Alan ... menikahlah dengan Delila, ku mohon! Aku sangat mencintai anakku Delila, aku paling tidak bisa terima bila dia di permalukan. Nelson Jocelyn
Saya tidak mau karena saya tidak mencintainya. Alan Hendra Winata
Maaf, maafkan aku telah menyeretmu ke dalam masalah besar ini. Delila Jocelyn
Pernikahan yang tak di inginkan itu apakah tumbuh benih-benih cinta atau hanya akan ada rasa sakit yang menjalar di antara keduanya?
Yang penasaran dengan ceritanya langsung saja kepoin ceritanya disini yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bilqies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saling Mengenal Satu Sama Lain
"Kamu suka rasa coklat atau rasa buah?" tanya Alan.
"Coklat," jawab Delila cepat.
"Kopi atau teh?" tanya Alan lagi.
Delila menolehkan wajahnya sembari tertawa.
"Teh." Jawabnya.
"Panas atau dingin?"
"Dingin," jawab Delila.
"Coklat atau keju?"
"Mmm ... aku tak bisa memilihnya." Delila berpikir untuk sesaat.
"Permen buah atau mint?" tanya Alan lagi sembari menyodorkan 2 jenis permen yang kebetulan ada di hadapan mereka saat ini.
"Mint," jawab Delila seraya mengambil permen mint yang Alan sodorkan.
Alan pun tertawa melihat yang Delila lakukan. Mereka terus berjalan mengelilingi minimarket.
"Coklat atau matcha?" tanya Alan sembari kembali menyodorkan 2 jenis minuman.
"Keduanya," jawab Delila sembari mengambil keduanya dari tangan Alan.
"Soda atau kopi?" Kini Delila gantian bertanya pada Alan.
"Kopi," jawab Alan.
"Kopi atau teh?" tanya Delila lagi.
"Kopi lagi."
"Panas atau dingin?"
"Tergantung suasana," jawab Alan.
"Rasa buah atau coklat?"
"Buah," jawab Alan lagi.
"Nasi atau roti?"
"Keduanya," jawab Alan dan itu berhasil membuat Delila tertawa.
"Bakso atau mie ayam?" tanya keduanya berbarengan.
Delila menolehkan wajahnya sembari tertawa bersamaan. Mereka tak menyangka jika menanyakan hal yang sama.
"Ayo jawab bersamaan dalam hitungan ketiga," ucap Alan.
"Ayo! Siapa takut," tantang Delila.
"1 ... 2 ... 3 ...."
"Bakso," jawab keduanya bersamaan dan kembali tertawa.
Terlihat jelas binar di wajah cantik Delila. Dia senang dengan apa yang Alan lakukan, berusaha saling mengenal satu sama lain dengan cara yang menyenangkan.
Setelah selesai berkeliling dan memilih, mereka berjalan ke arah kasir untuk membayar belanjaan. Alan mengeluarkan kartu kreditnya untuk membayar semua yang telah di beli. Meskipun Delila telah menawarkan diri untuk membayar namun Alan menolak dan Delila menghormati itu. Dia mengerti bahwa Alan tak ingin harga dirinya sebagai laki-laki terluka.
"Ini ...." Alan menyerahkan satu kantong penuh berisi makanan dan kantong lain dia pegang sendiri.
Delila meraihnya dari tangan Alan.
"Coba lihat," seru Alan.
"Apa semuanya sesuai dengan apa yang kamu suka?" Lanjutnya lagi.
Di bukanya kantong belanjaan itu, kedua netra Delila terkejut ketika mendapati beberapa barang yang tak dia pilih namun memiliki rasa yang Delila suka. Terdapat berbagai macam jenis coklat, minuman teh, makanan ringan dengan rasa keju, dan beberapa permen rasa mint.
"Terimakasih," ucap Delila dengan mata berbinar. Dia tertawa senang mendapatkan semua itu.
Alan yang melihat Delila tertawa, kemudian lelaki itu mengeluarkan benda pipih dari saku celananya dan dia pun mengambil gambar istrinya yang sedang tertawa itu dengan ponselnya.
"Tapi ingat jangan terlalu banyak makan yang begitu ya, harus banyak makan buah dan sayur," ucap Alan mengingatkan.
"Siap Pak manager," jawab Delila sembari mengangkat tangannya membuat gerakan menghormat pada suaminya.
"Kalau nggak nurut, aku hukum nanti," ucap Alan.
"Hukuman apa Pak manager?" tanya Delila penasaran.
"Cukup ciuman di pipi ajalah," jawab Alan dan spontan membuat wajah Delila memerah.
"Aku bercanda Delila, tak mungkin aku melakukan itu," ucap Alan yang kini merasa malu.
"Ayo kita pulang," ajak Alan.
Delila menganggukkan kepalanya dan mengikuti Alan yang berjalan terlebih dulu. Hatinya kembali berdebar lebih kencang dari sebelumnya.
Sepanjang perjalanan pulang, keduanya kembali melakukan tanya jawab seperti ketika berada di mini market.
Kini sedikit banyak keduanya saling mengetahui apa saja yang mereka suka atau tidak.
🌷🌷🌷
Mobil Alan telah sampai di halaman rumah, keduanya turun dan berjalan memasuki kamar mereka masing-masing. Keduanya membersihkan diri dan berganti pakaian tidur.
Alan duduk di sofa besar yang menghadap ke televisi dan Delila datang dengan makanan yang mereka beli tadi di mini market.
"Ah kalau begini gagal diet deh," keluh Delila sembari mendudukkan tubuhnya di sebelah Alan namun terpaut cukup jauh.
Alan tertawa mendengar itu.
"Jangan lupa olahraga yang giat Delila," ucap Alan mengingatkan.
"Baik Pak manager," jawab Delila.
"By the way kita mau nonton apa?" Lanjutnya yang merasa bingung dengan film apa yang akan mereka tonton.
"Mmm ... apa aja yang penting nggak bikin ngantuk," jawab Alan.
"Horor atau thriller?" tanya Delila kembali.
"Kamu lebih suka yang mana?" Bukannya menjawab justru Alan balik bertanya pada Delila.
"Horor deh," jawab Delila cepat sembari mulai memilih.
Film pun telah berjalan selama 1 jam. Sesuai dengan tebakan Alan sebelumnya Delila pasti merasa ketakutan dan itulah yang terjadi saat ini. Tampak Delila yang sedang bersembunyi di balik selimut dengan kepala menyender pada bahu Alan.
Yang awalnya duduk berjauhan kini tak ada lagi jarak di antara keduanya. Bahkan beberapa kali Delila memeluk Alan tanpa sadar ketika dia merasa takut. Wangi bunga musk menguar dari rambut panjang Delila memanjakan indra penciuman Alan. Dan anehnya Alan sangat senang dengan hal itu.
'Tentu saja senang karena Delila kan menjadi teman dalam rasa sedihmu ini.'
Beberapa puluh menit kemudian film pun telah selesai di putar, tak terasa jarum jam telah menunjukkan pukul 1 malam. Delila berkali-kali menguap karena rasa kantuknya mulai datang.
"Alan, mmm ...." Delila mulai membuka obrolan namun dia ragu untuk mengatakannya.
"Kenapa?" tanya Alan tapi Delila tak jua menjawab.
"Kamu takut? Kalau takut nanti tidur di kamar aku aja. Pintunya tak pernah aku kunci." Lanjutnya membuat Delila merasa lega karena Alan mengerti dengan perasaannya saat ini.
"Terimakasih," jawab Delila.
"Aku tidur dulu ya, selamat malam," ujar Delila sebelum beranjak kemudian dia berjalan memasuki kamarnya. Sementara Alan masih duduk di sofa menunggu sesaat sebelum memasuki kamarnya. Dia menunggu sebentar, Alan khawatir Delila masih merasa takut.
Setelah menunggu beberapa saat namun Delila tak kunjung keluar. Sebelum akhirnya Alan memutuskan untuk tidur.
Alan yang hendak membaringkan tubuhnya seketika teringat akan foto Delila yang tadi dia ambil melalui ponselnya. Alan pun beranjak mengambil ponselnya yang dia simpan di dalam nakas. Kemudian di bukanya galeri yang ada di ponselnya dan memandang foto Delila yang sedang tersenyum.
"Cantik," gumam Alan dengan sudut bibir yang terangkat ke atas.
Alan membuka laman Instagramnya dan memposting foto istrinya itu. Kedua netranya memandangnya sebentar sebelum dia meletakkan ponselnya dan berusaha untuk tidur.
🌷🌷🌷
Di tempat lain tampak Luna yang tengah berbaring di atas ranjang. Dia membuka ponselnya ketika mendengar bunyi notif. Luna mengusap layar dan tertera nama Alan membuat postingan baru di laman Instagramnya.
Mata Luna membulat sempurna ketika melihat layar ponselnya. Dia begitu geram luar biasa dengan apa yang dia lihat sekarang.
"F*ck, f*ck, f*ck!" maki Luna sembari menghentakkan kakinya membuat Lucas menggeliatkan badannya. Lelaki itu hampir terbangun karena apa yang Luna lakukan.
Luna yang takut kekasihnya itu terbangun, secepat kilat Luna mengenakkan badannya dan mengais kain-kain penutup tubuhnya yang berserakan di atas lantai. Dia bergegas melesat ke dalam kamar mandi dengan emosi yang meledak-ledak di dalam dadanya.
.
.
.
🌷Bersambung🌷
yah dah di pastikan ini mah novel sering tahan nafas 😁😁😁😁
pantes kalau Lucas sma Luna