Terkadang kenyataan tidak sejalan dengan keinginan, Letnan Dallas menginginkan kekasih yang usianya tidak jauh berbeda dengannya tapi harus bertemu dengan perempuan yang usianya terpaut jauh di bawahnya. Semua terjadi karena dirinya trauma memiliki kekasih yang kekanakan di masa lalu.
Tak jauh berbeda dengan Letnan Dallas, Letnan Herca pun akhirnya terpaksa berkenalan dengan seorang wanita pilihan orang tuanya terutama Opa sebab cemas jika Letnan Herca akan salah arah. Penyebabnya tak jauh karena beliau tidak pernah melihat Letnan Herca bersama seorang gadis.
Lantas jika jodoh di tangan Opa, lantas siapa berjodoh dengan siapa dan prahara apa yang akan terjadi terkait masa lalu Bang Herca dengan seorang gadis berinisial Y.
Harap skip jika tidak sanggup dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Pahit di masa lalu.
"Ayo..!!!"
"Kemana? Saya nggak bisa pergi ke sembarang tempat apalagi ke tempat aneh-aneh. Saat ini saya masih ada waktu keluar sebelum orientasi di kesatuan baru." Aku bukannya takut ketahuan, aku hanya berfikir bahwa perjuanganku untuk mendapatkan seragam dinas ini tidaklah mudah.
Empat tahun kujalani pendidikan untuk menyandang pangkat Letnan dua, tidaklah seindah yang di bayangkan orang. Memang pendidikanku tertuju salah satunya untuk menjadi 'pimpinan' namun pada kenyataannya jika aku tidak menggunakan pikiran dan hatiku, maka mulai dari diriku hingga seluruh anggotaku akan hancur.
"Apa tidak ada tempat lain yang ingin kamu tuju? Gunung, pantai, atau mall?? Kamu mau skincare atau tas baru??" Tanyaku memberi pilihan lain karena Intan ingin pergi ke tempat yang tidak semestinya.
"Aku hanya mau kesana." Jawab Intan yang usianya terpaut lima tahun di bawahku.
Bukan seleraku karena aku ingin gadis yang seusia denganku, yang bisa memikirkan dampak baik dan buruknya sebuah keputusan. Aku bukannya tidak sanggup 'melakukannya', perasaan pria mana yang sanggup menolak sebuah 'kenikmatan' dunia. Namun tetap saja semua berdasarkan kesadaran diri. Masuk ke dalam jurang yang dalam atau berbalik arah adalah sebuah pilihan.
"Sekali saja, yaaa..!!!!!!" Rengek Intan yang mungkin sedang ingin tau kejamnya dunia luar.
"Baiklah, tapi tetap hanya boleh dalam pengawasan saya."
...
Aku sudah berusaha meminimkan segala apapun yang di konsumsi Intan tapi aku heran kenapa Intan bisa hilang kendali dan semabuk ini.
Intan semakin tidak terkendali. Aku juga semakin bingung karena baru kali ini tidak berhasil menetralkan efek m*ras.
Ku perhatikan gelas milik Intan, wajar saja. Ku hirup aroma botol minuman yang membuatku bertanya-tanya. Kemudian ekor mataku melihat sebuah bungkusan di lantai yang hendak ku pungut tapi Intan langsung mengambil posisi duduk di antara kedua pahaku.
"Intan, jangan begini. Kamu sedang mabuk." Tegurku.
Intan seperti tidak menggubris ucapanku. Dia menyodorkan botol minuman tersebut hingga aku meneguknya. Di saat itu aku seperti melayang, sungguh tubuh indah Intan membuatku tergoda hingga akhirnya aku tidak bisa mengingat apapun lagi.
...
Samar kudengar suara sesenggukan. Aku melihat Intan duduk menutup tubuhnya dengan selimut dan aku melihat diriku juga tanpa sehelai benangpun di bawah selimut.
"Astagaaa.." aku kaget melihat diriku. Malu.. jelas aku sangat malu karena aku masih memiliki harga diri. "Kenapa kamu tidak cegah saya??????"
"Mau cegah bagaimana?? Kamu menyeretku sampai kamar ini." Jawab Intan yang jelas tidak berlogika bagiku.
"Aku harus bagaimana menjelaskan pada orang tuaku????" Kata Intan membuatku gelagapan.
Pikiranku berantakan pasalnya saat ini aku baru mendapatkan kesatuan penempatan dinas pertamaku dan aku masih dalam aturan ikatan dinas dan belum di perkenankan menikah tapi bagaimana kalau Intan hamil??
"Saya tidak akan lari." Jawabku, jelas aku wajib mempertanggung jawabkan perbuatan buruk ku.
\=\=\=
Hal yang aku cemaskan terjadi. Saat yang lalu aku berusaha mendekat pada orang tua Intan untuk memohon ijin agar bisa melamar putrinya tapi mereka selalu menolak dan kini mereka datang ke kantorku. Langsung menemui wakil panglima pusat yang notabene adalah Papaku sendiri.
Dengan menangis tersedu ibu dari Intan menuntut biaya ganti rugi sejumlah tiga puluh juta rupiah karena intan sedang hamil. Papa Danar sudah sangat pusing, beliau menawarkan pernikahan namun pihak keluarga Intan menolak dan hanya menginginkan uang ganti rugi.
Aku mulai berpikir keras, hatiku kritis dan curiga. "Apa buktinya kalau kamu hamil hasil dari perko**an??" Tantangku sambil menunggu bukti yang menguatkan kecurigaanku.
Intan mengeluarkan ponsel dan menunjukan foto dirinya dan Intan.
Aku tersenyum, jelas aku di jebak. Dalam foto tersebut tidak terlihat intan sedang di bawah tekanan. Aku pun sedang dalam posisi tidur.
"Ini saja tidak cukup di jadikan bukti. Letnan Herca tidur pulas. Intan melihat kamera. Lalu siapa yang mengambil foto ini???" Tanya Papa Danar.
"Apa ini tandanya Bapak melindungi anggota bapak ini??? Disini sudah ada bukti bahwa Intan sedang hamil." Ibu menunjuk foto USG milik Intan.
Aku menghela nafas, mana mungkin bayi dua bulan dalam kandungan sudah terlihat besar dalam kandungan.
"Kalau ada uang tiga puluh juta, semua beres??" Tanya Papa Danar.
"Beres, kami hanya ingin pengakuan bahwa anak ini adalah anak Letnan Herca juga uang ganti rugi tiga puluh juta." Jawab Ibu Intan.
"Uang bisa saya penuhi, tapi tidak dengan nama anak." Tolak ku saat itu.
"Kamu jangan gegabah, Herca. Bagaimana kalau anak itu memang anakmu." Papa Danar begitu keras menegurku.
"Saya tidak sebejat itu, Komandan. Beri saya waktu untuk membuktikan..!!" Kataku tidak bisa menerima begitu saja permasalahan 'ghaib' ini.
"Sampai kapan??? Sampai anak ini lahir ke dunia??"
Aku terdiam, otak ku terasa mati mendapatkan tekanan dari sana sini.
"Yang bejat adalah kelakuan orang tuanya bukan bayi kecil yang tidak bersalah ini. Kalau dia bisa memilih, dia juga tidak ingin hidup dari orang tua yang tidak mengakuinya, orang tua busuk yang mencampakkannya." Ujar geram Papa sampai menatapku dengan pandangan membunuh.
Kini hatiku tertutup, benci dengan makhluk berjenis wanita. Jika selama ini pria selalu di anggap salah dan tidak setia namun hatiku saat ini begitu terluka dengan cinta dan pengkhianatan Intan. Tiga tahun bersama dan kini dia sedang mengandung, hati kecilku merasa 'dia' bukan milikku, bukan juga darahku. Tapi batinku tidak sampai hati membayangkan anak ini tidak terselamatkan dalam keluarga penuh kelicikan. Sakit ku akui begitu sakit, aku harus mengambil keputusan di antara yang paling berat.
"Saya, Letnan Herca akan membiayai bayi yang ada di dalam kandunganmu. Jangan sakiti dia, atau kamu akan berurusan dengan saya..!!"
"Apa ini tandanya Letnan Herca mengakui bayi ini?" Tanya Intan terbata.
"Jika setelah anak ini lahir dan terbukti dia adalah darah daging saya.. saya akan mengambilnya dan merawatnya. Kamu silakan mencari bahagiamu sendiri, dengan pria yang bisa membuat mu puas dengan segala keinginanmu." Jawabku tegas. "Berikan nomer rekeningmu..!!"
Flashback POV Bang Herca off..
Bang Herca meraba dadanya, setiap mengingat intan dadanya terasa nyeri menekan ulu hati.
"Tidak semua gadis yang masih muda itu buruk. Bukalah hatimu, Dindra bukan musuhmu. Masa gadis semanis itu kau musuhi." Bujuk Bang Dallas melunakan hati adiknya.
"Manis darimananya?? Anak kecil tetaplah anak kecil, tidak akan pernah bisa dewasa." Jawab Bang Herca malas. Ia masih memercing mengusap dadanya.
"Dia bukan tidak dewasa. Cobalah kau dekati dengan sungguh-sungguh, jangan hanya besar rasa penasaranmu saja. Kau pasti paham jawabannya." Saran Bang Dallas sebagai Abang tertua.
'Aku tau, Dindra hanya merajuk manja. Tadi saat dia tidur, aku memeriksa isi tasnya. Hanya saja aku takut. Takut di khianati untuk kesekian kalinya dan itu.. sakit sekali.'
.
.
.
.