NovelToon NovelToon
Alena: My Beloved Vampire

Alena: My Beloved Vampire

Status: tamat
Genre:Tamat / Romansa Fantasi / Vampir / Romansa
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Syafar JJY

Alena: My Beloved Vampire

Sejak seratus tahun yang lalu, dunia percaya bahwa vampir telah punah. Sejarah dan kejayaan mereka terkubur bersama legenda kelam tentang perang besar yang melibatkan manusia, vampir, dan Lycan yang terjadi 200 tahun yang lalu.

Di sebuah gua di dalam hutan, Alberd tak sengaja membuka segel yang membangunkan Alena, vampir murni terakhir yang telah tertidur selama satu abad. Alena yang membawa kenangan masa lalu kelam akan kehancuran seluruh keluarganya meyakini bahwa Alberd adalah seseorang yang akan merubah takdir, lalu perlahan menumbuhkan perasaan cinta diantara mereka.
Namun, bayang-bayang bahaya mulai mendekat. Sisa-sisa organisasi pemburu vampir yang dulu berjaya kini kembali menunjukan dirinya, mengincar Alena sebagai simbol terakhir dari ras yang mereka ingin musnahkan.
Dapatkah mereka bertahan melawan kegelapan dan bahaya yang mengancam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syafar JJY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13: Bahaya Yang Mengintai

Chapter 31: Rencana Besar Simon

Di sebuah bar kumuh di sudut kota Draeven, kota kecil yang berjarak 50 mil sebelah utara Velmor, bau alkohol dan asap memenuhi udara. Simon duduk di sudut ruangan, memperhatikan meja judi dengan mata dingin, dia tampak sedang menunggu seseorang.

Tak lama kemudian pandangannya tertuju ke seorang pria yang baru saja masuk, memakai jubah hitam yang menutupi tubuh dan kepalanya.

Langkahnya berat, wajahnya keras dengan bekas luka goresan senjata yang menyilang diwajahnya.

Simon mengangkat gelas kecil berisi whisky, memberi isyarat padanya untuk mendekat.

Simon: (sambil menyandarkan tubuh di kursi)

"Kukira kau tak akan datang, Lukas."

Lukas: (mendekat dengan ekspresi dingin, lalu duduk di seberang Simon)

"Aku nyaris tak akan datang. Kau tahu, hanya melihat wajahmu bisa membuatku jadi buronan. Kau itu masalah besar."

Simon: (tersenyum miring)

"Mungkin. Tapi masalah besar biasanya datang dengan peluang besar, bukan begitu?"

Lukas: (menyalakan rokok, mengisap dalam-dalam)

"Peluang? Apa lagi yang kau rencanakan sekarang, Simon? Aku tak butuh uang kotor atau masalah tambahan."

Simon: (mengambil amplop kecil dari jaketnya, melemparkannya ke meja)

"Ini tentang vampir darah murni. Aku menemukannya. Mereka itu nyata, Lukas, dan gadis itu adalah buktinya."

Lukas: (tertegun sesaat, lalu menyipitkan mata melihat isli amplop)

"Kau bercanda? Ini catatan tentang vampir darah murni? dan foto gadis ini, mata merah? Kalau ini leluconmu, aku tak punya waktu."

Simon: (mencondongkan tubuh, suaranya merendah)

"Aku serius. Gadis itu... dia satu-satunya kunci. Dengan darahnya, kita bisa mengubah segalanya. Aku punya catatan kuno, dan aku tahu kau masih punya perlengkapan untuk memburu mereka."

Lukas: (Melirik Simon dengan serius)

"Kau yakin dia vampir darah murni?" tanya nya sedikit ragu.

Simon: (Menatap Lukas seraya mendekatkan kepalanya)

"Aku mengkonfirmasinya sendiri, aku sempat bertarung dengannya, dia mengalahkanku dengan blood control. Itu adalah kemampuan yang hanya dimiliki vampir darah murni..Jadi aku ingin meminta bantuanmu menangkapnya." ucapnya dengan nada serius

Lukas: (tertawa sinis)

"Kau mau aku mati? Vampir campuran saja sulit ditangani, apalagi darah murni. Belati perakmu itu cuma mainan melawan mereka, bahkan pistol dengan peluru perak pun kabarnya tidak bisa melumpuhkan mereka."

Simon:

"Itu sebabnya aku butuh senapan perakmu. Aku tahu kau menyimpan dua senapan dan amunisi perak. Ditambah, aku ingin menyewa beberapa orang untuk membantu kita. Kita hanya perlu menangkapnya, hidup-hidup."

Lukas: (mengerutkan dahi)

"Kau gila, kalau organisasi tahu aku bekerja sama dengan buronan seperti dirimu, aku selesai. Kau tau sendiri kalau organisasi itu sangat ketat dan kejam." balasnya dengan nada serius.

Simon: (tersenyum dingin)

"Mau sampai kapan kau jadi anjing organisasi? Kau dan aku sama-sama tahu mereka tak peduli padamu. Kau hanya alat. Dengan ini, kita bisa bebas. Bayangkan apa yang bisa kau dapatkan dengan darah vampir murni."

Lukas: (menatap Simon tajam, berpikir keras sambil mengetuk rokoknya ke asbak)

"Aku hanya punya 20 butir amunisi perak untuk senapan ditambah 1 buah pistol. Kalau belati perak aku punya banyak."

Simon: (mengangguk mantap)

"Aku punya 2 pistol dan beberapa amunisi perak, Aku akan membuat rencananya, Kau hanya perlu ikut aku kali ini."

Lukas: (terdiam sejenak, lalu menghembuskan napas panjang)

"Baik. Tapi kalau ini jebakan, aku sendiri yang akan menghajarmu, Simon."

Simon: (tersenyum puas)

"Kau tak akan menyesal, Lukas. Percayalah, ini awal dari perubahan besar."

Lukas: (memandang Simon tajam)

"Berapa orang yang kita butuhkan? Dan apa rencanamu dengan mereka?"

Simon:

"Kita sewa delapan pembunuh bayaran. Tiga pistol untuk mereka, sisanya belati perak, meski aku tahu itu hampir tak berguna melawan darah murni. Kau dan aku akan menggunakan senapan. Sepuluh peluru perak masing-masing. Itu lebih dari cukup jika kita bertindak cepat dan tepat."

Lukas: (mengerutkan alis)

"Kalau gadis itu benar-benar darah murni, rencanamu ini tipis sekali peluang berhasil. Tapi, aku suka tantangan."

(Sambil mematikan rokoknya dan menatap Simon penuh arti)

"Kapan kita mulai?"

Simon: (tersenyum kecil, matanya penuh semangat gila)

"Segera, tapi pertama kita akan kirim beberapa orang untuk menguji kekuatan mereka. Ini hanya permulaan, Lukas."

Lukas:

"Dia punya rekan? Apakah vampir juga?" tanya Lukas dengan penasaran.

Simon: (menggeleng pelan)

"Dia manusia, tapi aku merasa dia bukan orang biasa, itulah kenapa aku ingin mengujinya. Tapi kalau bisa membunuhnya itu lebih bagus."

Lukas: (bersandar lalu meminum whisky ditangannya)

"Baik, kita lakukan seperti rencanamu.."

Keduanya lalu tertawa bersama.

Chapter 32: Kakak, Apa yang Kau Lakukan?

Di lorong apartemen, seorang gadis berambut biru berjalan dengan langkah ringan. Wajahnya dipenuhi senyum ceria, membawa wadah makanan yang hangat di tangannya.

“Kak Alena dan Kak Alberd pasti suka tumis udang dan kue-kue ini. Aku dan Ibu membuatnya khusus untuk mereka,” gumam Nina sambil bersenandung kecil. Pikirannya mulai melayang.

“Mungkin aku bisa mengejutkan mereka. Hmm... kira-kira apa yang sedang mereka lakukan sekarang? Jangan-jangan... hehe,” bisiknya nakal, matanya berbinar penuh imajinasi.

Sesampainya di depan pintu apartemen, Nina memasukkan kode dengan hati-hati. Setelah pintu terbuka, ia melangkah masuk tanpa suara.

Didalam apartemen terasa sunyi, hanya suara samar AC yang berhembus. Nina menoleh ke kiri dan kanan.

“Kemana mereka? Apa sedang tidur siang?” gumamnya pelan.

Matanya tertuju ke pintu kamar yang sedikit terbuka. Perlahan, ia mendekat sambil menggigit bibirnya, menahan tawa.

“Ah, sepertinya mereka sedang tidur. Tidak mengunci pintu pula.” Ia tersenyum lebar, menahan antusiasmenya.

“Aku mau mengejutkan mereka!” bisiknya, bersemangat.

Nina menggeser pintu kamar dengan perlahan, lalu mengintip ke dalam. Napasnya tertahan melihat pemandangan di depan matanya. Di atas ranjang, Alberd terbaring telentang. Di atasnya, Alena membungkuk, wajahnya tenggelam di leher Alberd.

Mata Nina membelalak. Dia terpaku beberapa detik sebelum wadah makanan di tangannya jatuh ke lantai dengan bunyi keras.

“Kakak... apa yang kalian lakukan siang-siang begini?” pikirnya dengan wajah memerah, setengah malu, setengah panik.

Suara benturan wadah itu membuat Alena mendongak cepat. Mata merahnya memancarkan kilau tajam, taringnya terlihat jelas, noda darah masih membekas di sudut bibirnya.

Nina membeku. Perlahan, tangannya menutupi mulutnya.

“Ka-Kak Alena? Apa... yang kau lakukan?” suaranya gemetar.

“Ka-kau membunuh Kak Alberd?”

Alena tampak terkejut, tangannya dengan cepat menutup bekas gigitan dileher Alberd.

“Nina... i..ini tidak seperti yang kau pikirkan...” ucapnya terbata.

Namun sebelum Alena dapat melanjutkan, Nina terhuyung dan jatuh pingsan.

Alberd membuka matanya dan bangkit dengan wajah bingung.

“Ada apa?” tanyanya sambil melihat Nina yang tergeletak di lantai.

“Nina melihat kita...” jawab Alena dengan suara pelan, rasa bersalah terpancar dari matanya.

Alberd menghela napas panjang.

“Aku tahu hari seperti ini pasti akan tiba.” Ia menunduk, lalu mengangkat tubuh Nina dengan hati-hati.

“Ayo kita baringkan dia di sofa dulu.”

Mereka membawa Nina ke ruang tamu dan membaringkannya di sofa. Alena tampak gelisah, mengusap tangan Nina dengan lembut.

Beberapa menit kemudian, Nina mulai sadar. Matanya berkedip-kedip, mencoba memfokuskan pandangan. Di depannya, Alberd duduk dengan wajah penuh kecemasan.

“Nina, kau sudah sadar?” tanya Alberd dengan nada lembut.

Nina menatapnya dengan mata masih setengah buram.

“K-Kakak... kau masih hidup?” suaranya pelan, penuh kebingungan.

“Aku kira kau...”

“Ya, tentu saja aku masih hidup,” jawab Alberd sambil tersenyum kecil, tangannya mengusap kepala Nina. “Kenapa kau berpikir aku mati?”

Alena masuk ke ruang tamu, membawa segelas air hangat. Ia mendekat dengan hati-hati dan meletakkan gelas di atas meja.

“Nina, minumlah dulu,” ucapnya lembut, senyumnya berusaha menenangkan.

Namun, begitu melihat Alena, Nina langsung memeluk lututnya. Tubuhnya sedikit menggigil.

“Nina...” Alena berjongkok di depan gadis itu.

“Kami akan menjelaskan semuanya. Tolong dengarkan kami, ya?”

Alberd duduk di samping Nina, menggenggam pundaknya dengan penuh kasih.

“Apa yang kau lihat tadi... pasti mengejutkan. Tapi itu tidak seperti yang kau pikirkan.”

Perlahan, Nina mulai mengangkat kepalanya, walau matanya masih tampak ragu.

“Kami tidak pernah bermaksud menyembunyikan hal ini darimu,” kata Alberd, suaranya tenang.

“Tapi kalau kami memberitahumu lebih awal, apakah kau akan langsung percaya kalau Alena tidak berbahaya?”

Nina terdiam, menundukkan kepala. Beberapa detik kemudian, dia mengangguk pelan.

“Aku tahu... Kak Alena tidak punya niat jahat. Kalau dia berniat buruk, dia pasti sudah melakukannya sejak dulu.”

Alena tersenyum lega, matanya sedikit berkaca-kaca.

“Terima kasih, Nina...” katanya pelan. “Aku benar-benar tulus mencintai Alberd, dan aku juga menyayangimu. Aku menganggapmu seperti adikku sendiri.”

Nina menatap Alena. Setelah beberapa saat, dia akhirnya bersuara, meski masih ragu.

“Tapi... siapa sebenarnya Kak Alena? Dan apa yang sebenarnya terjadi di kamar tadi?”

Alberd menarik napas panjang.

“Baik, Nina. Kami akan menceritakan semuanya, dari awal.”

Alena duduk di sebelah Alberd, memegang tangannya erat untuk menenangkan diri. Dengan suara lembut, dia mulai bercerita.

“Aku... bukan manusia biasa, Nina. Aku seorang vampir.”

Nina menatap Alena dengan mata membelalak, tapi tetap diam, mendengarkan.

“Aku lahir lebih dari tiga abad lalu, dari sebuah klan vampir murni, klan Shevani. Tapi perang besar membuat seluruh keluargaku musnah, hanya menyisakanku seorang diri. Aku lalu menyegel diri dan tertidur selama 100 tahun.”

Alberd melanjutkan, suaranya tenang. “Aku bertemu Alena lebih dari dua bulan yang lalu, saat aku tersesat dihutan. Saat itu, aku tanpa sengaja membuka segel Alena dan membuatnya terbangun.”

Alena tersenyum tipis, melanjutkan cerita Alberd.

“Sejak saat itu, kami terus bersama. Alberd tahu siapa aku, tapi dia menerimaku apa adanya.”

Nina menatap mereka berdua.

“Jadi... Kak Alena tidak pernah bermaksud menyakiti Kak Alberd?”

“Tidak pernah,” jawab Alena, matanya berkilau penuh ketulusan.

“Aku mencintainya, Nina. Dan aku juga menyayangimu, Aku ingin menjadi bagian dari keluargamu.”

Nina terdiam sesaat. Perlahan, dia mengangguk.

“Aku percaya... aku percaya padamu kak.”

Alberd tersenyum lega dan memeluk adiknya dengan erat.

“Terima kasih, Nina.”

Alena ikut bergabung, memeluk Nina dari sisi lain. Hati Nina terasa hangat, meski pikirannya masih penuh dengan banyak pertanyaan. Tapi untuk sekarang, dia merasa aman bersama mereka.

1
Wulan Sari
critanya sangat menarik lho jadi kebayang bayang terus seandainya kenyataan giman
makasih Thor 👍 salam sehat selalu 🤗🙏
John Smith-Kun: Terima kasih, kebetulan ini novel pertama yang saya tulis, syukurlah klo ceritanya menarik
total 1 replies
Siti Masrifah
cerita nya bagus
John Smith-Kun: Thank u👍
total 1 replies
Author Risa Jey
Sebenarnya ceritanya bagus, ringan dan cocok untuk dibaca di waktu santai. Cuma aku bacanya capek, karena terlalu panjang. Satu bab cukup 1000 kata lebih saja, agar pas. Paling panjang 1500 kata. Kamu menulis di bab yang isinya memuat dua atau tiga chapter? ini terlalu panjang. Satu chapter, kamu buat saja jadi satu bab, jadi pas.

Bagian awal di bab pertama harusnya jangan dimasukkan karena merupakan plot penting yang harusnya dikembangkan saja di tiap bab nya nanti. Kalau dimasukkan jadinya pembaca gak penasaran. Kayak Alena kenapa bisa tersegel di gua. Lalu kayak si Alberd juga di awal. Intinya yang tadi pakai tanda < atau > lebih baik tidak dimasukkan dalam cerita.

Akan lebih baik langsung masuk saja ke bagian Alberd yang dikejar dan terluka hingga memasuki gua dan membangunkan Alena. Sehingga pembaca akan bertanya-tanya, kenapa Alberd dikejar, kenapa Alena tersegel di sana dan lain sebagainya.

Jadi nantinya di bab yang lain nya akan membuat keduanya berinteraksi dan menceritakan kisahnya satu sama lain. Saran nama, harusnya jangan terlalu mirip atau awalan atau akhiran yang mirip, seperti Alena dan Alberd sama-sama memiliki awalan Al, jadi terkesan kembar. Jika yang satu Alena, nama cowoknya mungkin bisa menggunakan awalan huruf lain.
John Smith-Kun: Untuk sifat asli Alena ada di bab 15 dan terima kasih atas sarannya
Author Risa Jey: 5.

Pengen lanjut baca tapi capek, gimana dong penulis 😭😭😭
total 5 replies
Dear_Dream
Jujur aja, cerita ini salah satu yang paling seru yang pernah gue baca!
Siti Masrifah: mampir di cerita ku kak
John Smith-Kun: Terima kasih🙏
total 2 replies
John Smith-Kun
Catatan Penulis:
Novel ini adalah karya pertama saya, sekaligus debut saya sebagai seorang penulis.
Mengangkat tema vampir dan bergenre romansa-fantasy yang dibalut berbagai konflik dalam dunia modern.
Novel ini memiliki dua karakter utama yang seimbang, Alena dan Alberd.

Novel kebanyakan dibagi menjadi dua jenis; novel pria dan novel wanita.
Novel yang bisa cocok dan diterima oleh keduanya secara bersamaan bisa dibilang sedikit.
Sehingga saya sebagai penulis memutuskan untuk menciptakan dua karakter utama yang setara dan berusaha menarik minat pembaca dari kedua gender dalam novel pertama saya.
Saya harap pembaca menyukai novel ini.
Selamat membaca dan terima kasih,
Salam hangat dari author.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!