"Berawal dari DM Instagram, lalu berujung sakit hati."
Khansa Aria Medina tidak pernah menyangka DM yang ia kirimkan untuk Alister Edward Ardonio berujung pada permasalahan yang rumit. Dengan munculnya pihak ketiga, Acha-panggilan Khansa-menyadari kenyataan bahwa ia bukanlah siapa-siapa bagi Al.
Acha hanyalah orang asing yang kebetulan berkenalan secara virtual.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon Menantu yang Baik
Semenjak memasuki rumah Al, Acha tidak tahan untuk berteriak. Kalau ditanya apa yang membuatnya ingin berteriak, tentu saja karena ia tidak menyangka akan mengalami kebahagiaan ini. Bersama gebetan dan ibunya dengan acara membuat kue bersama, siapa yang tidak bahagia? Jelas semua orang akan bahagia, termasuk Acha.
Acha sebisa mungkin membangun image sebaik mungkin. Meski agak lelah karena tidak bisa mengobrol sebanyak biasanya, tetap tidak melunturkan senyumannya di bibirnya. Entah perasaannya saja atau bagaimana, Acha bisa melihat wajah Marlina yang seolah terkesan. Wanita itu beberapa kali mengajak Acha mengobrol, tentu saja Acha langsung menyambutnya ramah. Dengan obrolan mereka, Acha semakin mengenal tentang Al dan keluarganya. Seperti Al yang tidak menyukai makanan pedas hingga Ayah Al yang bekerja sebagai kapten kapal. Pantas saja Acha belum pernah melihat wajahnya.
"Wih, cepet juga udah di bagian cetak," celetuk Marlina mengangkat wadah besar berisi adonan yang siap dicetak.
Hari ini, mereka membuat kue kering rasa cokelat. Sudah lebih dari tiga puluh menit mereka di dapur, sehingga saatnya mereka mengerjakan dua tahap terakhir, yaitu mencetak lalu memanggangnya di oven. Ngomong-ngomong soal oven, Marlina mempunyai dua oven besar di dapur. Melihat itu membuat Acha terpikir untuk memasang satu di rumah. Pasalnya, oven Acha tidak sebesar itu sehingga ketika membuat kue, ia harus menggunakan oven beberapa kali.
Acha menyengir. "Kan dibantu sama Acha, Tante." Lalu, ia menunjuk wadah lainnya yang berisi adonan yang belum diratakan. "Yang itu biar Acha mixer aja, Tan?"
"Oh, nggak usah, biar Tante aja. Kamu bagian cetak kuenya," jawab Marlina sambil menyengir. Ia memberikan beberapa cetakan dengan bentuk yang bermacam-macam pada Acha.
"Adonannya harum banget, Tan!" seru Acha.
Marlina terkekeh geli sembari menuntun Acha dalam mencetak kue. "Iya dong, kita yang bikin gitu loh!"
"Bunda," panggil Al yang tiba-tiba berada di dapur. "Ada telepon dari Tante Saras!"
"Oh? Iya, sebentar," jawabnya. Lalu, ia menoleh pada Acha yang masih fokus melakukan pekerjaannya. "Acha, Tante jawab telepon dulu ya. Biar kamu dibantu Al. Suruh dia mixer adonan aja."
Acha langsung mengangguk senang. Ia menatap belakangnya. Ada Al yang sedang memegang ponsel Marlina dan menunggu ibunya selesai mencuci tangan. Setelah Marlina membisikkan sesuatu pada Al, raut wajah Al langsung berubah. Laki-laki itu menatap Acha dengan kesal. Yang ditatap langsung membalikkan badan.
'Hih, Al kok jadi serem?' batin Acha.
"Apa yang harus gue kerjain?" tanya Al menghampiri Acha yang sibuk mencetak adonan. Kini, di dapur hanya ada mereka berdua.
Acha menunjuk adonan yang belum tercampur rata dengan dagunya. "Lo aduk adonannya ya, pakai alat yang di sebelah sana."
"Gue nggak tahu caranya," papar Al dengan santai.
Acha berusaha tersenyum sabar. Ia berusaha memaklumi Al yang sepertinya tidak pernah membantu Marlina membuat kue. Acha pun segera cuci tangan setelah memegang adonan. Ia mengambil mixer kemudian mengarahkannya agar Al bisa melakukannya sendiri.
"Ahk!" pekik Acha terkejut. Karena tidak berhati-hati, mixer itu berputar kencang hingga beberapa adonan terlempar ke wajah Acha. "Duh, gue butuh tisu!" Acha menutup matanya karena ada sedikit adonan berada di kelopak mata.
Tiba-tiba, semburan tawa keras dari Al terdengar. Laki-laki itu mentertawakan wajah Acha yang penuh dengan warna cokelat. Apalagi mimik wajah Acha yang panik terkesan sangat lucu bagi Al.
"AL, TOLONGIN AKU!" teriak Acha sembari mengelap matanya menggunakan punggung tangan. Tetapi bukannya bersih, adonan itu semakin melebar ke permukaan kulit Acha yang lain. "AL, JANGAN DIEM AJA!"
Al semakin tertawa. Puas rasanya membiarkan Acha panik karena tidak bisa membuka kedua matanya. "Mampus, makanya jangan sok-sokan!"
Sepertinya suara teriakan Acha yang menggelegar mengundang perhatian Marlina. Wanita itu tergopoh-gopoh menghampiri Acha yang masih meminta pertolongan Al. Al malah justru tidak berkutik dan masih mengeraskan tawanya.
***
Sejak tadi, Acha sama sekali tidak berniat mengobrol dengan Al—meski mereka satu meja. Jangankan mengobrol, melihat wajahnya saja membuat Acha sangat kesal. Padahal Acha sudah berusaha menjaga image-nya di depan Marlina. Ia sudah melakukan hal-hal yang sangat sopan dan terpuji hingga beberapa kali Marlina memuji penampilan dan proses Acha membuat kue. Tetapi Al merusak semuanya.
Betapa malunya Acha melihat Marlina yang terkejut dengan wajah Acha yang penuh cokelat. Seandainya Al lebih cepat membantunya membersihkan wajah, mungkin Marlina tidak perlu melihat aksi konyol Acha itu.
Marlina melihat Acha dan Al yang duduk bersebelahan dengan gemas. Kalau melihat mereka, Marlina jadi teringat masa pacarannya dengan sang suami ketika bertengkar. "Kalian nggak mau baikan?"
Acha menggeleng lesu. Ia lebih memilih menikmati sup sosis buatan Marlina ketimbang mengobrol bersama Al jika laki-laki itu belum minta maaf. Sementara Al masih berusaha menahan tawa agar amukan Acha tidak semakin meledak. Tadi, Acha sampai memberikan percikan air pada wajah dan bajunya.
Karena situasi sedikit canggung, Marlina mencoba mencari topik obrolan di makan siang mereka. "Acha kalau di sekolah, ikut kegiatan kayak OSIS gitu nggak? Atau organisasi lain?"
Mata Acha sedikit melebar. "Acha ikut ekstrakurikuler Cheerleader, Tante! Yang lompat-lompat itu loh!"
Marlina menatap Acha dengan terkejut. Tidak disangka ada persamaan baru dirinya dengan gadis itu. "Waktu SMA, Tante juga pernah ikut Cheerleader selama setahun."
"Serius, Tante?" tanya Acha yang langsung diangguki Marlina. "Rabu depan, Acha perform Cheerleader. Ada banyak tim Cheers se-kota Jakarta. Kalau Tante lagi luang, Tante bisa nonton kok. Nanti Acha kasih undangannya." Acha menatap Marlina dengan antusias.
"Rabu ya ...? Yah, maaf banget, Tante ada urusan hari itu," kata Marlina dengan lesu. Kemudian ia melirik Al yang sibuk menghabiskan makan siangnya. "Gimana kalau Al aja yang dateng ke perform kamu? Nggak keberatan, kan?"
"Uhuk, uhuk!" Al langsung tersedak mendengarnya.
"Kalau Al-nya nggak mau, nggak usah dipaksa, Tante," tutur Acha sembari melirik Al dengan sinis.
Al berdeham pelan setelah disindir Acha. Awalnya ia tidak berencana datang, tetapi sepertinya ia mengubah pikirannya setelah mendapat pelototan dari Marlina. "Oke, nanti gue dateng."
Marlina tersenyum senang. "Nah, Al dateng gantiin Tante. Nggak apa-apa, ya?"
Meski Acha masih kesal terhadap Al, dalam hatinya, ia menjerit senang dengan keputusan Marlina. Ada bagusnya Marlina memiliki sifat yang peka. "Iya, Tante, nggak apa-apa," jawab Acha sambil mengulum senyum.
Setelahnya makan siang bertepatan dengan kue kering yang sudah dipanggang di oven. Kini, Acha dibantu Al mulai menyusun kue-kue kering itu ke dalam stoples plastik. Sebenarnya Acha masih kesal, tetapi jarang-jarang ia bisa berduaan dengan Al. Tentu saja ia akan memanfaatkan kesempatan ini.
"Udah ngambeknya?" tanya Al yang melihat Acha sedang tersenyum sendiri.
Acha langsung mengubah ekspresinya menjadi cemberut. "Pikir aja sendiri!"
Tiba-tiba, Al melepas sarung tangan plastiknya lalu menghampiri gadis yang berdiri di depannya. Posisi mereka tadi dihalangi meja makan yang panjang.
"Eh, ngapain lo?!" tanya Acha panik. Al tiba-tiba menghampirinya membuat jantungnya berdetak kencang.
"Diem."
Satu kata yang berhasil membuat Acha membungkam mulutnya. Ia tersentak ketika Al meraih rambut kemudian mengikatnya dengan gelang hitam milik Al.
"Diikat rambutnya. Entar rambut lo masuk di kue, kan najis."
Bukannya tersinggung atau marah, Acha justru melebarkan senyumnya. Selain kuciran yang berantakan itu, hati Acha juga ikut berantakan. Rasanya ia ingin memeluk Al detik itu juga karena berhasil membuatnya meleleh dengan perhatian kecilnya.