NovelToon NovelToon
Surai Temukan Jalan Pulang

Surai Temukan Jalan Pulang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sci-Fi / Fantasi Timur / Spiritual / Dokter Genius / Perperangan
Popularitas:182
Nilai: 5
Nama Author: Hana Indy

[Sampul digambar sendiri] Pengarang, penulis, penggambar : Hana Indy

Jika ada yang menganggap dunia itu penuh dengan surga maka, hanyalah mereka yang menikmatinya.
Jika ada yang menganggap dunia penuh dengan kebencian maka, mereka yang melakukannya.

Seseorang telah mengatakan kepada lelaki dengan keunikan, seorang yang memiliki mata rubah indah, Tian Cleodra Amarilis bahwa 'dunia kita berbeda, walau begitu kita sama'.

Kali ini surai perak seekor kuda tunggangnya akan terus memakan rumput dan berhagia terhadap orang terkasih, Coin Carello. Kisah yang akan membawa kesedihan bercampur suka dalam sebuah cerita singkat. Seseorang yang harus menemukan sebuah arti kebahagiaan sendiri. Bagaimana perjuangan seorang anak yang telah seseorang tinggalkan memaafkan semua perilaku ibundanya. Menuntut bahwa engkay hanyalah keluarga yang dia punya. Pada akhirnya harus berpisah dengan sang ibunda.

-Agar kita tidak saling menyakiti, Coin-

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Indy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16 Ujung Pelabuhan

...“Pelarian juga penantian akan selalu dikobarkan oleh lelaki sama-sama berjuang. Menatap ujung pelabuhan, apakah sama denganmu?” – Surai....

Wanita itu melihat dengan jelas mata anaknya yang masih sama. Bertekuk sedih dengan raut wajah sama. Sejenak menikmati suasana menemani. Dilangkahkan kakinya cepat menuju depan anak yang dia rindui. Usianya baru 12 tahun detik ini dia bertemu sekarang.

“Coin,” lirih wanita itu. “Apa kamu masih mengenaliku?” Ibundanya memanggil.

Coin menatap Airis, seakan membuang wajahnya untuk tidak bertemu dengan sosok ibundanya.  

Bertukar peran saling menyakiti. Seakan manusia itu tidak bisa mati? Berpulih sendiri, nyatanya jiwanya telah mati berkali-kali.

Coin mengabaikan suara ibundanya. Menghindari lalu berjalan menuju mansion Idris tanpa kata. Mengajak Phoen yang berjalan menyombongkan dirinya sendiri.

Idris hanya memandang sedih. Mengantarkan gadis kecil Lizzy sampai ke kamarnya lalu menemui wanita yang sudah memenuhi satu permintaannya untuk menebus perjanjian bertemu dengan Coin.

“Aku sudah melakukannya. Jika anak itu mengabaikanmu aku rasa semua bukan salahku.”

Airis menggeleng. “Memang bukan. Semua salahku.”

Idris meninggalkan wanita itu kesendirian dalam halaman luas rumah. Setelah menghela nafasnya banyak, memasuki mansion lalu menuju kamar yang dipersilakan oleh Idris untuk tinggal. Kamar milik ayahandanya. Sedangkan, Coin berada di kamar anak.

“Coin,” panggil Idris ketika masih melihat kamar anak itu menyala. Entah mengapa matanya memanas.

“Sejatinya, Coin juga main anak-anak. Kadang merajuk untuk meminta perhatian atau menolak makan itu sudah biasa. Mungkin ini saatnya dia menjadi kanak-kanak.”

Idris hanya berlalu ketika melihat Coin enggan mengganti bajunya dan tidur bersama Phoen sembarang arah. Idris hanya mematikan lampu lalu berlalu.

...**...

Terlihat banyaknya kereta kuda terparkir rapi sepanjang jalan menuju gedung penerimaan kemiliteran. Ada bapak yang menggandeng anaknya bangga. Ada ibunda yang masih bersosialisasi dengan sesama. Ada juga anak mereka saling menyapa.

Mereka yang sudah memasukkan pendaftaran akan menerima serangkaian tes untuk masuk. Sedangkan, ada yang istimewa dari penerimaan ini yaitu ketika sebuah bola di tengah lapangan untuk dihancurkan. Seperti yang pernah Tian baca dalam sejarah Argania. Alasan Raja Rodeo melakukannya karena dalam tiga, empat kali angkatan militer belum tentu mampu menghasilkan anak yang memiliki supranatural hebat.

Jika ada yang bisa memecahkan bola itu maka dia masuk tanpa biodata, biografi, tanpa uang muka, tanpa tes, dan memilih kamar sendiri, juga akan ditempatkan dikemiliteran kerajaan.

Bagi seorang putra Regen seharusnya bisa melakukannya. Dalam pulaunya Tian sudah mengemban kemiliteran sejak usia 10 tahun dan kini di usianya yang ke 14 tahun dia akan menjajal kembali.

Tian kembali bertemu dengan ayah yang tersesat. Dia adalah anak yang memiliki tanda unik di pipi kanannya. Seperti sisik ular. Tian merapihkan dandanannya. Berkaca sembarangan melalui jendela orang lain. Merapikan penampilannya. Setelah membeli baju satu hari lalu, mencucikannya pada jasa pencucian kini dia siapa menghadapi pagi.

Berlagak seperti bangsawan atau penduduk pada umumnya. Berjalan sejajar dengan anak lainnya. Tidak akan ada yang tahu jika Tian tidak membawa orang tuanya.

“Duh,” Tian mengasuh ketika ada yang menyenggol bahunya keras.

“Maafkan aku. Sebelah mataku buta aku tidak melihat kamu di sana.” Lelaki yang sangat menarik di mata Tian. Dialah anak dari ayah yang tersesat.

“Oh, lelaki ini. Kita bertemu kembali.” Sang ayah tersenyum ramah.

“Tidak apa,” jawab Tian kepada putranya. “Halo paman. Aku juga akan mendaftar tetapi bagian sana.” Tunjuk Tian.

Setelahnya dua jalur terbentuk. Satu bagian pendaftaran satu lagi untuk mereka yang ingin menjajal atau sekedar mengetes kemampuan. Tian berada pada antrian dua. Setidaknya hanya ada 12 anak yang masuk dalam antrian ini.

“Siapa namamu?” tanya penjaga pendaftaran.

“Tian,” jawabnya.

“Hanya Tian?” tanya penjaga itu sedikit heran.

“Tian Cleodra Amarillis,” jawabnya lagi.

Pena terhenti. Tian siap dengan risiko ketika dia mengatakan nama aslinya. Mungkin akan diusir atau sekedar dikeluarkan dan dipenjara. Tetapi, akan dia lakukan jika bisa memasuki pengadilan tertinggi. Di sana dia akan mengatakan permintaannya yang paling dalam.

“Amarilis?”

“Ya, apakah ada yang salah?”

“Siapa nama ibumu?”

Tian hanya terdiam. Seakan menghakimi mengapa menanyakan hal tidak penting membuat petugas kemiliteran sedikit meneguk ludahnya. “Apakah tidak bisa masuk?” Tanya Tian lagi.

“Kamu bukan dari Pulau ini?”

Kalut apakah dia akan mengakuinya atau tidak. Banyak yang bergejolak seperti risiko tiada bisa dia emban.

“Biarkan dia masuk.” Suara lantang menyuarakan perijinan. Ditolehnya dua lelaki yang menjadi panitia pendaftaran.

Tian menundukkan kepalanya. “Salam Yang Mulia Pangeran Andreas.”

Semua murid yang menyadari suara memanggil Pangeran Andreas kini menundukkan badannya. Tidak terkecuali petugas yang sedang bertugas.

“Bagaimana bisa kamu mengenaliku?”

Bersorai Tian dalam jiwanya. Ini kesempatan langka untuk bertemu anggota militer. Beruntungnya, jika anggota kerajaan berada di lokasi.

“Tentu saja siapa yang tidak mengenali wajah Anda, Pangeran.” Tian mendongak.

Sejenak menatap mata Tian. Mata rubah pernah mengingatkannya kepada seseorang. Berani menatap dengan kepala penuh tegak. Postur yang bagus. Seperti sudah terlatih.

“Ijinkan dia masuk,” ujar Pangeran Andreas lalu berlenggang pergi.

Sial. Kali ini buronannya kabur.

Mungkin hari ini keberuntungannya tidak akan dia habiskan.

Setelah menutup antreannya untuk mencoba menghancurkan bola itu. Menatap sekeliling ketika Tian melihat ada banyaknya kereta kuda yang terparkir akan menjadi kekuatan lebih. Kuda memberikan kekuatan yang berbeda dengan manusia biasa,.

Tian mengumpulkan sejenak gumpalan sinar hijau dari kedua tangannya. Melemparkannya tanpa tenaga pada bola di depan matanya berjarak 3 meter.

Tidak ada yang terjadi setelah kekuatan dia lemparkan. Sedikit kekecewaan diwajah Tian ketika melakukannya.

Mungkin harus menggunakan cara lain.

“Gagal,” seru penjaga.

Setelah Tian menurunkan tangannya. Getaran hebat berasal dari bola itu dan berhamburan kepingnya sampai ke penjuru lapangan. Ledakan luar telah menghancurkan papan percobaan dan bola berkeping-keping.

Kepingan bola itu jatuh ke tangan Tian. Yang Tian rasakan seperti kepingan es yang meleleh seketika.

“Busyed,” seru salah seorang anak yang berada di belakang antrean Tian.

Penjaga militer juga pengawas melongo.

Tian mengerti mengapa memecahkannya begitu susah. Hal itu dikarenakan bola terbuat dari es abadi milik Pangeran Andreas. Dan dia yang bisa memecahkannya akan menjadi kemiliteran kerajaan.

Tian mendongak. Melihat Pangeran Andreas berada di lorong lantai tertinggi. Matanya jelas memicing. Mata rubah sudah menarik pandangannya sedari lelaki kecil itu memasuki benteng kemiliteran.

“Apa yang sedang kamu cari?”

“Silakan isi formulirnya.”

Suara penjaga membuat Tian tertarik dalam dunia halusinasinya. Tian yakin dia tidak menggunakan kemampuannya secara maksimal.

Kecuali, Pangeran Andreas membantu.

...*...

Tian dipindahkan ke dalam militer kerajaan bersama dengan dua penjaga yang mengantarkannya. Bertemu langsung pengawal Pangeran Andreas.

“Mulai sekarang kamu akan berada di sini.”

Tian mengangguk. “Dimana orang tuamu?” Tanya Pengawal itu langsung.

“Mereka sudah tewas.” Tian menjawab dengan tegas.

Sejenak mengingat kata maaf yang akan dia ucapkan. Lalu menundukkan kepalanya pergi.

Tian membuka kamar yang akan menjadi temannya selama beberapa bulan atau mungkin tahun. Tian sangat ingin berkirim pesan dengan Baron. Bagaimana keadaan laki-laki juga hutan sekarang?

Tian melepaskan rompi yang dia kenakan. Semenjak awal siapa yang tidak curiga dengan lelaki yang bahkan hanya membawa dua setel baju.

“Pangeran Andreas juga tidak bodoh,” lirihnya pada hujan yang hampir saja datang.

Tian merebahkan dirinya di ranjang empuk miliknya. Merentangkan tangan melepaskan segala penat. Terpejam perlahan dan menyongsong esok hari dengan langkah tegas.

...*...

Hari ketujuh semenjak Tian dipindahkan ke Militer tertinggi, militer kerajaan. Usianya cukup kecil untuk masuk yang rata-rata diatas 17 tahun.

Selama tujuh hari Tian belajar mengenai sistem pemerintahan. Selama itu pula bertemu dengan Pangeran cukup sulit.

Teman pertama Tian yang dia tahu sebagai Becky adalah putra kedua dari menteri perdagangan dan obat-obatan. Cukup ramah seperti ayahnya yang pernah Tian lihat dalam pertemuan bertahun lalu.

Tian hanya membawa sepenggal nama dari keluarganya. Mengingat ayah ibu dan juga kakaknya meninggal dengan cara mengenaskan. Membuat Tian tidak takut akan sesuatu hal besar dihadapannya.

Malam ini jika bisa, dia akan bertemu dengan Pangeran Andreas.

Jika Tian lancar akan lulus dari akademi setelah 2 tahun. Mereka yang lulus berkesempatan besar berjaga di Kerajaan. Menjadi penjaga pribadi Pangeran Andreas, Putri Zilvia, atau Raja Rodeo. Dan Tian menginginkan itu.

Mempersiapkan dirinya untuk pelajaran selanjutnya. Terjun kelapangan.

Berlari sebagai pemanasan paling dasar. Fisik Tian sudah terlatih semenjak dia di keluarga jadi mudah baginya untuk menyelesaikan tantangan sebelum murid lainnya. Yang dia pikirkan hanyalah bertemu dengan anggota kerajaan. Bagaimanapun caranya.

“Tian, sudah. Pelatih sudah memberikan tanda berhenti!” teriak Becky.

Tian berhenti seketika. Melamun sejenak bukan hal buruk.

“Tian!” teriak pelatihnya. “Apakah kamu bisa memanah?”

Nafas yang tidak terlalu menderu itu mengesankan pelatihnya. Diberikannya panah. Tian sempat meneliti panah itu sembari berjalan menuju titik awal.

“Rekayasa,” lirihnya.

“Pelatih, jika aku bisa mendapatkan nilai bagus dan menduduki rangking satu dalam tiga bulan terakhir bolehkan aku meminta sesuatu?” Tian menatap wajah pelatihnya.

“Kamu ini baru saja masuk. Sudah banyak permintaan.”

“Aku mohon,” pintanya.

“Hm,” dehem pelatihnya meremehkan.

Tian menarik anak panah, sengaja membelokkan panahnya menuju udara. Target yang jaraknya mengelabuhi mata. Meletakkan target polos dalam jarak 200 meter siapa yang akan melihat?

Anak panah yang dibelokkan Tian menancap menuju tanah dengan bebas.

“Sangat buruk,” ujar salah satu anak.

Tian terus membidik tiga kali panahan. Terus saja meleset berjajar tiga di bawah target putih. Tian meletakkan busur panah lalu menatap pelatihannya yang menaikkan alis.

“Bagaimana bisa kamu tahu letak targetnya dengan sempurna?”

Semua mata tercengang.

“Bukankah dia membidik target yang salah?”

Seorang kemiliteran mencabut tiga target yang sudah dikenai oleh Tian. Menggali sedikit untuk memperlihatkan keadaan murid lainnya hasil bidikan. “Apa pelatihan akan mengabulkan permintaanku jika aku berhasil menjadi yang terbaik dalam tiga bulan?”

Pelatih itu mengangguk mantap. “Tentu Tian.”

Seorang pangeran telah melihat dari atas gedung pencakar langit bagaimana anak yang sudah dia tandai. “Dia mengagumkan. Darimana dia berasal, Z?” (Dibaca Zhi)

Dedaunan membentuk sosok yang dia kenal sebagai mata-mata tertinggi. “Saya tidak mendapatkan informasi Yang Mulia. Namun, yang saya tahu dia tidak melewati gerbang perbatasan.”

Pangeran Andreas hanya tersenyum kecut. “Memeliharanya akan menjadi ancaman.”

“Saya tidak merasakan niat buruk Yang Mulia. Jika Yang Mulia berkenan maka, saya bisa membunuhnya.”

Pangeran Andreas tidak pernah berpikir sampai membunuhnya. Barang sejenak berpikir atas keputusannya. “Sebaiknya lihat selama tiga bulan. Apa yang dia inginkan.”

“Baik Yang Mulia.”

...***...

Seberang pulau dengan penuh ketenangan. Ada seorang nyawa yang masih berjuang untuk sembuh. Idris kembali setelah memastikan Coin akan baik-baik saja dengan Phoen. Sama sekali tidak mau menuruni kamar barang sarapan atau makan siang. Coin lebih manja dengan yang dia pikirkan.

Idris keluar dari rumah sakit tempat dia bekerja. Merasa sangat hina ketika dia harus menyelamatkan pasien yang bahkan dirinya saja tidak bisa dia selamatkan.

Keputusan sangat ditentang oleh Tian Mallory. Setelah berdebat panjang pada akhirnya tuan Mallory mengerti dengan suasana hati Idris.

“Besok kamu akan keluar rumah sakit.” Idris bersedeku di ambang pintu.

“Bagaimana keadaan Coin dan Phoen?”

“Mereka baik-baik saja.”

“Apa rencanamu?” seperti yang diharapkan dari Tuan Mallory sangat tidak berbasa-basi.

“Aku ingin menghancurkan penelitian itu.”

Tatapan mata penuh dengan api membara pada akhirnya menggugah lelaki berhati lembek dahulu.

“Baiklah,” jawab Tuan Mallory. “Ada yang belum selesai aku urus. Kerajaan belum membalas surat yang aku kirimkan.”

“Urus nanti. Masalah tanah biarkan saja.”

“Bagaimana dengan ayahmu?”

Idris menggeleng. “Aku tidak tahu dimana dia sekarang.”

“Bohong,” ujar Tuan Mallory cepat.

“Begitulah kamu sangat mengerti aku.” Idris berjalan menuju jendela. Menatap terik matahari dikala panas merajalela. “Airis membunuh ayahku.”

“Atas permintaanmu,” sambung Tuan Mallory.

“Tentu saja,” jawab Idris.

“Menemukan tubuh Tuan Bond dan kita akan membuat surat kematian. Dengan begitu semua harta Tuan Bond akan jatuh pada tanganmu. Memulihkan nama keluarga Paul.”

Idris menyetujui rencana itu. “Ketika aku kembali ke panti asuhan. Mereka sudah terawat dengan baik. Airis berencana untuk mengambil alih panti asuhan.”

“Baiklah,” jawab Tuan Mallory.

“Semua ini atas kuasamu Tuan Mallory.”

“Berhutang budilah padaku.”

Idris mengeluarkan sebuah lukisan sederhana yang berada di tasnya. “Ini adalah peta tempat penelitian.”

“Para peneliti yang berada di dalam tidak pernah keluar,” lanjutnya.

“Mereka tinggal di dalam?”

“Yang mengetahui sandi atau kunci hanya aku, dan ayah saja. Selebihnya hanya keluar masuk lewat ijin. Jika ayahku sudah terbunuh seminggu yang lalu kemungkinan mereka masih terjebak di dalam.”

Tuan Mallory menautkan tangan. Cukup mustahil menghancurkan laboratorium segala isinya dengan manusia didalamnya. “Jika kita ledakkan laboratorium itu, semua orang yang ada di dalamnya akan meninggal. Tiada akan ada saksi dan termasuk pembunuhan. Kita justru akan dalam masalah.”

“Kita harus mengeluarkan semua orang dan membebaskan semua hewan yang terperangkap.”

Tuan Mallory menjentikkan jarinya. “Kamu pernah mengatakan jika ada lubang tempat masuknya Coin. Kita akan meneliti lubang itu.”

“Jika benar maka, lokasi itu akan tiba di lantai 2. Tempat berkumpulnya hewan yang dibawa dari Pulau Arash. Juga tempat tinggal Phoen dan Tian.”

“Apakah aman jika kita menerobos masuk?”

Idris sempat meragu. “Lubang itu hanya bisa digunakan sebagai tempat masuk. Mungkin di sini.” Tunjuk Idris menandai. Tempat masuk yang memungkinkan.

“Lantai dua? Bukankah seharusnya ada dilantai satu?” Tuan Mallory mengernyit.

“Apa kamu tidak menyadarinya?”

Sedangkan Tuan Mallory hanya menggeleng.

“Laboratorium bawah tanah itu memiliki rancangan seperti terasering.”

“Ah,” angguk Tian Mallory. “Baiklah aku paham. Lalu mengapa kamu tidak menemukan pintunya ketika itu?”

“Aku juga tidak mengetahui. Apakah ada sandi khusus atau petunjuk lain aku juga belum mengerti.”

“Baiklah, besok kita akan ke sana.”

Tuan Mallory menyandarkan dirinya ke kepala ranjang. “Sekarang biarkan aku tidur.”

“Kamu kebanyakan tidur.”

Menatap senja yang semakin menyingsing dari jendela besar kamar rawat. Tuan Mallory juga menatap pemandangan yang sama. Tiba saja perasaan keduanya menghangat.

...***...

...Bersambung......

1
Galaxy_k1910
ilustrasi karakternya keren
@shithan03_12: Wuahh makasih ya
total 1 replies
༆𝑃𝑖𝑘𝑎𝑐ℎ𝑢 𝐺𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
dia cewek apa cowok thor?
@shithan03_12: kalau Tian cowok..
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!