Kecewa, mungkin itulah yang saat ini di rasakan Donny Adriano Oliver. Bagaimana tidak harapan untuk segera membangun rumah tangga dengan kekasih yang sudah di cintainya selama enam tahun pupus sudah. Bukan karena penghianatan atau hilangnya cinta, tapi karena kekasihnya masih ingin melanjutkan mimpinya.
Mia Anggriani Bachtiar, dia calon istri yang di pilihkan papanya untuknya. Seorang gadis dengan luka masa lalu.
Bagaimanakah perjalanan pernikahan mereka. Akankah Donny yang masih memberi kesempatan kepada kekasihnya bisa jatuh cinta pada istrinya yang awalnya dia perlakukan seperti adik perempuan yang dia sayangi. atau Mia yang sudah lama menutup hati bisa luluh dan jatuh pada perhatian dan kasih sayang yang Donny berikan padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunis WM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Epis. 18 Tidur bersama
Mia duduk dengan manis di depan tv yang berada di ruang tengah dengan memangku sepiring puding yang tadi dia minta di buatkan. Matanya fokus pada layar datar yang ada di depannya, sementara mulutnya tidak berhenti mengunyah.
Karena terlalu serius, Mia sampai tidak menyadari Donny sudah duduk di sebelahnya.
“Kenapa nggak nonton di kamar, kan bisa sambil istirahat”. Mia sontak menatap ke arah sumber suara lalu tersenyum manis.
“Bosan”, jawabnya singkat. “Mas Donny mau?” Mia menyodorkon mangkuk yang masih berisi beberapa potong puding pada Donny, Donny mengambil satu potongan terkecil dan memasukkan kedalam mulutnya dan meninggalkan Mia di ruang tengah untuk membersihkan diri di kamar.
Makan malam sudah tertata rapi di meja makan, Bu Mira mengingatkan Donny yang berada di ruang kerja bahwa sudah waktunya makan malam. Donny lalu meminta Bu Mira untuk memanggil Mia.
“Maaf Tuan, Nyonya sudah tidur. Saya tidak berani membangunkannya”, sebelum memanggil Donny, Bu Mira sudah terlebih dulu memanggil Mia, tapi karena kekenyangan setelah menghabiskan semangkuk puding dan semangkuk sup buah membuatnya tertidur.
“Apa Mia sudah minum obatnya?”, Bu Mira menundukkan kepalanya, karena dia lalai dalam mengawasi Mia meminum obat. Donny mengehala nafas lalu dengan malas memakan makanan yang sudah di siapkan di piringnya.
Mia terbangun saat jarum jam masih menunjuk ke angka empat karena kebelet buang air, lalu saat dia berjalan menuju kamar mandi, tanpa sengaja matanya terarah pada sesosok laki-laki bertubuh tegap yang sedang tertidur di sofa yang berada di kamar itu.
Mia memandanginya, walau dalam keadaan temaram, dia dapat melihat dengan jelas sosok laki-laki itu. Tubuhnya yang besar mungkin sangat tidak nyaman telentang di sofa itu, kakinya bahkan harus berada di atas pinggiran sofa. Lalu dia melirik ke arah tempat tidur yang biasa di tiduri, ada rasa bersalah muncul di hatinya.
Setelah terbangun tadi, Mia tidak bisa lagi memejamkan matanya lalu memutuskan untuk keluar kamar mencari apa yang bisa di lakukan mumpung sebentar lagi sang fajar akan keluar dari persembunyiannya. Sudah banyak pelayan yang lalu lalang, mereka mengucapkan salam ketika berpapasan denga Mia, Mia membalas dengan tersenyum ramah.
Langkahnya di perlambat saat akan turun tangga, dia melihat dua orang pelayan sedang membersihkan pinggiran tangga dengan kain lap. Sekilas Mia melihat mereka saling bertatapan lalu seolah bebicara dengan mata. Tiba-tiba Mia jadi ingat kalau dua gadis ini adalah gadis yang sama yang memicu amarahnya pada Donny malam itu. Mia melewati mereka dan tersenyum ramah ketika mereka memberi salam selamat pagi pada Mia.
Melalui ekor matanya, Mia bisa melihat mereka sedang mengejeknya. Mia tidak akan menanggapinya apalagi melaporkan hal ini pada Donny. Mereka tidak penting, Mia tidak mau lagi terpancing oleh apapun yang akan di katakan orang-orang tentangnya sebagai istri Donny. Toh, ini hanya akan berlangsung sementara. Cukup kemarin saja, hanya sekali saja dia mempermalukan dirinya sendiri dengan bertingkah seperti istri yang tidak di anggap oleh suaminya sampai menghina wanita lain dan berakhir dengan tamparan. Mia sungguh menyesalinya.
Mia berjalan di sekitar danau buatan yang ada di sekitar halaman, baru kali ini dia memperhatikanya, sangat indah. Mia menghirup banyak-banyak udara pagi yang masih belum tercemar polusi. Sejak tinggal di rumah itu, dia tidak punya banyak kesempatan untuk melihat-lihat halaman besar rumah ini.
Mia kembali ke kamar saat matahari mulai menampakkan sinarnya. Sudah tidak ada Donny di sofa, di kamar mandi juga tidak ada. Tiba-tiba suara pintu tebuka dari arah ruang ganti, Donny keluar dengan pakaian casual, kaos putih lengan pendek di padukan dengan celana training. Mia berbalik lalu tersenyum.
“Selamat pagi”, sapanya masih dengan senyumnya.
“Pagi”, balas Donny. “Kamu dari mana?”.
“Habis jalan-jalan di halaman”, Donny menganggukkan kepalanya.
“Mas…”, panggil Mia, dia ragu untuk mengatakannya, takut Donny akan salah mengartikannya.
“Kenapa, Mia?”.
“Emm…”, Donny yang sedang duduk di sofa dengan tablet di tangannya mendongakkan wajahnya melihat Mia.
“Ada apa, apa ada yang membuat kamu tidak nyaman?” Donny menaikkan kedua alisnya menunggu apa yang akan di katakan Mia.
“Mulai malam ini kita gantian”, Donny mengernyitkan keningnya. “Gantian?”, tanyanya tidak mengerti.
“Iya, mulai malam ini aku yang di sofa, Mas Donny yang di tempat tidur”. Donny kembali mengernyitkan keningnya lalu tertawa pelan. “kenapa?”.
“Kan yang punya rumah Mas Donny, aku aja yang nggak tahu diri”, Mia mengucapkannya dengan suara pelan sambil menunduk dengan ujung jari kakinya di hentakkan pelan ke lantai, tapi gumamamnya masih bisa di dengar dengan jelas oleh Donny. Laki-laki itu kembali mendenguskan tawa membuat Mia menatapnya dengan cemberut, “kamu pernah dengar nggak istilah ladies first?”, Mia mengangguk seolah sangat faham dengan istilah itu.
“Mana mungkin saya membiarkan kamu tidur di sofa, mau di taruh di mana harga diri saya sebagai laki-laki”, Donny tersenyum menggeleg-gelengkan kepalanya, meletakkan tabletnya di tempat semula. “Ayo sarapan”, ajaknya berjalan lebih dulu meningalkan Mia yang masih memasang wajah cembeutnya. Gadis itu kemudian mengikuti Donny menuju ruang makan.
“Atau kita pisah kamar aja”, usul Mia menarik kursi di sebelah kanan Donny.
“Kalau Papa tahu, beliau pasti kecewa”, Mia menganggukkan kepalanya setuju, “iya sih”.
“Ya udah, kita tidur bareng aja”, masih mencoba memberi usul. Donny mengangkat kedua alisnya dengan mata yang sedikit melebar menatap Mia, dia lalu meletakkan cangkir yang berisi kopi yang sudah berada tepat di depan bibirnya.
“Jangan salah faham”, ujar Mia cepat-cepat melihat reaksi Donny setelah mengatakan tidur bersama. “Kita cuma tidur di tempat tidur yang sama aja, tapi nggak bikin apa-apa”. Kemudian mereka makan dalam diam, menikmati sarapan masing-masing. Hari ini Mia hanya ingin sarapan yang sama dengan Donny, roti bakar dengan lapisan coklat dan keju karena tidak ingin selalu merepotkan orang lain dengan membuat sarapan yang berbeda.
Tanpa Mia sadari Donny menatapnya sambil tersenyum tipis. Ada-ada saja, pikirnya. Tidak ada yang salah untuk tidur bersama bagi pasangan yang sudah menikah, tapi pernikahan mereka tidak seperti pasangan pada umumnya yang menikah karena cinta, untuk memiliki keturunan atau yang lainnya. Mereka menikah hanya untuk kepuasan kedua keluarga terutama ayah Donny.
Donny menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Mia yang kebetulan melihatnya hanya mengernyitkan kening sambil mengangkat bahunya. Dia tahu Donny pasti sedang menertawai ide konyolnya. Tapi tekad Mia sudah bulat, dia akan memaksa Donny untuk tidur di tempat tidur malam ini. Tidak masalah baginya berbagi tempat tidur dengan Donny. Beberapa hari ini dia menyadari Donny sedikit mirip dengan Alex, tipe laki-laki yang penuh dengan kasih sayang. Dan dia mulai merasa nyaman.