"Patah hati yang menyakitkan itu, ketika kita menunggu ketidakpastian."
(Sinta Putri Adam)
---------------------------------------------------------------------------
Tidak ada cinta. Namun, anehnya ku sematkan dia di setiap doa ku.
Lucu bukan? tapi itulah kenyataannya.
Enam tahun, ku jaga hati untuk dia yang dulu datang dengan janji manis. Memberikan sepucuk surat cinta dan cincin sebagai tanda ikatan. Hingga hari, di mana berjalan dengan cepat, kami bertemu. Namun, enam jam aku menunggu seperti orang bodoh, dia tidak datang. Jika sudah begini kemana harapan itu pergi. Aku kecewa, sakit, dan merasa bodoh.
"Aku membenci mu Muhamad Farel Al-hakim."
"Aku membencimu."
Ikutin kisahnya yuk hu...
IG: Rahma Qolayuby
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahma qolayuby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Dasar ceroboh
Sinta bernafas lega tatkala melihat hasil Rontgen. Tidak ada cidera serius di pergelangan kaki Farel. Mungkin karena Farel terjatuh badannya terlebih dahulu. Jika kakinya yang terlebih dulu jatuh mungkin hasilnya lain.
Entah bagaimana itu terjadi. Sinta benar-benar tak habis pikir.
Sinta menjelaskan semuanya dengan rinci membuat umi Maryam bernafas lega. Umi Maryam benar-benar tak tahu harus bicara apa.
Sedang Farel hanya diam saja dengan wajah di tekuk. Farel masih marah dengan umi Maryam. Andai saja kaki Farel cidera serius. Mungkin, Farel akan semakin putus asa.
Harapan Farel baru saja di mulai. Dan itu hampir saja kembali pupus.
Sinta mencoba menggerakkan kaki Farel dengan tekniknya sendiri.
"Apa bagian ini terasa sakit?"
"Sedikit."
"Ini?"
"Tidak."
"Baik."
Sinta melanjutkan pijatannya. Merangsang otot saraf Farel kembali. Sinta seolah tahu bagian mana saja yang harus ia pijat. Teknik akupuntur memanglah tak mudah di lakukan. Butuh konsentrasi. Salah saja melakukannya bisa berakibat patah. Karena Sinta sudah ahli dalam hal itu. Tentu dengan lihai Sinta melakukannya. Walau Sinta harus hati-hati.
Umi Maryam dan Abi Zaenal diam melihat apa yang Sinta lakukan pada kaki Farel. Umi Maryam terlihat tegang merasa kasihan pada putranya.
"Jangan tegang, rileks."
Tegur Sinta merasakan otot kaki Farel mengencang. Farel berusaha rileks walau harus menahan rasa sakit.
"Coba gerakan perlahan? Pelan-pelan saja."
Farel menuruti menggerakkan kakinya sesuai instruksi dari Sinta. Sinta membantunya perlahan. Mengamati setiap pergerakan kaki Farel. Sinta menatap Farel intens membuat Farel gelagapan.
"Sudah cukup."
Sinta kembali meluruskan kedua kaki Farel. Lalu mencatat apa yang perlu ia catat. Sudah selesai, Sinta pamit.
Umi Maryam dan Abi Zaenal mendekati Farel.
"Maafkan umi, nak?"
"Tidak apa umi. Yang penting kaki Farel baik-baik saja."
"Mm, kamu istirahat lah. Umi akan menjaga."
Umi Maryam membenarkan letak selimut. Namun, Farel menahannya.
"Kenapa?"
"Farel gak mau tidur umi. Sebenarnya Farel bosan di sini terus. Farel ingin keluar."
Jujur, Farel ingin melihat dunia luar. Sudah lama Farel tak merasakan udara bebas. Terkurung di rumah sakit cukup lama membuat Farel merasa tak betah.
Umi Maryam nampak berbinar mendengar penuturan putranya. Akhirnya Farel ingin keluar juga. Bisanya Farel akan menolak.
"Jangan sekarang, tunggu keputusan dokter Sinta. Apa kamu boleh keluar atau tidak."
Tegas Abi Zaenal membuat Farel kembali muram. Abi Zaenal curiga melihat gelagat putranya. Pasti ada sesuatu yang di sembunyikan Farel. Abi Zaenal tahu betul bagaimana Karakter Farel.
Sekarang, Farel merasa kesal. Padahal Farel ingin memastikan sesuatu. Jika begini Farel tidak akan tahu. Tapi apa boleh buat, jika memaksa Farel takut sang Abi curiga.
Melihat kemurungan putranya umi Maryam merasa kasihan.
"Nanti umi izin sama dokter Sinta. Semoga dokter Sinta mengizinkan."
"Beneran, umi?"
"Iya, kamu tunggu."
Umi Maryam beranjak guna menemui dokter Sinta. Menyampaikan keinginan putranya. Walau bagaimanapun, pasien harus menurut apa kata dokter. Namun, sayang. Dokter Sinta tak ada di dalam ruangannya. Entah kemana perginya. Umi Maryam terus mencari di setiap sudut tapi tetap tak ada.
"Apa dokter Sinta ke bawah?"
Gumam Umi Maryam berpikir. Biasanya Sinta akan standby di ruangannya. Tapi, kali ini dokter Sinta tak ada. Karena tak mau membuat putranya kecewa umi Maryam turun ke bawah.
Ting!
Pintu lift terbuka, umi Maryam keluar menatap sekeliling. Di lantai bawah sangat ramai membuat umi Maryam memfokuskan penglihatannya. Entah kemana perginya dokter Sinta tiba-tiba menghilang begitu saja.
Sedang yang di cari berada di atap gedung rumah sakit. Ya, Sinta berada di atap gedung rumah sakit. Menenangkan pikirannya di sana. Dengan beberapa berkas di tangannya.
Hembusan nafas kasar keluar dari bibir Sinta. menatap rumit berkas tersebut. Entah berkas apa yang Sinta pegang.
"Begitu ceroboh."
Gumam Sinta tak tahu harus seperti apa mengekpresikan suasana hatinya sekarang. Keputusan yang dia ambil entah salah atau tidak. Tapi, Sinta punya alasan melakukan itu semua. Sinta tak mau kehilangan semangat Farel lagi. Melihat hasil psikis Farel. Sudah sangat terguncang. Jika Farel tahu hasil yang sebenarnya, Sinta takut Farel melakukan hal ceroboh lagi. Belum lagi umi Maryam pasti terluka.
"Aku harus melakukan sesuatu, kak Farel pasti sembuh."
Gumam Sinta sudah bertekad dengan keputusan yang dia ambil. Cidera Farel memang semakin serius akibat terjatuh kemaren. Sinta harus mengubah hasil itu agar tidak membuat Farel semakin putus asa dengan kondisinya.
Apa yang Sinta lakukan memang ceroboh. Namun, Sinta sudah mengambil keputusan nya sendiri. Sinta akan menanggung setiap konsekuensi nya nanti. Walau Sinta harus melanggar kode etik kedokteran.
"Aku harus konsultan dengan dokter Marsel. Tapi, kapan dokter Marsel kembali."
Dalam situasi seperti ini Sinta di buat kebingungan. Sinta membutuhkan dokter Marsel.
Entah keberanian dari mana Sinta melakukan semua itu tanpa membicarakan dulu pada pihak keluarga. Tak ada hak Sinta melakukan itu semua. Tapi, situasi yang rumit ini membuat Sinta harus melakukannya seorang diri.
Sinta tahu, apa yang ia lakukan sangatlah salah. Tapi, situasi yang memaksa Sinta melakukan hal yang membahayakan reputasi nya sendiri.
Melihat kondisi umi Maryam yang tak baik-baik saja. Harus Sinta simpan rapat-rapat dari orang lain. Dan kini, Sinta memutuskan hal besar sendirian.
Pikiran Sinta berkecamuk. Kenapa juga Sinta harus rela berada dalam situasi rumit.
Ketika Sinta memeriksa kondisi umi Maryam tempo hari. Sinta memang melihat ada yang janggal dari kondisi umi Maryam. Sampai harus mengecek darah umi Maryam di lab. Dan, hasilnya benar-benar membuat Sinta tercengang.
Umi Maryam mengalami gagal ginjal. Hal itu membuat Sinta tercengang. Namun, umi Maryam meminta Sinta merahasiakan kesehatannya. Umi Maryam tak ingin ada siapapun yang tahu kondisinya saat ini. Apalagi tuan besar Al-karim masih dalam tahap pemulihan. Keluarga Al-karim benar-benar di uji. Sinta tak tahu harus berbuat apa.
Bahkan umi Maryam juga meminta Sinta jangan memberitahu Abi Zaenal. Tapi, takdir berkata lain. Abi Zaenal tahu dengan tak sengaja mendengar percakapan Sinta dan umi Maryam di ruangan.
Itulah kenapa sekarang umi Maryam dan Abi Zaenal jarang keruangan Farel. Karena Sinta meminta umi Maryam cukup istirahat gak boleh kecapean dan harus rutin check up.
Jika Farel sampai tahu kondisi umi Maryam. Sinta tak tahu apa yang terjadi dan kini, malah sebaliknya. Sinta harus menyembunyikan kondisi Farel pada umi Maryam ataupun Abi Zaenal.
Situasi yang rumit. Sangat rumit Sinta hadapi. Tak pernah sebelum nya Sinta melakukan hal sebesar ini.
Entah karena apa? Cinta!
Entahlah, Sinta sendiri saat ini tak fokus pada perasaan nya. Dunia Sinta hanya fokus pada kesembuhan Farel saja.
"Aku sudah terlibat dan melangkah. Ini keputusan ku. "
Tekad Sinta sudah bulat. Sinta akan menanggungnya sendiri jika ada sesuatu yang terjadi pada Farel.
Sebuah ketulusan dan pengorbanan terpancar jelas di mata Sinta. Mencoba hal yang terbaik bagi orang yang di sayanginya. Tak peduli menjadi bodoh dan ceroboh. Saat ini, Sinta tak memperdulikan itu semua. Bukankah cinta butuh pengorbanan. Bukankah cinta butuh perjuangan. Bukankah cinta butuh ketulusan dan keikhlasan.
Cinta yang tulus tak pernah mengharapkan balasan kasih.
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen, dan Vote Terimakasih..