Terminal Lucidity

Elle menatap dokter dengan tajam bahkan tanpa berkedip. Di usianya yang terpaut jauh dengan sang dokter, ia mampu membuat sang dokter merasa terancam dengan tatapannya itu.

"Tapi.. apa hubungannya sama saya ya, Dok? Kami bahkan baru beberapa hari bicara, saya bukan anggota keluarganya juga."

Dokter menghela napas panjang dengan lembut. "Saya dokter Melissa, dokter yang bertugas untuk menangani kondisi murid, salah satunya adalah Eighar. Japi menginformasikan pada orang tua Eighar, kalau dokter adalah dokter pribadinya. Seketika tuan Riantama selaku orang tua Eighar memberikan tugas khusus, dokter hanya boleh menangani Eighar seorang, dan melepaskan dua puluh murid lainnya."

Elle terbelalak. "Loh, kok gitu?"

Dokter Melissa menganggukkan kepalanya. "Awalnya dokter juga menolak, karena itu di luar wewenang sekolah, tapi di setujui oleh Japi. Orang tua Eighar bilang, anak itu punya gangguan kepribadian, salah satunya adalah NPD, dan dia juga mengalami halusinasi. Intinya Eighar itu butuh perawatan intensif dan gak sembarangan."

"Dokter meresepkan obat khusus untuk dia konsumsi secara berkala, tapi dibutuhkan juga psikolog khusus. Dan untuk mengatasi orang NPD, di butuhkan juga faktor lingkungan atau orang yang memahami kondisi mereka. Kamu bisa ngasih tau temen kamu yang namanya Leon untuk tetap berada di dekat Eighar, berikan masukan yang baik untuk dia, support dia, tapi perlahan arahkan dia ke jalan yang baik. Kadang mereka itu hanya butuh pengakuan dan di akui."

"Kalau kalian mau lebih dekat lagi dengan dia, dan memaklumi Eighar, orang tuanya bisa memberikan hadiah sesuai dengan apa yang kalian inginkan. Nanti dokter akan sampaikan." terang dokter Melissa panjang lebar.

"Tapi, saya gak mau." sahut Elle, dan itu membuat dokter Melissa terkejut. "Saya gak peduli sama penyakitnya, mau dia NPD atau sakit jiwa sekalipun. Kayaknya itu bukan urusan saya deh." balas Elle. Dokter Melissa hanya terdiam dengan mata sendu. "Kalau gak ada yang mau di bicarain lagi, saya keluar dulu." ucap Elle seraya beranjak dan berlalu.

Elle keluar dari ruang dokter Melissa, dan melihat Leon telah menunggunya di luar. "Le, lu kemana sih? Tadi gue liat lu masuk ke ruangan dokter, ngapain lu?"

Elle menggelengkan kepalanya. "Salah masuk aja." singkatnya.

"Eh, lu mau tau gak?"

"Gak!" balas Elle.

"Ternyata, warna smart watches Eighar itu hitam." Leon tetap meneruskan meski Elle tidak perduli. "Hitam pekat." Elle langsung terperangah dan menoleh lekat ke arah Leon. "Jadi kemungkinannya, Eighar masuk ke sini karena udah.." Leon menoleh ke kiri dan kanan lalu mendekatkan wajahnya ke Elle. "Bunuh seseorang." bisiknya, dan Elle langsung menelan ludah. "Kayaknya kita harus ngejauh dari Eighar deh, dia bahkan lebih berbahaya daripada Brian. Dari tingkahnya tadi juga gue udah curiga, kayaknya si Eighar punya penyakit jiwa deh. Daripada entar kita yang di bunuh." lanjut Leon hingga membuat Elle bungkam dan melirik ke ruang dokter Melissa.

"Hoi, lagi ngomongin apa?" tanya Eighar yang tiba-tiba berdiri di dekat mereka.

Elle dan Leon berteriak kencang saking terkejutnya, seolah baru saja melihat hantu di depan mata mereka. Eighar hanya tertawa, membuat teriakan mereka terhenti.

"Apaan sih? Liat hantu?" tanya Eighar hingga membuat mereka berdua terdiam. "Makan udah, jenguk Brian udah. Sekarang enaknya ngapain ya? Bosen banget hari minggu tapi gak bisa keluar dari sini. Iya kan?" sambung Eighar lagi.

Leon terlihat panik dan menatap Elle di sampingnya. "G.. gue kayaknya mau ke kamar aja deh." sahut Elle.

"Gue juga." sambung Leon.

Mereka berdua tiba-tiba saja melipir dan membuat Eighar kebingungan. Eighar tersenyum sambil melihat ke Japi. "Mereka kenapa?"

"..... Terjadi peningkatan detak jantung, kedua telapak tangan dan telapak kaki mendingin tanda adanya kepanikan. Mereka merasa takut akan sesuatu."

"Takut akan apa?" tanya Eighar lagi.

"...Takut pada orang yang menjadi lawan bicara mereka."

"Karena?" tanya Eighar dengan tatapan kosong.

".... Menurut informasi yang masuk, Riantama Denindra meminta seseorang untuk menyampaikan pada teman terdekat Eighar, agar mereka menjagamu dengan baik, karena gangguan kepribadian yang Eighar alami."

Eighar mengepalkan kedua tangannya dengan erat. "Gue kan gak gila, kenapa Papa harus bohong dan nakutin temen baru gue? Kenapa dia selalu bikin orang-orang yang berada di deket gue jadi gak nyaman?" gumam Eighar dengan tatapan yang masih kosong. "Siapa orang suruhan papa itu?" tanya Eighar lagi.

"Pertanyaan di tolak, sistem tak memberikan jawaban yang anda inginkan." jawab Japi.

"Udah gue duga." batin Eighar.

.......

.......

.......

Keesokan harinya, Eighar mengenakan seragam putih abu-abu lengkap dengan dasinya yang terpasang rapi. Berulang kali ia memeriksa pakaiannya, rambutnya, lalu meminum obat usai sarapan pagi.

Ia bercermin lumayan lama, menatap dirinya sendiri yang terasa menyedihkan. Ia selalu bekerja keras untuk menjadi apa yang kedua orang tuanya inginkan, tapi tetap saja mereka selalu meracau, membuat Eighar di musuhi oleh teman dekatnya sendiri. Eighar pun menyimpang dan mencari teman jalur lain. Menjadi yang terkuat dan liar, ketua genk anak-anak nakal di sekolah hingga memiliki banyak pengikut.

Eighar keluar dari kamarnya, dan tiba-tiba saja ia terkejut saat melihat Elle dan Leon sudah berdiri di depan kamarnya. Leon terkejut ketika Eighar keluar, karena ia baru saja hendak mengetuk pintunya.

"Kalian?" tanya Eighar heran, pasalnya ia tak menyangka, kalau dua orang ini masih mau bertemu dan berteman dengannya, selepas kejadian kemarin dan meski mereka sudah mendengar apa yang papanya katakan.

"Mau ke kelas bareng, gak? Lu ambil konsentrasi apa? Biar kami anter ke kelasnya." tawar Leon, dan Elle mengangguk menyetujui.

"Matematika." sahut Eighar.

"Eh? Emang bener-bener anak Granoeel School ya. Kesukaannya matematika. Kalau gue mah bukan matematika, tapi mati lah ah." ucap Leon, membuat Elle tersenyum.

Eighar menatap mereka dengan sendu. Apakah artinya, mereka berdua mau menerima dirinya?? Apa ada maksud lain di belakangnya??

Riiiing.. Riiing.. Riiing...

Mereka bertiga terkesiap serentak, merasa getaran kuat dari smart watches di tangan masing-masing. Mereka melihat smart watches bersamaan,

 "Atas nama Zeambi Heatyu telah terdaftar sebagai siswa baru di sekolah ini. Atas nama Chelsie Lovilia telah terdaftar sebagai siswi baru di sekolah ini. Siswa dan siswi berprestasi dari International Greenoel School telah di pindahkan ke tempat kami. Selanjutnya, apa yang ingin kamu ketahui?"

Elle mengangkat kepalanya pertama kali, "Murid baru?" gumamnya.

Kemudian Leon pun mengangkat kepalanya juga, "Dua orang sekaligus?" timpalnya.

Dan Eighar mengangkat kepalanya paling akhir. "International Greenoel School??" lanjutnya dengan alis yang berkerut.

Mereka bertiga saling berpandangan satu sama lain, lalu Elle dan Leon menatap ke arah Eighar. "Greenoel School?? Itu kan sekolah elu?? Apa lu kenal sama mereka berdua?" tanya Elle, namun Eighar terlihat kebingungan.

Selayaknya siswa A.K School pada umumnya, Eighar langsung memeriksa smart watches warna apa yang mereka miliki, begitu juga dengan Elle dan Leon.

"Chelsie punya smart watches warna merah, terus..." Elle mengganti pencarian dan mengubah nama Chelsie menjadi Zeambi. "Zeambi..."

"...Punya smart watches berwarna putih??" sambungnya.

"Putih?" Eighar dan Leon terperangah, pasalnya belum pernah ada warna putih sebelumnya.

"Sejak kapan, smart watches punya warna selain merah dan hitam?" gumam Eighar.

Bersambung...