Wulan Riyanti merebut suami adiknya lantaran dia diceraikan sang suami karena terlalu banyak menghamburkan uang perusahaan. Tia sebagai adik tidak tahu bahwa di balik sikap baik sang kakak ternyata ada niat buruk yaitu merebut suami Tia.
Tia tidak terima dan mengadukan semua pada kedua orangtuanya, akan tetapi alangkah terkejutnya Tia, karena dia bukan saudara seayah dengan Wulan. Orang tua Ita lebih membela Wulan dan mengijinkan Wulan menjadi istri kedua Ridho-suami Tia.
Rasa sakit dan kecewa Tia telan sendiri hingga akhirnya Tia memutuskan untuk bercerai dan hidup mandiri di luar kota. Suatu kebetulan dalam kesendiriannya Tia bertemu dengan sang mantan suami Wulan yang bernama Hans. Bagaimana kisah Cinta Tia dan Hans selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aryani Ningrum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Tia terkejut saat mengetahui kalau sang dokter adalah sosok lelaki yang dulu menjadi rivalnya semasa bangku SMU.
"Arfa?!"
"Tia?!"
"Tembem!"
"Bebek!"
Kembali keduanya saling menyebut nama dan julukan spesial khusus hanya di antara keduanya saja. Mereka tidak menyangka jika akan bertemu kembali di rumah sakit dengan situasi dan penampilan yang berbeda.
Untuk beberapa detik kedua mata saling bertemu, membawa ingatan pada kejadian tujuh tahun silam di mana mereka adalah sosok yang selalu berebut menjadi juara kelas.
"Hay, Tembem! Kau jangan bermimpi untuk bisa meraih juara kelas lagi!" hardik Arfa pada Tia yang menjadi satu-satunya murid yang patut diperhitungkan.
"Dasar, Bebek! Beraninya hanya mengancam saja! Kalau mampu jangan hanya banyak omong tapi buktikan dong!" balas Tia tidak mau kalah.
Kedua mata saling beradu pandang, memancarkan kilat permusuhan.
"Baiklah! Kalau semester ini aku yang menjadi juara kelasnya kau harus mengabulkan satu permintaanku!" tantang Arfa yang dijuluki 'Bebek' oleh Tia. Bebek adalah sejenis unggas yang jika bersuara akan bikin suasana menjadi ramai.
"Hahaha! Baiklah, aku terima. Jangan salahkan aku jika kau akan kehilangan banyak uang untuk mengabulkan permintaanku nanti!" balas Tia dengan melipat kedua tangannya di dada.
"Baiklah, jangan salahkan aku juga jika kau akan menangis mengabulkan permintaanku," sahut Arfa lagi.
"Aku akan mengabulkan asal itu wajar, tidak merendahkan harga diriku!" imbuh Tia lagi.
"Oke, Deal!" Arfa mengacungkan ibu jarinya sebagai tanda bahwa kesepakatan mereka sudah disetujui.
"Baiklah, Deal!" balas Tia ikut mengacungkan ibu jarinya.
Kedua orang yang masuk dalam deret daftar siswa berprestasi dan teladan itu mulai bersaing dalam mengumpulkan nilai di setiap ulangan dan ujian sekolah.
Tibalah saat pengumuman daftar rangking kelas. Tia dan Arfa sama -sama terlihat tegang. Mereka menatap ke arah sang guru yang sedang menulis peringkat rangking kelas. Peringkat sepuluh sampai tiga sudah tertulis, kurang dua peringkat lagi.
Keringat dingin sudah menetes di dahi Arfa dan Tia. Mata mereka tidak berkedip saat sang guru mulai menulis peringkat nomer dua.
Arfa terlonjak girang saat peringkat rangking dua sudah ditulis oleh sang guru.
"Yes! Kau peringkat dua, Bem!" pekik Arfa merasa senang. Sudah bisa dipastikan jika peringkat nomer satu adalah dirinya, sebab hanya dua orang itu yang nilainya selalu kejar-kejaran.
"Ck! Belum tentu. Bisa saja siswa lain. Jangan senang dulu kau, Bek!" sahut Tia yang tidak terima dengan kemenangan Arfa.
Sang guru kembali menulis nama siswa yang menduduki peringkat rangking pertama di papan tulis. Suasana kembali tegang. Dua orang itu kembali menatap spidol board maker sang guru yang digunakan untuk menulis.
Huruf demi huruf mulai tertulis di papan tulis itu. Satu nama telah terpampang menduduki rangking pertama. Di sana tertulis nama Arfa sebagai kandidat yang menduduki rangking pertama.
"Yes!! Aku berhasil! Hey, Tembem jangan mengelak lagi!" pekik Arfa bersemangat ke arah Tia.
Tia menyelipkan anak rambutnya yang menutupi matanya ke telinganya. Gurat kesal dan kecewa karena sudah dikalahkan oh Arfa tercetak di wajah cantik Tia.
"Aku tidak akan melarikan diri! Sekarang katakan apa yang kau inginkan dariku!" Tia menantang Arfa. Dia tidak ingin menjilat ludahnya kembali. Apa yang telah diucapkan tidak akan dia tarik kembali apapun itu asal tidak membuatnya malu dan hilang harga dirinya.
"Tidak sekarang, tapi suatu saat nanti saat tiba waktunya. Aku akan memintanya padamu! Ingatlah kau memiliki hutang pada si Bebek ini!" Arfa tersenyum ke arah Tia.
Sebenarnya Arfa ingin mengungkapkannya di depan Tia apa yang ingin dia pinta. Namun, Arfa mengurungkan niatnya. Dia tidak ingin dipanggil sosok yang memanfaatkan situasi.
"Baiklah, jangan salahkan aku jika aku lupa dengan hal itu," ucap Tia lagi. Tia melangkah pergi meninggalkan Arfa yang menatap sendu padanya.
"Tia, demi untuk bisa selalu bersama mu aku rela siang malam terus belajar, tidak terlintas dalam benakku untuk membuang waktu dengan bermain. Demi mu Tia, semoga suatu saat kau mengerti. Detak jantung ini akan lebih berirama jika ada namamu di dalamnya," gumam Arfa di dalam hati sambil tersenyum ke arah di mana Tia menghilang.
Semenjak saat itulah, Arfa selalu menghindari Tia jika Tia menagih apa yang diinginkan Arfa. Hubungan Tia dan Arfa pun semakin jauh, ditambah lagi Arfa yang pindah sekolah karena mengikuti ayahnya bertugas.
***
Pandangan mata mereka terputus, saat Arfa menanyakan informasi yang harus dia tulis di daftar pasien.
"Bagaimana kabarmu, Tembem?" tanya Arfa pada Tia. Arfa memanggil Tia dengan sebutan Tembem karena Tia memiliki pipi yang tembem seperti bakpao.
"Baik," jawab Tia singkat karena Tia sibuk menutupi rasa gugupnya.
"Oh, Ya. Pasien bernama Hans ini, apakah dia suamimu?" tanya Arfa dengan menekan rasa sesak di dada.
"Bukan, kak Hans adalah mantan kakak iparku. Aku sekarang tinggal bersamanya untuk membantu menjaga ibunya," jawab Tia jujur. Dia tidak menyembunyikan apapun dari Arfa.
Arfa merasa senang sekali tatkala mengetahui Tia memiliki hubungan apapun dengan Hans.
"Syukurlah, aku kira dia adalah suamimu," jawab Arfa blak-blakkan.
Tia membulatkan matanya saat mendengar kata-kata Arfa yang ambigu.
"Maksudmu?" tanya Tia dengan nada selidik.
Triiing ....
Suara notif pesan masuk ke dalam ponsel Arfa. Di sana tertulis nama wanita yang kini menjadi pendamping hidupnya. Ya, Arfa telah menikah dengan gadis pilihan orang tuanya.
"Susi?! Ck! Selalu saja mengganggu!" umpat Arfa di dalam hatinya.
"Ah, Tidak. Maaf, Tia. Ini adalah hasil pemeriksaan kak Hans. Silakan kau bisa bawa ini ke administrasi agar bisa diteruskan pada dokter spesialis yang akan menangani kak Hans," ucap Arfa sembari memberikan lembar hasil pemeriksaan.
Tia menerima dan kemudian pamitan pada Arfa. Tia tahu pastilah Arfa sedang sibuk, hingga menginginkan Tia untuk segera pergi.
Arfa menarik napas dalam-dalam, saat dia menemukan kembali gadis yang menjadi cinta pertamanya, keadaan tidak me dukungnya. Arfa mengembuskan napasnya sambil membaca ulang pesan dari sang istri.
Cahyo dan Tia boleh bersentuhan kerana merupakan Bapak Tiri Tia ,
Gunawan dan Sinta boleh bersetuhan , Seperti bersalaman ataupun sekadar cium kening , Kerana Sintia anak tiri Gunawan ,
Gunawan tidak boleh menjadi wali Sintia ketika menikah begitu jugak dengan Tia ,
Cahyo tidak boleh menjadi Wali Tia tetapi boleh menjadi Wulan kerana anak kandung Cahyo ,
Kalau tidak mahu bersalaman dengan Gunawan boleh tapi haruslah berlapik .
Berbeda sama Gunawan dan anaknya mereka tidak sedarah dengan Tia , Kerana Tia adalah yang lahir dari pemerkosaan atau pun lebih tepat anak tidak sah taraf ,
Tia bersentuh dengan Gunawan walaupun hanya sekadar bersalaman tanpa lapik itu tidak di benarkan dalam Islam kerana Gunawan bukanlah mahram dari Tia , Gunawan juga tidak pernah menikahi Ibu kandung Tia ,
Berbeda pula dengan Bapak Wulan kerana menjadi bapak tiri Tia kerana menikah Ibu Tia ,
Wulan , Tia dan adik lelakinya adalah saudara dari satu Ibu dan mereka tidak batal air sembahyang ketika bersentuhan .