NovelToon NovelToon
Siapa Aku? (Cinta Ku Ada Di Alam Lain)

Siapa Aku? (Cinta Ku Ada Di Alam Lain)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Nikahmuda / Mafia / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: M.L.I

Dunia tak bisa di tebak. Tidak ada yang tau isi alam semesta.
Layak kehidupan unik seorang gadis. Dia hanyalah insan biasa, dengan ekonomi di bawah standar, dan wajah yg manis.
Kendati suatu hari, kehidupan gadis itu mendadak berubah. Ketika dia menghirup udara di alam lain, dan masuk ke dunia yang tidak pernah terbayangkan.
Detik-detik nafasnya mendadak berbeda, menjalani kehidupan aneh, dalam jiwa yang tak pernah terbayangkan.
Celaka, di tengah hiruk pikuk rasa bingung, benih-benih cinta muncul pada kehadiran insan lain. Yakni pemeran utama dari kisah dalam novel.
Gadis itu bergelimpangan kebingungan, atas rasa suka yang tidak seharusnya. Memunculkan tindakan-tindakan yang meruncing seperti tokoh antagonis dalam novel.
Di tengah kekacauan, kebenaran lain ikut mencuak ke atas kenyataan. Yang merubah drastis nasib hidup sang gadis, dan nasib cintanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M.L.I, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Entah sebagai alat untuk menyatukan helai pakaian. [2]

✨AGAR MEMUDAHKAN MEMAHAMI ALUR, BACA

     SETIAP TANGGAL, HARI, DAN  WAKTU DENGAN

     BAIK

✨PAHAMI POTONGAN-POTONGAN CERITA

✨BERTYPE ALUR CAMPURAN (MAJU DAN

     MUNDUR)

^^^Jumat, 24 Juni 2023 (07.57)^^^

Setelah kejadian di malam itu, Iefan mengantar Natha dan Olivia pulang ke rumah masing-masing di pagi hari. Alasannya karena Aslan masih tertidur, makanya Iefan seorang yang mengantar kedua gadis tersebut.

Aslan dan Natha juga tak bersuara apa-apa saat bertemu dengan kedua temannya pagi itu, mereka saling bungkam.

Terutama Aslan yang sebenarnya hanya pura-pura tidur untuk menghindari kekhawatiran dari Olivia juga Iefan jika harus melihat wajah luka-lukanya

Termasuklah Natha yang sebenarnya tahu jika Aslan hanya berekting. Tapi dia paham jika Aslan sedang mencoba menutupi lukanya dari kedua teman.

Naasnya di pagi saat di sekolah tetap tak bisa menyembunyikan, Olivia langsung panik ketika melihat Aslan yang datang di waktu dekat jam masuk.

Membuntuti langkah laki-laki yang mencoba menutupi wajahnya dengan mengenakan hoodie tersebut sampai di tempat duduknya.

“ Muka kamu kenapa? “ Olivia bertanya, sekilas melirik plester merah muda yang terpampang di pipi kanan Aslan. Rautnya panik bercampur khawatir.

Iefan reflek menoleh ke arah Aslan ketika mendengar omongan Olivia. Tampak memperhatikan luka yang ada di wajah laki-laki itu.

Ada perasaan ganjal di pikiran Iefan ketika dia menatap sekilas bagaimana sikap acuh yang Natha lakukan. Gadis itu diam saja tanpa ekspresi, berpura-pura membaca novel padahal mendengar.

Luka-luka yang Aslan dapatkan juga jelas bukan karena hal biasa, dia kenal betul bagaimana perilaku Aslan selama ini.

Pasti ada perkelahian yang mereka sembunyikan di belakang Iefan dan Olivia, dengan Natha dan Aslan sebagai pelaku yang tahu hal apa yang sebenarnya terjadi.

Dulu waktu Sekolah Menengah Pertama, Aslan juga pernah menantang seorang siswa di sekolahan karena suatu permasalahan.

Padahal jumlah siswa itu terbilang banyak di bandingkan dirinya yang seorang diri. Tapi Aslan yang keras kepala tak peduli, dia bersikukuh untuk berkelahi dengan siswa tersebut, beruntung Aslah masih mempunyai kemampuan bela diri dari les kereta yang di tempuh.

Ditambah kemampuan berkelahi yang seakan berbakat sejak lahir. Saat itu Aslan sempat babak belur karena teman-teman dari siswa tertuju, tapi hebatnya, sesuai dengan apa yang dia tuju sejak awal.

Siswa yang memiliki masalah dengan Aslan juga habis babak belur di tangan sang laki-laki. Memberikan senyuman puas bagi Aslan, walau dia juga harus penuh luka dan lebam dibuatnya.

Alhasil dalam bentuk imbang antara Aslan yang babak belur, dan si orang tertuju yang juga babak belur.

Tak berselang lama dari hari kejadian, siswa itu datang lagi bersama jumlah yang lebih banyak.

Dia masih tidak terima saat wajahnya bisa babak belur karena Aslan yang padahal hanya seorang diri. Aslan yang pemberani tak gentar, dia tersenyum santai berhadapkan anak-anak tersebut.

Saat itu Iefan hanya menontoni bagiamana perkelahian Aslan yang pertama secara kebetulan, tapi entah bagaimana perkelahian yang kedua juga bisa secara acak terjadi di jalan saat Iefan mau pulang.

Lagi-lagi Iefan menjadi penonton setia bagaimana perkelahian antara Aslan dan siswa itu, tapi Iefan yang tak tahan sejak awal, akhirnya ikut menyerang di akhir-akhir Aslan yang babak belur.

Iefan juga mempunyai kemampuan bela diri, jelas karena setiap anak dari pengusaha kaya pasti akan di bekali kemampuan bela diri.

Tentu awalnya bertujuan untuk mewaspadai adanya pihak-pihak yang tidak menyukai bisnis orang tua mereka, hingga tega mencoba melukai anak dari pembisnis tersebut.

Tapi siapa sangka kemampuan yang Aslan dan Iefan dapatkan, malah digunakan untuk berkelahi dengan siswa-siswi sekolahnya. Mereka berhasil mengalahkan siswa tersebut, dan mulai menjadi teman sejak kejadian itu.

Aslan melirik Iefan sekilas, tak berniat menyahut omongan lelaki itu jika dia juga ikut bertanya. Aslan tahu jika Iefan juga akan langsung mengerti dengan luka-luka yang ada di sekitaran wajahnya masa kini.

Makanya sengaja Aslan memilih fokus untuk menyakinkan Olivia tentang keadaan dia yang baik-baik saja.

Sementara Natha di sisi jendela masih pura-pura diam dan tak peduli, padahal dia dengar jelas semua omongan di sebelah, kendati tidak sedikitpun berniat mau menyahut atau membantu menjelaskanya kepada Olivia atau Iefan yang berada di kursi depan.

Rasanya dia tidak perlu turut adil dalam debat antara tiga sahabat itu, terlebih Natha juga bukan teman asli mereka.

Dia hanya kebetulan berwajah sama dengan Natha teman terdahulu, dan secara tak sengaja terbangun tadi malam, juga kebetulan menjadi penyelamat Aslan malam itu.

Jika dia buka suara pasti akan semakin memperumit suasana, karena dari yang Natha dengar Aslan hanya mencoba mengatakan bahwa dia tak sengaja jatuh di kamar mandi kepada Olivia.

Terdengar tak masuk akal, tapi hanya itu satu-satunya alasan yang bisa Aslan berikan. Laki-laki itu tak hebat dalam hal berbohong.

Di kesibukan itu, Natha sempat membaca beberapa bagian di novel.

Ada paragraf tentang si pemeran utama wanita, yang memberikan gelang persahabatan kepada seorang gadis lain.

Dia mengajak gadis tersebut untuk ikut menjadi teman mereka, kendati gadis yang di ajak berubah menjadi seorang teman yang berkeinginan lain, punya maksud terselubung untuk mendekati dua teman pria si gadis tokoh utama.

Tiba-tiba di tengah membaca Natha merasakan sakit luar biasa di kepalanya, telinganya ribut, berdenging mendengar sesuatu hal berbicara dalam otak.

Buku Natha terjatuh dari meja, dia menutup mata dan kedua telinganya, tak sanggup mendegar suara yang kalut di telinga. Ada suara tawa, teriakan, juga dentuman buku yang jatuh.

Bersamaan angin berhembus dari jendela luar, menggoyangkan tirai-tirai dan meluluh lantahnya kain di sekitaran bibir lobang persegi samping Natha karena gejolak mendadak.

Wuss.......

Kebisingan itu berakhir, dengan suara percikan air yang tumpah. Tak ada keributan dari telinga, atau bahkan sekedar dari teman-teman kelas setelahnya.

Natha yang merasakan kesunyian, perlahan mulai membuka kelopak mata. Dia bingung untuk sesaat, sampai keadaan di sekitar membuat Natha membelalak. Bola mata gadis itu bergerak cepat memperhatikan seisi kelas.

Di sana tiba-tiba sunyi, berubah 180 derajat dari sebelumnya. Semua siswa duduk dan sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Tidak ada yang heboh atau memperhatikan Aslan seperti tadi.

Bahkan Olivia sudah duduk manis di kursi depan dengan beberapa tugas-tugas yang dia kerjakan. Natha kaget saat Iefan tertawa karena asik membaca komik sambil mengunyah makanan ringan depannya.

Padahal Natha ingat betul, bagaimana posisi Iefan yang masih menghadap belakang, juga Olivia yang berdiri di samping meja Aslan untuk memeriksa wajah lelaki itu.

Sempat dia melirik Aslan di sampingnya, lelaki itu tengah tidur pulas, menjadikan tangan sebagai bantal ke arah Natha. Juga keberadaan plaster merah muda di pipi Aslan membuat Natha membelalak hebat.

Wajah lelaki itu mulus, tanpa luka atau lembab, juga tanpa plester yang Natha tempelakan tadi malam. Dia tertidur seakan tak terjadi apa-apa di beberapa menit sebelum saat ini. Bahkan orang-orang di sana seperti sedang mengerjai Natha dan berekting.

Natha hendak bangkit dan bertanya kepada Iefan, tapi tangannya kaku, sekedar untuk menepuk punggung Iefan dari belakang.

Ia malah bangkit dalam keadaan tidak sadar, dan berjalan melewati Iefan begitu saja. Natha mencoba berteriak kepada Iefan, berharap dia bisa membantu Natha untuk sadar dan lepas dari gerakan yang diluar kendalinya.

Banyak pertanyaan yang harus di ajukan tentang bagaimana keadaan kelasnya tiba-tiba berubah. Tapi kaki Natha tak berpihak pada pikiranya kala itu, dia terus berjalan maju, sampai singgah tepat di hadapan meja Olivia.

Mata Natha melirik buku-buku yang gadis itu kerjakan. “ Eumm Olivia. Maaf ya, aku mau izin nganterin tugas aku yang belum selesai ke bu Yanna. “ 

Natha menjulurkan buku yang dia genggam di perut. Dan bertanya-tanya sendiri sejak kapan buku itu bisa berada di gengamannya.

Olivia mendonggak menatap Natha, dia sedikit kaget karena terlalu asik belajar. “ Eh, Natha? Oh... oke-oke. Ntar gue kabarin sama bu Zasnia kalau dia masuk nanti. “

Saat itu mata Natha tak sengaja melirik sebuah gelang berwarna putih dengan buah kupu-kupu di tengah, di padukan beberapa bulatan kecil pada talinya yang menjadi pemanis dalam lingkaran pergelangan Olivia.

Natha tersadar bahwa gelang itu terasa sama persis seperti yang di gambarkan di novel tadi. “ Makasih Olivia. Aku pergi dulu ya. “ Bibir Natha berbicara menyahut sang ketua kelas.

Tak sesuai dengan kehendak pikirannya, mati-matian Natha menahan diri, dia tak seharusnya pergi sekarang. Karena Natha ingin mempertanyakan tentang gelang tersebut kepada Olivia.

Tapi apa boleh buat, setelah berupaya kaki gadis itu tetap melangkah mulus ke luar kelas, dia seakan patung hidup yang dikendalikan.

Koridor yang Natha lewati sepi, tidak banyak siswa-siswi yang berlalu lalang karena masih berada di jam belajar.

Hanya siswa yang memang memiliki mata pelajaran di luar seperti jam olahraga saja yang akan berada di luar saat itu, tapi mata pelajaran itu juga bergilir.

Jadi kemungkinan hanya kecil bagi Natha untuk berjumpa dengan siswa lainnya selain siswa yang mendapat mata pelajatan olaharaga di hari ini.

Natha sendiri heran, mengapa dia harus mengumpulkan tugas yang entah kapan dia kerjakan di jam sekarang.

Bukankah seharusnya Natha mengumpulkan tugas itu di jam istirahat atau jam yang memang seharusnya memberi kebebasan untuk keluar, tidak seharusnya dia keluyuran bebas seperti saat ini.

Namun seperti sudah ditentukan, takdir Natha malah mempertemukan dia dengan keberadaan ketiga siswi berpakaian olahraga di selasar depan ujung.

Mereka tampak asik bercanda, tertawa dan memerhatikan teman-teman kelas mereka di lapangan, awalnya tidak menyadari kehadiran Natha.

Gadis itu ingat betul wajah ketiga siswi tersebut yang merupakan siswi yang hendak membully Natha di hari pertama dia masuk.

Salah seorang siswi dari ketiganya menyadari keberadaan Natha. Mereka lantas menunjuk Natha dari kejauhan untuk mengabarkan dua temannya di sebelah.

Seharusnya melihat hal itu Natha sudah berlari menyelamatkan diri, paham kalau dia akan di bully lagi oleh mereka, tapi lagi-lagi kaki Natha kaku, dia sempat diam sejenak selama beberapa menit untuk menjatuhkan buku yang dia genggam.

Barulah setelah itu berlari kalang kabut, membuat Natha ingin memaki dirinya sendiri karena melakukan hal tak berguna seperti itu.

Gadis dengan tinggi 151 cm itu merasa seakan dirinya sedang melakukan hal-hal yang ada di sinetron atau novel untuk menambah dramatis cerita.

Sangat menyebalkan untuk orang yang melihat atau menonton, apalagi Natha yang melakukannya sekarang.

Pelarian diri itu memang tak membuahkan hasil, mereka yang juga berlari untuk menangkap Natha berhasil mengapai ujung rambut Natha dan menarik kumpulan rambut bentuk ujung ekor kuda gadis tersebut ke belakang.

Alhasil Natha terjungkal balik, dia terlempar ke samping dinding, mengeluh menahan sakit kepala dan tubuhnya yang terbentur hamparan.

Sonia si pelaku penarikan terjenggal. Dia setengah berdiri sambil bertumpu pada lutut karena kewalahan usai mengejar Nahta.

“ Cih sialan! Pake lari segala lagi lu. “ Mati-matian gadis itu mengatur nafasnya, karena dia yang paling cepat berlari untuk mengapai Natha.

Ruby dan Sekar datang setelahnya. Ruby yang kewalahan ikut kesal mendorong tubuh Natha yang hendak bangkit, melampiakan rasa kelelahannya.

Nafasnya tak beraturan, berbeda dengan Sekar yang terlihat sangat tenang waktu tiba. Dia juga terjenggal, tapi tampak lebih tenang dan malah tersenyum lebar ketika melihat Natha yang kesakitan dan kewalahan di lantai.

Tanpa aba-aba Sekar langsung berjalan menghampiri Natha, berjongkok untuk membantu Natha bangun. Membuat Natha bingung dan kaget menerima perlakuan.

“ Lu ngga papa kan? Ada yang perlu di bantuin? Sorry ya… Sania udah narikin rambut lu. “

Natha bangkit dengan raut bingung, begitu juga kedua teman Sekar yang saling memandangi satu sama lain.

“ Soalnya gua kangen banget sama lu. Eh, lu malah lari gitu aja. Lu ngga maukah ketemu sama gue? “ Raut Sekar terlihat khawatir penuh perhatian, dia tersenyum, tapi terselubung dan penuh tipu daya.

Air muka Natha hanya diam ketakutan di tanyakan, dia geleng-geleng dengan kaku, penuh keringat tegang tanpa berani mengeluarkan kata-kata. Tercampur tubuh gemetar hebat seolah tidak berani melirik netra Sekar.

“ Eh, lu! Kalau Sekar tanyain jawab! Bisu apa lu! “ Sonia mendorong tubuh Natha dengan kesal, emosinya memuncak melihat raut ketakutan Natha.

Gadis malang itu begitu terpukul hawa takut dan trauma, rintik-rintik ingatan bekas perlakuan Sekar ketika di gedung bermunculang. Seolah memberi simulasi kembali bagaimana keadaan mencekam di kala itu.

Tapi Sekar malah menepis tangan Sonia, temannya sendiri. Dia berlagak sok peduli dan perhatian. “ Ya ampun! Udah Sania. Lu ngga usah maksa Natha buat ngomong. Mungkin dia syok aja abis lu jambak. “

Sania terdiam heran. Bibir-bibirnya beku tak berkutik, usai di marahi oleh Sekar.

“ Ya udah gini aja, biar lu-nya bisa nenangin diri, mending kita ngobrol aja di tempat lain. Ya kan? “ Sekar menepuk bahu Natha sebelum pergi, tapi sempat melirik Sania dan Ruby penuh arti. “ Yuk kita ke wc aja. “

Akal jahat gadis berambut lurus panjang itu begitu tidak terduga, dia sengaja tidak mau bertindak kasar di tengah hamparan luar. Apa lagi di lorong itu pasti ada cctv dan kemungkinan insan lain untuk menemukan mereka.

Makanya akal sehatnya memberi inisiatif lain, yakni toilet khusus wanita. Dengan begitu kemungkinan Aslan untuk datang menemui mereka juga sangat kecil, tidak mungkin para lelaki itu sampai masuk ke wc khusus wanita.

Sekar berjalan mendahului, sempat Ruby dan Sania saling memandangi, mereka mencerna maksud dari Sekar dan akhirnya mengerti.

Natha yang juga paham sontak menjadi keget, dia mencoba memberontak, tapi perlawanan yang di lakukan begitu lemah.

Di tambah tak ada orang yang melihat atau mengetahui apa yang mereka lakukan terhadap gadis itu saat ini. Sehingga tanggisan Natha menjadi tak berguna untuk dilakukan.

Natha asli memaki di dalam batinnya, mengapa dia tidak melawan dan berteriak saat itu. Dia merasa Natha yang bertindak di luar kendali saat ini begitu lemah dan tak berdaya.

Kedua teman Sekar berhasil menyeret Natha ke wc khusus wanita, dua siswi di sana yang sedang berkaca terkejut, mereka di usir Sania dan lekas keluar dengan ketakutan.

Tidak peduli terhadap keadaan gadis lain yang di bawa paksa masuk. Natha memberontak hebat.

Dia terus melawan, menanggis dan tak bisa diam, sampai Sekar yang tadinya tengah asik berkaca tiba mendekati Natha dengan kesabaran yang habis dan terganggu oleh teriakan.

Spontan menampar gadis itu keras seiring jepit rambut Sekar yang masih berada di tangannya.

Natha terjatuh menghantam lantai, dia melemah kesakitan, dengan luka beset yang mulai memunculkan darah di pipinya.

Ruby dan Sania ikut terkejut, mereka saling pandang, sambil melepas genggaman dari lengan Natha. Usai tindakan tidak terduga dari teman mereka.

Secarcah di otak keduanya juga mengatakan bahwa tindakan Sekar barusan sudah termasuk kelewatan. Tapi mereka ikut tidak bisa bertindak melawan atau mencoba menasehati Sekar.

Gadis berwajah cantik dan riasan yang cukup mencolok itu akan bertindak di luar batas, terlebih jiwa di lawan dan sudah naik pitam. Menjadikan kedua gadis berambut pendek dan bungkam dan memilih diam Natha di pukuli.

Sekar mengatup dua pipi Natha dengan kasar, mengunakan sebilah telapak tangannya. Tak memberi sela untuk Natha bernafas sedikitpun.

Bahkan gadis malang itu masih meringgus di lantai, menahan tamparan dan hantaman mengenai lantai WC sebelumnya.

“ Sakit? Ha! Sakit! Sakit!!! “ Sekar bertanya berulang dan terus menaikan nada, sampai di kata terakhir dia benar-benar teriak puas. Memekik kuat di depan wajah Natha dalam jarak dekat.

Natha hanya menangis memegangi tangan Sekar, merasakan cengkraman gadis itu semakin kuat. Menunjukan raut untuk meminta belas kasihan.

“ Ini ngga seberapa sama apa yang lu perbuat, Natha. “ Sekar tersenyum, jepit rambutnya dia buang.

“ Lu udah ngerebut Aslan dari gue, lu udah membuat citra gue jelek di mata Aslan. Lu tau kaya gimana tatapan Aslan waktu kita di gedung belakang? “ Sekar menjeda di sela pembicaraanya, dengan wajah seolah yang tersakiti.

“ Dia natap gue dengan amarah Natha! Dia marah! Dia benci! Dia seakan ngga suka kalau gue udah ngelakuin hal itu sama lu. Padahal lu siapa! Lu bukan orang yang berarti bagi dia! “ Mata gadis itu ikut memerah penuh emosi dan rasa kesal.

Mati-matian Natha menangis, memberontak lemah dari genggaman Sekar, rahangnya beringsut mulai merasakan sakit dari tancapan-tancapan kuku.

Malang kini mata berair Natha malah di paksa menatap wajah Sekar yang mencekam. Di tarik kuat oleh Sekar untuk mendekat ke wajahnya yang penuh gejolak amarah.

Natha hanya bisa mencoba melepas tangan Sekar dengan lemah dari tulang pipinya yang memerah.

“ A-aku mohon sekar, lepasin aku.... Aku ngga tau apa yang kamu maksud Sekar.... “ Natha bersuara serak dan tertatih-taih. Semua tenaga lemas dan rasa sakit telah bercampur satu.

Sekar tersenyum mendengar perkataan Natha. Wajahnya fokus memandangi raut sang gadis tak berdaya. Menelisik tiap inci dan tatanan muka bulat gadis itu.

“ Cih, Gue benci muka ini. “ Bukannya merasa kasian, Sekar malah merasa jijik dan meludah ke samping.

Dia muak dan semakin kuat meremas pipi Natha, lantas menoleh di sela seakan mencari sesuatu. Hingga dia teringat dan mengambil sebuah benda dari rambutnya.

Benda itu adalah jepit rambut yang dia pegang saat menampar dan membuat luka beset di pipi Natha.

Sania dan Ruby kaget melihat tindakan Sekar, mereka panik jika gadis itu akan melakukan hal yang di luar batas.

Tapi Sekar sudah lebih dahulu tersenyuman dan mengayun cepat jepitan tersebut seperti mengenggam tombak, yang di ancang dari udara di atas wajah Natha.

Gadis itu gila karena berniat untuk membeset wajah Natha dengan jepitan rambutnya. Jauh di bantin Natha tak sengaja memperhatikan, di sela terlihat pergerakan tangan Sekar yang terlihat gemetar, juga tatapan mata gadis itu yang seakan berbeda jauh dengan ekspresi yang ada di wajahnya.

Sampai raga luar Natha reflek memejamkan mata, laksana siap untuk mendapatkan luka di wajahnya.

Sreett!!!

Siapa sangka, seakan kisah di novel, seseorang datang tepat waktu di detik-detik terakhir untuk menahan tangan Sekar. Terlihat jika tangan itu bukan milik seorang pria ketika Natha membuka kembali kelopak matanya.

Sekar terperanjat hebat, kedua pemilik tangan itu saling beradu tatapan, antara pelaku penghujaman dan insan yang menahan.

Sampai wajah amarah di raut Olivia yang menjelaskan siapa orang yang datang untuk menolong Natha kala itu. Sekar mulai kesal, menghempas tangan Olivia di udara, dia segera bangkit di ikuti Olivia yang tak kalah menatap tajam wajah Sekar.

Siapa sangka memilih membully Natha di toilet wanita untuk menghindari keberadaan Aslan dan Iefan, malah mengundang Oliva yang datang. Ruby dan Sania juga tak menyangka jika Olivia bisa muncul dengan tiba-tiba, juga menemukan keberadaan mereka.

“ Gue nemuin buku ini di selasar. Dan dugaan gue benar, kalau lu dalang di balik kejadian ini. “ Olivia mengangkat buku Natha yang sempat dia jatuhkan di lorong.

Ketika itu rasa khawatir Olivia bermula karena Natha yang tidak kunjung kembali dari kelas, padahal sekarang sudah hampir waktunya untuk istirahat.

Alhasil membawa raga Olivia untuk menelusuri koridor yang mungkin di lewati Natha, lalu menemukan buku itu sebagai bukti rasa curiga dan khawatir semakin mencuak.

Beruntung tebakan gadis ketua kelas itu tepat, dia sudah menemukan Natha dan Sekar, beserta para pengikutnya di dalam toilet khusus wanita. Natha yang melihat terduduk lemas di lantai, merasa jika buku itu ternyata ada gunanya.

Sukma Sekar tidak merasa marah, dia malah bertepuk tangan, dan tertawa terbahak-bahak, sampai membuat matanya berair sendiri.

“ Ahahaha! Wah-wah liat siapa lagi yang datang untuk menjadi pahlawan bagi Natha. Ternyata lu lumayan hoki ya. ” Dia mengelap santai matanya yang bergenang, padahal semua orang yang ada di sana dalam keadaan tegang dan tidak merespon tawa gadis itu.

“ Olivia? Gadis cantik, yang menjadi sahabat dari Iefan dan Aslan. Siapa yang ngga kenal sama lu Olivia. Banyak cewek di luar sana yang mau berada di posisi lu. “ Dia mengelilingi Olivia, sambil memainkan ujung rambut gadis tersebut.

“ Dari awal masuk kelas 10, lu udah jadi gadis beruntung yang di kelilingi dua pria tampan di sekolah. Dengan kedok sebagai sahabat, lu selalu bertingkah bodoh dan tertawa bahagia sama mereka. Dan liciknya lu bahkan ngebeliin banyak makanan murahan dan sampahan untuk mereka. Makanan khusus kalangan orang miskin, tapi tapi malah lu kasi sama Aslannya gue. Lalu dengan naifnya dia juga mau makan makanan murahan kaya gitu. Sampai sakit perut, tapi tetap terima semua pemberian pangan sampah kaya begitu. Dia sayang banget sama semua barang murah pembelian lu, dibandingkan barang mahal yang gue kasi ke dia. “

Bibir Sekar naik dengan begis, air mukanya tampak begitu kesal dan mendendam, bercampur tatapan sedih, yang entah bagaimana bisa terekspresikan di satu wajah dalam keadaan yang bersaman.

Perlahan kaki Sekar terus berjalan mengelilingi Olivia, bermain-main terhadap gadis itu, padahal sudah berkali-kali di tangkis dan di balas tatapan tajam dari Olivia.

Sang ketua kelas itu terlihat tidak mau ikut dalam permainan Sekar yang tidak jelas. Berbeda dengan Natha yang masih terpaku menonton percakapan kedua wanita itu di lantai.

Tubuhnya kaku, tapi pikirian Natha masih bisa menangkap jernih bagaimana percakapan antara Sekar dan Olivia.

Dia baru tahu jika Olivia adalah sahabat Iefan dan Aslan kelas 10 Sekolah Menengah Atas, juga makanan yang sering Olivia belikan sebagaimana yang diceritakan, dia juga sempat membaca bagian itu di novel.

Entah bisikan dari mana, setelah mencerna cukup lama, Natha mulai membuat kesimpulan. Dia mengulas semua kejadian, cerita, perilaku, dan alur yang sama persis dengan yang di ceritakan di novel.

Pantas saja Natha merasa cukup dejavu selama beberapa hari ini bersama ketiga siswa Sekolah Menengah Atas tersebut, ternyata hal-hal itu sama seperti yang ada di novel yang Natha baca.

Apakah saat ini dia sedang berada di novel, apakah dia juga sedang melakonkan adegan sekarang, wajar beberapa kali termasuk sekarang Natha merasa seakan dirinya sedang di kendalikan seseorang, sampai tak bisa melangkah atau berbicara sesuai kehendak dirinya sendiri.

Termasuk untuk membela dirinya sendiri, seakan Natha memang tengah memeharnkan tokoh yang lemah tak berdaya, untuk di tindas para tokoh jahat lain.

“ Terselah lu Sekar. Lu berhak buat menyimpulkan suatu hal dari apa yang lu lihat terhadap gue. “ Senyuman di bibir Olivia naik sebelah di sudutnya, seakan sedang tertawa dengan ironis. Dia mulai membalas perkataan.

Natha yang di bawah masih diam, hanya bisa mengkerutkan kening menatap sikap dan perkataan Oliva yang jauh berbeda dengan apa yang ada di keseharian.

Oliva yang sekarang, sangat mirip dengan gaya dan tingkah laku dari pemeran utama wanita di novel. Semakin menambah porsi keyakinan Natha bahwa mereka sedang berada di dunia novel dan sedang melakukan adegan.

“ Lu juga berhak buat ngatain gue sebagai gadis yang memanfaatkan keadaan dengan keberadaan Iefan dan Aslan. Lu bebas Sekar, semua opini lu ngga dipermasalahkan di sini. Lu juga bebas mau bertindak seperti apa ke gue, tapi kali ini ada satu hal yang ngga bisa gue terima dari lu. “

Oliva melirik Natha di lantai, di ikuti dengan tatapan Sekar yang sudah memanas sejak tadi. “ Kalau gue gadis yang memanfaatkan keadaan, maka gadis seperti lu pantes di sebutin apa? “

Badan Olivia maju, condong mendekat ke telinga Sekar, dia memiringkan kepala, berbicara dengan senyuman. “ Aslan ngga suka sama gadis psikopat kaya lu. “

Detik itu juga, amarah Sekar membeludak, dia menjambak rambut Olivia, mencoba menampar, dan memukuli gadis itu dengan sekuat tenaganya. Tapi Olivia tak kalah gesit, dia melawan, dan bertarung dengan Sekar.

Mereka saling memukuli, mendorong ke sudut dinding, berlawahan menggunakan batang pengepel yang ada, dengan perolehan yang sama persis.

Sialnya kedua teman Sekar tentu tak tinggal diam, mereka ikut mengkeroyoki Olivia, memukulinya dari belakang hingga gadis itu tersungkur di lantai.

Olivia mengeluh menahan sakit, tapi Sekar yang sudah naik pitam tak membiarkan gadis itu memiliki jeda, dia menendangi Olivia dengan babi buta, tertawa histeris dengan puas.

Sementara tokoh yang Natha perankan sekarang, hanya bisa menanggis ketakutan di sudut wc.

Olivia sudah melemah saat itu, tubuhnya lemas menggulung perut yang di pukuli di lantai, dengan beberapa luka yang juga muncul di pipinya akibat batang pengepel yang patah dan tajam.

“ Hakkk!!! Hidung lu Sekar! “ Sania yang sempat memperhatikan Sekar panik, baru sadar ketika melihat darah mulai menetes dari hidung Sekar, termasuk orang yang memiliki tubuhnya sendiri.

Cepat Sekar yang baru merasakan buliran air di sekitara hidung mancungnya, mencoba mendongak untuk menahan, baru tahu kalau hidungnya sempat patah akibat pukulan Olivia.

Tringggg…!!! Tringgg….!!

Bel istirahat berbunyi menyahut. Menyadarkan setiap insan yang ada di sana. Membuat Sekar tersenyum kecut saat itu.

“ Hari ini keberuntungan lu Olivia. “ Dia lekas berjalan keluar sambil mendongak menutup lubang hidungnya.

Diikuti Ruby dan Sania yang di buntut, sempat menendang batang pengepel yang patah ke arah Natha di sudut. Bagai tengah mengertak gadis itu.

Bel yang sudah berbunyi juga hidung Sekar yang patah, memberikan pertimbangan kepada Sekar untuk memilih meninggalkan Natha dan Olivia begitu saja, padahal amarahnya masih belum tertuntaskan.

Dia perlu mengobati hidungnya, dan akan semakin repot jika banyak siswi yang datang ke wc lalu melihat dia sedang melakukan pemukulan terhadap Natha juga Olivia.

Salah satu dari mereka pasti tetap akan melapor. Terlebih Aslan dan Iefan juga sudah keluar kelas, karena ini jam istirahat, sedikit banyak mereka tetap akan mencari keberadaan Olivia.

Sekar tidak mau membuat citranya semakin buruk secara langsung di hadapan Aslan. Jadi terpaksan meninggalkan Natha dan Olivia di tengah perkelahian.

Wusss…

Seakan lelucon setelah kepergian ketiga siswa itu, Natha mendapatkan kembali kuasa atas tubuhnya, dia segera mendekat ke Olivia, untuk memeriksa dan melihat keadaan gadis tersebut.

Siapa sangka Olivia sudah tak sadarkan diri di sana, membuat Natha yang tak punya pilihan, bertindak dengan mengendong Olivia di pundaknya.

Tubuh Natha yang sudah melemah, dipaksa untuk mengendong tubuh Olivia yang tak jauh beda beratnya dengan dia, seakan membawa beban dua kali dalam satu langkah, sekilas Natha juga merasakan nyeri di perutkan.

Tapi Natha tak gentar, dia setengah berlari membawa Olivia ke Unit Kesehatan Sekolah. Tidak begitu menyadari dengan buliran merah yang mulai bertumpah dari hidungnya kala itu.

Banyak orang yang sempat memperhatikan kedua gadis itu ketika Natha membawa Olivia. Termasuk Baron yang ikut kaget dengan kondisi Olivia. Mata Baron mengecil, membidik mengikuti wajah Natha yang terkena luka beset.

Gubrakk!!

...~Bersambung~...

✨MOHON SARAN DAN KOMENNYA YA

✨SATU MASUKAN DARI KAMU ADALAH SEJUTA

     ILMU BAGI AKU

1
psyche
Terasa begitu hidup
Axelle Farandzio
Aku nunggu update terbaru setiap harinya, semangat terus author!
print: (Hello World)
Gak sabar buat lanjut!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!