" Menikah dengan siapa?! om pamungkas?!!" suara Ratih meninggi, di tatapnya semua anggota keluarganya dengan rasa tak percaya.
" Pamungkas adalah pilihan terbaik untukmu nduk.." suara papanya penuh keyakinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
itu Ratih
Ratih memandangi laki laki yang sudah seminggu ini terus saja datang ke cafenya.
Ia tetap memesan menu yang sama dan membaca buku buku lama.
Ratih memandanginya sampai tak sadar bahwa orang yang ia pandangi berbalik memandangnya.
Ratih salah tingkah karena laki laki itu melempar senyum padanya.
" Ganteng ya mbak Rat?" suara Ria mengagetkannya.
" Ehhh..!" Ratih canggung,
" tidak apa apa tho mbak.. saya juga suka lihat orang ganteng.." lanjut Ria sembari tersenyum,
" itu lihat mbak, masnya datang kesini?!" ujar Ria mundur ke belakang dan menghilang ke dapur.
Benar saja, laki laki yang di pandangi Ratih sedari tadi itu berjalan ke arah Ratih yang duduk di meja kasir.
" Mbak Ratih.." panggil laki laki berambut sebahu itu ramah.
" kok tau nama saya?" tanya Ratih cepat,
" kan saya dengar anak anak SMA yang setiap hari kesini.."
" dengar apa?"
" ya dengar mereka memanggil anda dengan nama Ratih.." laki laki berlesung pipi di kiri dan kanan itu tersenyum.
Ratih membuang pandangannya sejenak, karena Ratih merasa senyum yang manis itu amat berbahaya.
" begitu ya.." jawab Ratih seadanya,
" kenapa memandangi saya terus? ada yang membuat mbak Ratih tidak nyaman dengan kehadiran saya disini?" tanya laki laki itu masih sopan.
" Tentu tidak.." jawab Ratih sedikit malu karena tertangkap basah.
Laki laki itu terus saja melempar senyum,
" Saya akan jadi pengunjung tetap.. karena saya merasa tempat ini menawarkan sesuatu yang berbeda..
saya bisa duduk tenang sembari minum kopi dan membaca buku buku lama,"
" silahkan saja.. selama anda tidak merusak buku dan menganggu pengunjung lain.." jawab Ratih,
Laki laki itu kembali tersenyum, kali ini lesung pipinya terlihat jelas oleh mata Ratih, tak ada waktu untuk menghindar.
" Saya Iwang.. silahkan panggil saya Iwang mbak Ratih.." laki laki itu memperkenalkan dirinya, dan disanalah awal dari keakraban keduanya.
Iwang adalah seorang guru seni tari, kebetulan sekolah tarinya tidak begitu jauh dengan cafe Ratih, karena itu Iwang sering kali memesan kopi dan duduk membaca saat istirahat siang.
" Pantas gondrong.. ku kira kerja dimana.." komentar Ratih saat keduanya sudah benar benar akrab.
Iwang terlihat tidak mudah bergaul, tapi entah kenapa dia suka sekali berbincang dengan Ratih.
" kenapa? tidak suka rambut gondrong?"
" sebenarnya kurang suka, tapi setelah melihatmu penilaian ku jadi berubah,"
" berubah?"
" iya.. ada ya laki laki gondrong ganteng.." Ratih tertawa,
" ini pujian?" Iwang menunjukkan lagi lesung pipinya,
" anggap saja begitu," sahut Ratih.
" Kapan kapan mainlah ke sekolahku.."
" mau mengajariku menari?" canda Ratih,
" jika kau bersedia.. kami selalu mengadakan pementasan tiap semester..
kebetulan itu satu bulan lagi..
jika kau mau bergabung.. aku akan sangat senang.."
" aku? menari? aku bisanya volley saja.." lagi lagi Ratih bercanda,
" semua orang bisa menari.. asal ada keinginan.."
Ratih terlihat berpikir,
" aku tidak mungkin meninggalkan cafe Wang..?" ucapnya,
" Bukankan kau buka setengah hari di hari sabtu dan libur di hari minggu?"
Ratih mengangguk,
" pikir pikirlah dulu.. aku tidak ingin kau kelelahan juga, tapi jika ingin hal baru di luar kebiasaan.. seni tari cukup menarik.." Iwang mengambil karet disamping tangan Ratih,
" ini karetmu? besok ku kembalikan ya.." Iwang menguncir rambutnya.
" Bagaimana kalau di kuncir?"
" tetap ganteng.." jawab Ratih tersenyum lebar.
" kau gerah atau ingin mengambil karet rambutku saja..",
giliran Iwang yang tertawa,
" tau saja kalau aku ingin memiliki satu barangmu.. meski itu hanya karet rambut.."
" jangan bercanda..?!"
" hahahahaaa... aku bukan orang jahat Ratih.. tenanglah..", Iwang meyakinkan Ratih sembari tertawa renyah.
Pamungkas meletakkan tas ranselnya di atas meja kamar.
Waktu sudah menunjukkan jam sepuluh malam.
Sudah setahun lebih pikir Pamungkas,
ia berdiri disamping jendela kamar seperti biasanya,
memandangi halaman belakang.
Seharusnya ia datang minggu kemarin, tapi karena ada urusan yang tidak bisa ia tunda, terpaksa dia pulang dua minggu kemudian.
sekitar 10 menit kemudian, terdengar suara motor memasuki halaman rumah,
Pamungkas kembali berdiri disamping jendela dan mengawasi siapa yang masuk kerumah di jam semalam ini.
itu Ratih, iya Ratih.. dari mana dia, kenapa pulang semalam ini.., berbagai pertanyaan muncul di benak Pamungkas.
emang kamu pikir si ratih itu ga punya hati apa.....
luka karna dikhianati sama org terdekat itu susah sembuhnya, kamu malah ngerecokin si ratih mulu
slading online juga nih
istri rasa ponakan itu perlu pemahaman yang besar 😆😆