dia hina menjelma jadi perempuan cantik dan terlihat berkelas. Senyum lepas tanpa beban semakin membuat Laras terlihat menawan dan bahagia.
"Kamu benar, Bim. Laras makin cantik dan kelihatan berkelas, dia kerja apa ya sekarang. Kaku harus bisa mendekati Laras lagi, Bim. Buat dia kembali suka sama kamu. Kayaknya dia sekarang sudah banyak uang, kita bisa numpang hidup enak lagi." Pekik Iis dengan wajah sumringah, sedangkan Bu Atik hanya diam menyimak obrolan kedua anaknya.
diihh .. khayalan nya terlalu tinggi pake segala ingin ibu nya tinggal disitu .. hadeuuhh .. dasar ga tau malu .. semoga aja Laras bisa melindungi diri nya dan Luna ..