Menikah secara tiba-tiba dengan Dean membuat Ara memasuki babak baru kehidupannya.
Pernikahan yang awalnya ia kira akan membawanya keluar dari neraka penderitaan, namun, tak disangka ia malah memasuki neraka baru. Neraka yang diciptakan oleh Dean, suaminya yang ternyata sangat membencinya.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? apakah Ara dapat menyelamatkan pernikahannya atau menyerah dengan perlakuan Dean?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu Unaiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 12
Esoknya.
Setelah pulang bekerja Ara tidak langsung pulang, beberapa saat yang lalu Bi Wati mengabari bahwa tadi malam Papanya dilarikan ke rumah sakit akibat terkena serangan jantung. Perasaan sedih tidak dianggap memang selalu Ara rasakan, terlebih sekarang ia sudah menikah. Dari sejak ia keluar dari rumah hingga sekarang, Ara tidak pernah mendapat kabar apa pun dari keluarganya, ia sempat beberapa kali mencoba menghubungi Papanya namun sama sekali tidak diangkat, lalu sesekali ia juga mengirimkan pesan kepada Mama yang sama sekali tidak dibalas. Ia hanya ingin mengetahui kabar mereka.
Ara hanya tidak ingin hubungannya dengan keluarganya benar-benar terputus, karna meskipun diperlakukan tidak baik, Ara hanya memiliki mereka selama ini, meskipun diperlakukan tidak baik, ia tidak ditelantarkan.
Jadi, sekarang ia sedang berada di rumah sakit, berdiri di depan pintu kamar rawat Papanya. Perasaan ragu seketika hinggap di hati Ara, namun setelah mengumpulkan keberanian ia akhirnya mengetok pintu, dan beberapa saat kemudian dibuka oleh seseorang yang sudah lama sekali tak dilihat Ara.
“Ara?” Rio, kakak laki-laki Ara yang selama ini tinggal di London, satu-satunya orang yang menyayangi Ara, dan selalu membela Ara jika sedang ada masalah di rumah.
Saat Ara memasuki sekolah menengah atas Rio memilih melanjutkan kuliah di London, kemudian setelah lulus Rio memutuskan untuk bekerja dan menetap di sana, sejak saat itu Rio tidak pernah pulang.
Ara memiliki dua orang kakak, Rio, dan Evelyn yang tinggal di Paris. Memang sudah lama kedua kakaknya itu tidak pulang ke Indonesia, bahkan saat ia menikah.
Pelukan hangat dari Rio membuat Ara meneteskan air mata, selama ini ia sangat rindu namun tidak bisa ia ungkapkan, mengingat Mamanya sangat tidak menyukai kedekatannya dengan kakaknya itu.
“suami kamu mana?” tanya Rio saat ia dan Ara sudah duduk di sofa panjang yang disediakan untuk keluarga pasien. Di dalam ruangan itu memang hanya ada Rio dan papanya yang sedang tidur.
“masih di kantor Kak,” jawab Ara. Sebenarnya ia tidak tau apakah Dean masih di kantor atau sudah pulang ke rumah. Dalam perjalanan ke rumah sakit ia sudah mengirimkan pesan kepada Dean tentang ia yang akan ke rumah sakit dan meminta laki-laki itu datang jika ada waktu, namun sampai sekarang pesan itu belum dibalas dan hanya dibaca saja.
“gimana kabar kamu selama ini?” tanya Rio.
“baik,” Ara menjawab singkat, agak canggung mengingat ia dan Rio sudah lama tidak bertemu. Ia bingung harus memulai obrolan dari mana.
Rio adalah sosok yang hangat dan penuh perhatian, namun, setelah pindah keluar negri Ara jadi susah menghubungi Rio, awalnya sesekali masih bisa melakukan panggilan suara atau panggilan video, namun setelah beberapa lama kontak diantara keduanya jadi lebih jarang hingga lama-lama sudah tidak saling berhubungan.
“kamu tau dari Bi Wati soal kondisi Papa?” Rio bertanya sambil melihat ke arah Papanya yang terbaring dengan alat bantu pernafasan melekat di hidung laki-laki paruh baya itu.
Ara mengangguk
“kondisi Papa sudah membaik, cuma harus selalu dikontrol, tekanan darahnya juga sudah stabil sekarang. Kata dokter tidak terlalu serius, jadi kamu gausah khawatir. Mama udah pulang ke rumah karna sebentar lagi Evelyn nyampe.” Jelas Rio
“Aku cuma sedih. Mungkin kalo Bi Wati nggak ngasih tau, aku bakalan tetap ngak tau apa-apa soal Papa sakit.” Ara memang hanya bisa jujur tentang perasaannya pada Rio, meski agak canggung awalnya, namun, ia masih merasa nyaman dan merasa terlindungi.
“sebenarnya kakak udah pulang dari tiga hari lalu.” Ucap Rio sambil melihat ke arah Ara yang duduk di sampingnya, Ara terlihat sedikit terkejut.
“kakak sebenarnya mau menghubungi kamu, tapi beberapa masalah muncul dan kakak nggak punya kesempatan,” lanjut Rio, mencoba menjelaskan.
“masalah apa?” tanya Ara, ia kira Rio pulang karna Papanya sakit, namun ternyata Rio sudah pulang sebelum itu. Masalah yang dimaksud pasti bukan masalah yang sepele, jika Rio harus sampai pulang ke Indonesia sudah dipastikah hal besar yang terjadi. Pasalnya laki-laki itu sudah membeli rumah di sana dan memang berencana untuk tinggal secara permanen di sana.
Rio terlihat ragu, sesekali laki-laki itu memijat keningnya. Ara memperhatikan dalam diam, laki-laki itu sudah sangat dewasa sekarang.
“perusahaan Papa sedang di ambang kebangkrutan,” jelas Rio singkat.
“Papa ditipu Heru, orang kepercayaannya. Seminggu yang lalu data rahasia perusahaan bocor, setelah diselidiki ternyata pelakunya adalah Heru. Waktu itu Papa masih belum tau bahwa ternyata dana perusahaan sudah terkuras habis, karna selama ini laporan keuangan yang Papa terima semuanya hasil rekayasa Heru, Papa terlalu percaya sama Heru. Dan kemaren tiba-tiba beberapa investor menarik dana. Sedangkan beberapa proyek sedang dijalankan.” Rio terlihat sangat frustasi saat menjelaskan. Ternyata separah itu, tidak heran Papanya sampai jatuh sakit.
Sejujurnya Ara tidak tau harus merespon seperti apa, ia tidak pernah diikut sertakan dalam hal apa pun di keluarga termasuk masalah perusahaan, namun ia mengenal Heru, laki-laki yang sering datang ke rumah dan terlihat memang sangat dekat dengan Papanya
“Om Heru sudah dilaporkan?” tanya Ara. Rio mengangguk.
“sudah, tapi percuma, Heru sudah kabur, Papa terlambat menyadari pergerakan Heru.” Jawab Rio
“yang paling penting sekarang bukan bagaimana menangkap Heru, tapi bagaimana cara menyelamatkan perusahaan,” lanjut Rio.
“pasti bakalan ada jalannya kak.” Ucap Ara mencoba menghibur. Tangannya menggenggam tangan Rio yang bertumpu pada lutut.
***
“apa yang bisa kamu lakukan?”
Ara tidak tau bagaimana menjawab Mamanya. Beberapa saat yang lalu Mamanya datang bersama Evelyn.
“Maa...” Panggil Rio yang sepertinya mengetahui maksud dari pertanyaan Mamanya.
“seharusnya kamu sedikit berguna di saat-saat seperti ini,” lanjut sang Mama. mengabaikan peringatan dari sang putra. Suasana ruangan sudah cukup suram, sejak dimulainya pembahasan tentang perusahaan Ara menjadi tersudut, sejak bangun Papanya terus-terusan bertanya tentang Dean. Ara mengerti arah pembicaraan mereka, namun ia tidak bisa membantu, tentu saja, melihat bagaimana hubungannya dengan Dean selama ini, tapi tidak mungkin ia mengatakannya kan?
“kamu harusnya tau diri, dan tau caranya membalas budi.” Kini giliran Evelyn yang berbicara, agak sedikit menyakitkan untuk Ara dengar.
“selama ini kamu hanya beban dan racun di dalam keluarga kami. Tapi kamu dibesarkan dengan baik bukan? tidakkah kamu bisa sedikit lebih berguna sekarang?” lanjut Evelyn. Rio terlihat ingin menyela namun urung. Ia seharunya menyuruh Ara pulang sebelum Mamanya datang.
“Apa yang bisa aku lakukan?” Tanya Ara pada akhirnya. Rio membuang pandangannya ke arah jendela ketika mendapati Ara yang hendak menangis.