Dimanfatkan oleh sepasang suami istri, Aira tidak bisa menolak. Ia terdesak oleh keadaan, menukar masa depannya. Apakah pilihan Aira sudah tepat? Atau justru ia akan terjebak dalam sebuah hubungan rumit dengan pria yang sudah beristri?
Selamat datang di karya author Sept ke 23
Yuk, follow IG author biar tahu novel terbaru dan info menarik lainnya.
IG : Sept_September2020
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mister Judge Suka Marah-marah
Wanita Pengganti Bagian 18
Oleh Sept
"Gimana? Apa gak asam banget itu?" tanya bibi mengeryitkan dahi ketika melihat Aira lahap makan mangga dengan sambal buatannya.
"Coba, Bik. Seger ... tapi agak pedes!" kata Aira sambil mengusap keningnya yang sudah basah.
"Jangan banyak-banyak, nanti perutmu sakit. Kamu itu kaya orang yang lagi ngidam saja!" celetuk bibi.
Aira langsung menelan ludah.
"Memangnya orang ngidam kaya begini, Bi?"
Aira ini gadis desa, masih polos. Juga belum pernah tahu rasanya hamil atau ngidam. Yang jelas, ia belum M sebulan ini.
Bibi kemudian melihat sekitar, seperti mengamati sesuatu. Setelah terlihat sepi, tidak orang. Ia lalu bicara pelan pada Aira.
"Kamu sudah hamil?" tanya bibi dengan suara pelan.
Aira kembali menelan ludah, seperti ada biji salak dalam tenggorokan. Membuatnya susah menjawab pertanyaan bibi.
"Baru sekali apa langsung hamil, Bi?"
Dua wanita itu melihat sekitar, kemudian pindah tempat.
Di sebuah kamar pembantu, kamar bibi. Keduanya duduk setelah menutup pintu.
"Kamu belum datang bulan?" tanya bibi.
Aira menggeleng pelan.
"Tapi sudah itu dengan tuan?"
Seperti anak kecil yang ditanya, Aira mengangguk polos.
"Bisa ... bisa jadi kamu hamil anak tuan."
Aira langsung mendongak.
"Tapi kami baru sekali, Bi."
Bukkk
Bibik langsung menepuk lengan Aira.
"Kalau kamu pas masa subur, biar cuma sekali, dan kalau tuan itunya bagus, ya bisa saja!" omel bibi campur gemas. Sebenarnya dia itu khawatir nasib gadis di depannya.
Aira hanya diam.
"Ya sudah, nanti kita keluar ke apotik. Cari alat buat ngetes," kata bibi.
"Gak usah, Bi. Kaki Bibi kan masih sakit. Nanti, biar Aira pergi sendiri."
"Ya sudah kalau begitu. Selama belum pasti, jangan bilang mereka dulu."
Aira mengangguk.
***
Beberapa jam kemudian.
Bibi berdiri di depan kamar mandi, dia sedang menunggu Aira yang habis pulang dari apotik. Gadis itu sedang melakukan tes kehamilan.
KLEK
"Bagaimana?" tanya bibi cemas.
Wajah Aira terlihat tidak baik-baik saja. Gadis itu seperti menyimpan sesuatu dalam sorot matanya.
"Coba Bibi lihat!" seru bibi mengulurkan tangan.
Dengan lemas, Aira memberikan benda pipih kecil pada si bibi. Mata bibi sekarang tertuju pada test pack. Jantungnya juga berdegup kencang. Apalagi saat melihat garis merah yang tertera di sana.
"Ini artinya hamil, kan?" tanya bibi sambil menunjuk pada garis dua merah dalam alat yang ia pegang.
"Jika dilihat dari bungkusnya, sepertinya Aira memang hamil, Bi ... bagaimana ini, Bi?"
Bibi ikut pusing, ia memijit pelipisnya.
"Ya sudah, bilang sama tuan saja."
"Tapi, Bi ..."
...
"Bik ... Bibikkkk!"
Sebuah suara laki-laki yang berat memanggil.
"Sebentar, itu tuan lagi manggil."
Aira mengangguk, kemudian menyimpan kembali alat test kehamilan miliknya.
Sementara itu, bibi sedang membuat minuman untuk Farel. Pria itu habis nge gym.
"Ini, Tuan."
"Terima kasih!" kata Farel kemudian minum jus segar buatan bibi.
Setelah bibi akan pergi, Farel bertanya.
"Kok sepi, pada ke mana?"
"Mang Udin sedang membersihkan kolam di samping. Aira sedang di kamarnya."
"Malas sekali anak itu, apa hanya seharian di kamar?" cibir Farel.
Bibi mau mengatakan kalau istri bayaran tuan mudanya itu sedang hamil. Namun, urung ia lakukan. Lebih baik Aira saja yang bilang.
"Ya sudah, Bibi boleh pergi," kata Farel kemudian.
***
Menjelang malam.
Farel masih terjaga, sesaat yang lalu habis vcall. Ia meminta istrinya itu pulang, atau besok ia susul.
"Iya, Mas. Besok aku pulang. Lagian sudah abis acaranya. Eventnya udah kelar," kata Nita di telpon.
Nita sudah siap pulang, karena ia sudah merasa vit kembali. Alasannya kerja, event, mengejar karir. Padahal Nita sedang menjalani perawatan.
Habis telpon, Farel belum juga bisa tidur. Lama gak ada yang membelai, ia jadi bad mood.
Di kamar lain.
Bibi dan Aira sedang rapat rahasia.
"Kapan kamu mau bilang tuan?"
"Aira takut, Bi."
"Takut bagaimana, udah ... katakan saja. Jangan ditunda. Biar diperiksa sama dokter."
"Tuan kan galak sekali, Bi. Aira takut. Belum apa-apa sudah ngeri."
"Lah? Terus kapan kamu mau bilang? Nunggu perutmu besar?" tanya bibi.
Tok tok tok
Keduanya langsung menoleh.
"Siapa yang datang malam-malam ke kamarmu?" tanya bibi pelan.
Aira menggeleng tidak tahu.
"Aira! Buatkan saya kopi!"
Suara khas Farel membuat bibi langsung ke kamar kecil. Ia malah sembunyi.
"Bik. Ngapain Bibi sembunyi?"
"Udah! Sana kamu keluar. Sekalian katakan, kamu sudah hamil," titah bibi sambil mendorong tubuh Aira pelan.
"Takut, Bik!" sela Aira.
"AIRAAAA!" suara Farel sudah meninggi.
Farel tahu, bibi kakinya masih sakit. Ia pikir bibi istirahat di kamar dan sudah tidur. Makanya ia membangunkan Aira. Anak itu kerjanya di kamar saja. Biar mengerjakan sesuatu, pikir Farel.
KLIK
"Iya, Tuan."
"Buatkan kopi! Pakai gula!" titah Farel kemudian berbalik pergi.
"Baik."
Sesaat kemudian.
Aira pergi ke ruang kerja yang terbuka. Sebuah ruang yang tidak jauh dari kamar Farel.
Tok tok tok
Meskipun terbuka, Aira tetap mengetuk. Takut dikira aneh-aneh lagi.
"Ini, Tuan."
"Letakkan di sana."
"Iya, Tuan."
Beberapa detik kemudian.
Farel kaget, karena Aira masih di sana.
"Ngapain kamu di sini?" omelnya galak.
Membuat Aira langsung menelan ludah.
'Bagaimana mau bilang aku hamil anaknya? Lihat matanya sekarang! Dia seperti mau memakanku!' batin Aira menundukkan wajah.
Bersambung
karepmu jane piye reeell jalok d santet opo piyee.....😡😡😡😡😡😡😡
waktu penyiksaanmu teko fareelll....gawe trsiksa dsek iku farel thoorr.....ben uring uringan mergo nahan rindu tpi airane moh ktmu gtuu 😀😀😀😀😀