Saat sedang menata hati karena pengkhianatan Harsa Mahendra -- kekasihnya dengan Citra -- adik tirinya. Dara Larasati dihadapi dengan kenyataan kalau Bunda akan menikah dengan Papa Harsa, artinya mereka akan menjadi saudara dan mengingat perselingkuhan Harsa dan Citra setiap bertemu dengan mereka. Kini, Dara harus berurusan dengan Pandu Aji, putra kedua keluarga Mahendra.
Perjuangan Dara karena bukan hanya kehidupannya yang direnggut oleh Citra, bahkan cintanya pun harus rela ia lepas. Namun, untuk yang satu ini ia tidak akan menyerah.
“Cinta tak harus kamu.” Dara Larasati
“Pernyataan itu hanya untuk Harsa. Bagiku cinta itu ya … kamu.” Pandu Aji Mahendra.
=====
Follow Ig : dtyas_dtyas
Saran : jangan menempuk bab untuk baca y 😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CTHK 18 ~ Dasar Tandu!
“Dara lebih sering tinggal di kost dibandingkan bersama keluarganya, karena dia dan saudaranya tidak akur. Ibunya merasa hutang budi pada Ayah Citra makanya sampai sekarang masih tinggal bersama dia. Kekasih Dara, maksud saya mantan kekasih Dara adalah … Tuan Harsa.”
Penjelasan informasi mengenai Dara dan keluarganya dari orang kepercayaannya membuat Pandu mengernyitkan dahi dan berdecak tidak percaya. Ia baru tahu kalau Dara dan Citra bukan saudara kandung.
Bukan hanya penjelasan saja, termasuk foto dan informasi penting lainnya sudah masuk ke dalam ponsel Pandu. Ada rasa bersalah, mungkin saja malam itu Dara benar dalam posisi stress dan kecewa berat. beruntung berhadapan dengan dirinya bukan tamu lain. Tidak bisa dibayangkan kalau urusannya dengan tamu lain dan akan berakhir gadis itu mendekam di penjara.
“Dasar penjil4t, genit pula. Tertarik pun tidak, yang ada aku malah jijik,” gumam Pandu menilai Citra, apalagi tadi dengan sengaja menyentuh dirinya meski hanya lengan.
Urusan tanggung jawab di Mahendra Group, Grand Season Hotel, juga informasi mengenai Dara terlalu dalam membuat Pandu tidak bisa memejamkan mata. Ia memilih berada di ruang fitness, untuk olahraga.
Bukan satu, dua orang wanita yang mencari perhatian salah satunya dengan mengirimkan foto bahkan dengan pose menantang bukan konyol seperti yang Dara lakukan. Biasanya dia tidak ambil pusing lalu mengabaikan dan segera dihapus. Namun, foto Dara malah berkali-kali dia tatap membuat pikirannya malah traveling.
“Hah.” Pandu menyeka keringat dan berniat mengakhiri kegiatan olahraganya, apalagi sekarang sudah hampir tengah malam.
Saat berbelok hendak ke kamarnya, ia melihat seseorang. Mengendap-endap menuju dapur, dengan penerangan seadanya karena sebagian lampu sudah dimatikan.
“Mana mungkin maling, di luar ada penjaga keamanan,” gumam Pandu lalu mengikuti langkah orang itu.
Entah ada barang berharga apa di dalam lemari es, karena orang itu menunduk dan dibalik pintu. Pandu mendekat dan masih berdiri.
“Astaga!” pekik Dara ketika menutup lemari es. “Om, Pandu. Bikin kaget aja sih,” ujar Dara lalu mencari apel yang tadi terjatuh karena terkejut.
“Sedang apa kamu?”
“Saya lapar,” jelas Dara yang kembali berdiri dengan dua buah apel di tangannya.
Pandu menatap Dara yang mengenakan piyama berbahan satin, padahal bukan masuk kategori model seksi. Dengan penerangan yang seadanya, tapi terlihat jelas pakaian itu membentuk bagian depan tubuh Dara. Sedangkan yang diperhatikan asyik mengunyah. Dalam hati Pandu mengumpat karena memandang tubuh Dara membuat sesuatu dalam dirinya bergejolak.
“Kembali ke kamarmu,” titah Pandu.
“Ya iyalah, masa ke kamar Om Pandu,” sahut Dara.
“Kalau mau, aku silahkan saja,” balas Pandu dengan tangan bersedekap.
“Ogah amat. Pasti di otaknya, mikirin hal-hal mesum.”
“Memang kamu belum pernah berbuat mesum?”
“Saya masih polos Om, tolong jangan racuni saya dengan yang aneh-aneh. Apalagi Om Pandu ‘kan … c4bul.” Dara berlari menghindari Pandu dan terkekeh.
“Shittt.” Pandu tidak mungkin berteriak dan mengejar gadis itu, yang ada membangunkan para penghuni rumah dan menjadi pertanyaan apa yang dilakukan bersama Dara tengah malam begini.
***
Harsa tidak menduga kalau Citra sudah berdiri di depan kamarnya, sempat melihat sekeliling khawatir ada yang menyaksikan hal itu.
“Sedang apa kamu?”
“Justru aku yang tanya, Mas Harsa mempermainkan aku? Kemarin janji kita bicara dirumah, tapi mana buktinya.”
“Semalam aku lelah, kamu tidak tahu kondisi di perusahaan. Kita bicara lagi nanti,” ujar Harsa lalu menutup pintu kamarnya dan berlalu menuju ruang makan. Kalau ikut emosi, dia tidak ingin berada satu meja dengan Pandu. Namun, tidak ingin membuat Jaya berpikir ia membangkang.
“Apa kamu tahu kondisiku? Kamu berubah Mas,” tutur CItra mensejajari langkah Harsa. “Sebelum tahu orangtua kita akan menikah, kamu nggak begini. Apalagi waktu masih main belakang dari Dara, kamu selalu manis dan baik. Sekarang mana semua itu, habis manis sepah dibuang atau memang kamu hanya ingin enak-enak saja denganku.”
“CItra, kita bicara nanti!”
“Hadeuh, pagi-pagi udah ada drama rumah tangga,” seru Dara melewati CItra dan Harsa.
“Pasti karena dia ‘kan!” tunjuk CItra pada Dara.
“Aku nggak ikutan,” sahut Dara lagi sambil mempercepat langkahnya meninggalkan pasangan yang masih berdebat.
“Citra, kamu paham dengan ucapanku? Kita bicara nanti.”
“Jangan jadikan aku seperti pel4cur, Mas.”
Tapi memang seperti itu, kamu selalu minta belanja dan macam-macam setelah kita tidur bersama, batin Harsa.
“Jangan mengabaikan aku atau aku sampaikan bej4tnya kamu pada Opa Jaya,” ancam Citra.
“Kamu ….” Harsa menyadari dia sudah berada di ruang keluarga, bahkan ada Pandu berdiri dengan senyum mengejek di sudut ruangan.
“Ck, aku pikir drama acara TV,” ejek Pandu lalu beranjak dari tempat itu bermaksud memberikan Citra dan Harsa kesempatan untuk bicara.
“Apa semua orang di rumah ini harus tahu masalah kita? Dara, Pandu lalu berikutnya siapa lagi?”
“Salah sendiri, kenapa mengabaikanku.”
Harsa mengusap wajahnya. semakin lama CItra hanya akan menjadi benalu dalam hidupnya dan bisa berubah jadi bom waktu yang akan meledak sewaktu-waktu. Tidak mungkin ia menyampaikan pada Surya apalagi Jaya kalau mereka pernah ada hubungan dan keinginan Citra adalah pernikahan.
“Siang. Nanti siang kita bicara, aku akan share lokasi.” Harsa meninggalkan CItra yang masih mengoceh.
Dara membantu Kemala juga asisten rumah tangga menghidangkan sarapan. Pandu sudah duduk manis di sana, menatap pergerakan Dara. Harsa bergabung dan ikut duduk, begitu pula Surya.
“Ini tempatku,” ujar CItra lalu duduk di antara Pandu dan Harsa. Padahal Dara tidak berniat duduk di sana. “Pagi Pah,” sapa CItra.
“Pagi, Citra.”
“Selamat Pagi, Mas Pandu,” sapa Citra.
“Hm.”
“Dara, panggilkan bibi. Obatnya Papi Jaya belum disiapkan,” bisik Kemala tapi bisa didengar oleh yang lain.
“Oke.”
“Dara, mintakan bibi bawakan kopi untukku,” titah Pandu.
“Oke.”
“Mas Pandu mau kopi, biar aku saja yang buatkan.” Citra lalu beranjak dari kursinya dan mengikuti Dara.
Alih-alih membuatkan seperti inisiatifnya, Citra malah meminta asisten rumah tangga untuk segera buatkan kopi.
“Tuan Pandu tidak sembarangan, permintaan kopinya bagaimana Nona?”
“Kopi ya kopi, ribet amat sih. Cepat!”
Tidak lama CItra kembali dengan secangkir kopi dan diletakan di depan Pandu. Dara mengulum senyum melihat Pandu yang hanya diam menatap cangkir kopi di hadapannya.
“Ini buatanmu?” tanya Pandu.
“Iya," jawab CItra bangga.
“Pakai gu-la?” tanya Pandu terbata.
“Hm ….” Citra lupa apa tadi dituangkan gula atau tidak, tapi kalau tidak mana enak karena akan pahit. “Pakai dong, rasanya manis seperti aku,” ungkap Citra lalu tertawa malu-malu.
“Kalau gitu kamu saja yang minum.” Pandu menggeser cangkirnya ke depan Citra. “Aku tidak minum kopi dengan gula.”
Dara tidak tahan untuk tidak tertawa, bahkan Kemala sampai menegurnya.Vio pernah cerita kalau Pandu sering minta diantar kopi tanpa gula.
“Pandu,” ujar Surya menegur adiknya. “CItra sudah berusaha, mungkin dia tidak tahu kebiasaanmu.”
“Tidak perlu tahu dan tidak perlu berusaha,” sahut Pandu dan Citra berdecak pelan menatap cangkir kopi yang tadi dia bawa.
Jaya tiba bersama asistennya, menatap semua anggota keluarga dan saling sapa. Pria itu terlihat tidak sehat, bahkan setelah sarapan dan minum obatnya langsung pamit kembali ke kamar. Hanya mengatakan agar Pandu fokus dan serius di perusahaan.
“Bunda berangkat, kalian baik-baik di rumah,” ujar Kemala lalu mengekor langkah Surya. Begitu pun dengan Harsa yang segera meninggalkan rumah.
Berbeda dengan Pandu yang masih duduk di kursinya lalu memanggil Dara.
“Hukumanmu,” ujar Pandu dan langsung membuat raut wajah Dara berubah kesal. ia menduga kalau Pandu akan menambah berat hukumannya.
“Jalani selama sebulan ini, setelah itu kembali pada posisimu sebelumnya.”
“Hah, serius?”
“Tidak, aku bercanda,” jawab Pandu lalu beranjak meninggalkan Dara, semakin dilihat wajah Dara membuat dirinya merasa semakin tidak karuan.
“Dasar, tandu!!!!!”
bener 2 meresahkanb dara fdan pandu
terbucin bucinlah kamu..
pegalan katacdisetiap kalimatmya teratur dan ini udah penulis profeaional banget , aku suka npvel seperti ini simple yo the point dan tak bertele tele..aku suka🥰🥰💪