Cinta tak harus memiliki itulah yang di rasakan dua insan yang saling mencintai namun takdir memisahkan keduanya hingga harus rela mengikhlaskan satu sama lain demi kebaikan bersama. Cinta yang begitu tulus dan suci harus tertahan di dalam dada sebab tak ingin menyakiti siapapun dan membuat semuanya menjadi runyam. Itulah yang di rasakan oleh Lucy Abelia dan Sean Fernando. Keduanya sama-sama berkeinginan untuk hidup bersama namun takdir berkata lain sehingga membuat insan yang saling mencintai itu hidup di jalannya masing-masing. Walaupun cinta Lucy dan Sean sangat kuat, namun keduanya tetap menerima takdir dan mensyukuri segala hal yang terjadi pada mereka. Sean menjalani hidupnya bersama wanita pilihan orang tuanya, sedangkan Lucy memilih hidup sendiri hingga akhir.
Bagaimana kisahnya, apakah ada kesempatan bagi keduanya untuk hidup bersama atau keduanya tetap berada di jalannya masing-masing? Yuk ikuti terus kisahnya.
Ig: Jannah99islami
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jannah sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sendiri hingga akhir
Di rumah sakit Brian masih setiap berada di samping Lucy. Dengan penuh sabar pria itu mendengarkan keluhan Lucy. "Brian, sakit,,," lirihnya membuat pupil mata Brian membesar seketika. Ia bangkit dari duduknya lalu mengecek bagian tubuh Lucy.
"Mana yang sakit?" tanyanya dengan hati yang sangat khawatir.
"Di sini," lirih Lucy sembari menepuk dadanya dengan pelan membuat Brian menghela nafas leganya.
"Ya Allah, tak kirain apa Lu," ucap Brian yang kini sudah kembali ke posisinya semula.
"Maaf Brian," ucap Lucy sembari menatap Brian dengan netra lemahnya.
"Dalam keadaan sakit pun kau masih bisa memikirkan cinta. Ct, ct, ct, kau benar-benar sudah menjadi budak cinta," ucap Brian sedikit tersenyum menggoda.
"Maaf," lirih Lucy lagi yang hanya mengucapkan kata maaf sedari tadi.
"Kalau maaf bisa menyelesaikan masalah lalu apa gunanya polisi dan hukum," ucap Brian yang di ikuti Lucy di ujung kalimatnya. Lucy sudah sangat hafal dengan kata-kata yang sering di ucapkan Brian itu.
"Kau selalu saja seperti itu," ucap Brian yang di ikuti Lucy lagi. Keduanya pun tertawa bersama dan melupakan pembicaraan seputar percintaan.
"Brian, aku mau makan," ucap Lucy yang di turutin Brian.
"Sebentar," ucap Brian lalu bangkit dari duduknya dan menyiapkan makanan untuk Lucy. "Makanlah," ucap Brian langsung berinisiatif menyuapi Lucy.
"Makasih Brian tapi aku masih bisa makan sendiri," ucap Lucy yang bangkit dari baringnya di bantu oleh Brian. Jika orang lain melihat kedua orang itu pasti akan menyangka jika Brian dan Lucy adalah sepasang pasutri muda.
"Mau rambutannya," ucap Lucy sembari melirik buah rambut yang berada di atas meja.
"Ambillah," ucap Brian memberikan beberapa buah rambutan yang sudah di kupasnya untuk Lucy. Lucy pun mengambil buah rambutan itu lalu memakannya bersama nasi. Brian yang baru pertama kali melihat kejadian langkah ini syok di tempatnya.
"Apakah enak makan nasi dengan rambutan?" tanya Brian yang di jawab dengan anggukan Lucy. Lucy fokus pada makanan yang berada di pangkuannya tanpa memperdulikan tatapan heran Brian.
"Minum," ucap Lucy membuat Brian langsung sigap mengambilnya air untuknya.
"Makasih," ucapnya dengan senyum tipis.
"Sama-sama," ucap Brian tanpa melepaskan Lucy dari pandangannya. Ia benar-benar tak bosan memandang dan mempertahankan Lucy sedari tadi. Lucy mengalihkan matanya melirik Brian yang terus memperhatikannya.
"Kau tidak punya pekerjaan selain melihatku seperti itu?" tanya Lucy lalu memasuki buah rambutan ke dalam mulutnya. Bukannya menjawab justru Brian hanya menggeleng pelan sembari memperlihatkan senyum terbaiknya.
Aku rasa dia sudah gila, Batin Lucy dengan sesekali melirik Brian tanpa mengatakan sepatah katapun.
"Lu," panggil Brian yang di jawab dengan deheman kecil Lucy.
"Hm," dehem nya lalu memasukkan suapan terakhir ke dalam mulutnya.
"Jika seandainya kau dan Sean tidak di takdirkan bersama, apakah kau akan memberikan kesempatan pada orang lain untuk bersamamu?" tanya Brian yang seketika membuat Lucy tersedak hingga terbatuk. Melihat itu Brian segera membantu Lucy untuk minum air lalu menepuk punggungnya dengan pelan.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya Lucy dengan wajah yang sudah terlihat sedikit segar.
"Tidak mengapa, aku hanya ingin tau saja," ucap Brian yang di pahami Lucy.
"Aku tidak tau seperti apa kehidupanku di masa depan nanti, tapi saat ini aku membuat satu prinsip jika bukan bersamanya maka tidak dengan siapapun," ucap Lucy membuat jantung Brian seakan berhenti berdetak. Ia tak menyangka Lucy mempunyai prinsip mengerikan seperti itu.
"Terus kau mau jadi janda forever?" ucap Brian sampai salah mengucap sangking tak menyangka nya.
"Jomblo forever, bukan janda forever!" ketus Lucy sedikit kesal dengan julukan jelek untuknya.
Sudah aku duga, dia sudah gila. Batin Lucy sebagai menatap Brian dengan datar.
"Iya-iya," jawab Brian dengan cepat. "Bagaimana?" tanya Brian masih penasaran dengan Jawaban Lucy.
"Apanya bagaimana?" tanya Lucy sedikit lola. Mungkin karena faktor sakit makannya ia seperti itu.
Anak ini selalu saja seperti ini. Terlalu kebanyakan makan cinta begini, jadi kurang waras. Batin Brian sembari menatap Lucy.
"Maksudnya kau mau sendiri hingga akhir?" tanya Brian membuat Lucy terdiam sesaat.
"Mungkin," ucapnya dengan lirih seakan ragu dengan prinsipnya.
"Apa kau masih waras?" tanya Brian yang langsung mendapatkan satu pukulan kecil di bahunya.
"Tentu saja," ucap Lucy menatap tak bersahabat pada Brian.
"Sepertinya dia harus meminum obatnya," lirih Brian namun masih bisa di dengar oleh Lucy.
"Aku masih waras ya," ucap Lucy lalu memberikan cubitan kecil di perut Brian membuat pria itu langsung menjauhkan tubuhnya dari jangkauannya.
"Sakit tau!" ucap Brian sembari mengelus pinggangnya dengan lembut.
"Rasain!" ucap Lucy dengan ketus.
🍒🍒🍒
Di pesawat, terlihat Brian memandang ke luar jendela sedangkan Tasya sudah tertidur di sampingnya karena merasakan kakinya yang sakit. Dan saat ini tidak ada cara yang paling ampuh menghilangkan rasa sakit di kakinya kecuali dengan tidur. Sean mengalihkan wajahnya melihat Tasya. Ia sedikit merasa bersalah pada wanita itu sebab menghancurkan momen bulan madunya dan menyakiti kakinya.
Sean membuka tas Tasya lalu mencari sesuatu. Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, Sean pun mengobati kaki Tasya dengan cara mengoleskan minyak angin di kakinya. Itu adalah salah satu antisipasi agar kaki Tasya tidak membengkak dan masuk angin. Jika itu terjadi, maka Tasya akan merasakan sakit yang lebih dari ini dan tentunya ia akan sulit beraktivitas seperti biasanya.
Setelah mengobati kaki Tasya, Sean pun memasukkan kembali minyak angin di tangannya ke dalam tas Tasya. Melihat Tasya yang tertidur dengan nyenyak, Sean pun menyelimuti tubuh Tasya dengan selimut kecil yang mereka bawa.
Aku tidak tau bisa mencintaimu atau tidak tetapi aku akan belajar menerimamu. Walaupun rasa cinta dan kasih sayangku belum terjamin untukmu namun aku akan tetap menjamin agar bersikap sedikit lebih baik padamu. Batin Sean sembari memperhatikan wajah tenang Tasya.
Ah, tidak menyesal aku menutup mataku seperti ini. Jika sikapnya seperhatian ini aku rela tidur lebih lama setiap harinya. Batin Tasya sembari tersenyum tipis tanpa sepengetahuan Sean.
Lu, aku sedih melihatmu terbaring lemah di rumah sakit itu. Apa perkataan dan sikapku sebelumnya terlalu menyakitimu hingga berimbas pada kesehatanmu? Maafkan aku Lu, aku tidak benar-benar marah padamu. Aku hanya sedikit kecewa saja. Aku akan menerima Tasya di dalam hidupku seperti yang kau inginkan tetapi maaf Lu, cintaku akan tetap tertuju padamu. Batin Sean sembari melihat bayangan wajah Lucy di benaknya.
"Hm, sayang,,, kau belum tidur?" tanya Tasya berpura-pura seakan baru bangun.
"Tidurlah, sebentar lagi aku juga akan tidur," ucap Sean yang di angguki Tasya. Karena rasa kantuk mulai menghampirinya, Tasya pun mulai menutup matanya kembali. Kali ini wanita menyebalkan itu benar-benar tertidur.