Karena latar belakang Shazia, hubungan nya bersama Emran tak direstui oleh orang tua Emran. Tapi adiknya Emran, Shaka, diam-diam jatuh hati pada Shazia.
Suatu hari sebuah fakta terungkap siapa sebenarnya Shazia.
Dengan penyesalan yang amat sangat, orang tua Emran berusaha keras mendekatkan Emran dan Shazia kembali tapi dalam kondisi yang sudah berbeda. Emran sudah menikah dengan wanita pilihan orang tuanya sekaligus teman kerja Shazia. Dan Shaka yang tak pernah pantang menyerah terus berusaha mengambil hati Shazia.
Apakah Shazia akan kembali pada pria yang dicintainya, Emran atau memilih menerima Shaka meski tak cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annami Shavian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akal bulus Shaka
Tubuh Shazia bergidik. Bayang-bayang pemerkosaan yang tengah marak di sosial media pun kian menakuti perasaan nya. Apa iya pak Dirga hendak memperkosa nya? Tidak, tidak. Itu tak boleh terjadi. Ia harus bisa melawan pria yang hendak berbuat jahat padanya ini.
"Jangan coba-coba berani menye_"
Puk
Ucapan Shazia seketika terputus. Tiba-tiba saja, Dirga melemparkan jas berikut kemeja yang telah dilepas dari badannya ke wajah Shazia, membuat gadis itu reflek memejamkan mata.
Dengan perasaan kesal, Shazia lantas menyingkirkan benda-benda yang menutupi wajahnya tersebut.
"Bapak enggak sopan ya. Udah buka baju di depan saya. Terus sekarang bapak malah melemparnya ke muka saya. Apa karena mentang-mentang bapak penguasa jadi bapak bisa berbuat semena-mena sama orang kecil seperti saya !!"
Shazia yang tak terima pun mengomeli Dirga dengan menggebu-gebu. Ia merasa ini seperti penghinaan padanya.
Dirga berkacak pinggang dan menatap Shazia dengan tatapan tajam.
"Kamu ngomong apa barusan?"
Melihat ekspresi Dirga, Shazia seketika menciut. Gadis itu menunduk dan geleng-geleng.
Dirga menahan senyum gemasnya. Gadis kecil ini sama persis seperti......ah, ia mengusap wajahnya kasar. Lagi-lagi bayangan wanita itu melintas di otaknya gara-gara tingkah gadis ini. Ehem. Dirga kembali ke ekspresi awal.
"Saya mau kamu cuci jas dan kemeja saya. Dan besok pagi kamu harus kembalikan lagi pada saya dalam keadaan sudah bersih, wangi, kering dan rapih," tutur Dirga.
Mendengar perintah big bos tersebut, Shazia langsung mengangkat wajahnya dan membalas tatapan Dirga.
"Jadi hukumannya hanya nyuciin baju bapak?" Tanya Shazia dengan nada remeh.
Shazia pikir si big bos akan memberikan hukuman yang sangat berat seperti di skors atau apalah. Ya kalau sekedar untuk nyuci baju mah bukan hukuman namanya karena mencuci sudah menjadi bagian dari rutinitas sehari-harinya.
"Iya. Kenapa? Apa kamu mau hukuman yang lebih berat ?"
Shazia segera menggeleng. Ya kali siapa yang mau dihukum berat. Shazia tersenyum dalam hati. Rupanya hukuman pak Dirga tak se-menakutkan yang dibayangkan.
"Enggak, pak. Ini juga sudah sangat berat." Shazia menyengir.
Tampak Dirga menghela nafas, kemudian pria itu pergi dengan penampilan hanya memakai celana.
Shazia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan setelah Dirga pergi. Mengingat tadi rasanya ia malu sendiri. Bisa-bisanya ia berpikir bos nya akan berbuat kurang ajar padanya. Tak tau nya hanya ingin memberikan pakaian nya untuk dicuci kan.
"Tapi kenapa jam segini pak Dirga masih ada di kantor ya?" Shazia membatin heran, tapi kemudian ia geleng-geleng tak mau mikiran. Terserah deh itu bukan urusannya.
"Alhamdulilah, akhirnya kelar juga."
Shazia meregangkan otot-otot yang terasa kaku setelah pekerjaan nya selesai tepat di jam sepuluh malam.
Setelah mengemasi barang-barangnya, Shazia segera meninggalkan ruang kerja seraya menenteng plastik berisi pakaian kotor Dirga.
Semakin larut semakin jarang ada angkutan umum yang melintasi jalanan dimana Shazia kini sedang menunggu angkutan umum. Mau pesan ojek online tapi ia tak membawa ponsel.
Shazia meniup udara yang semakin dingin ke atas. Gini malasnya jika ia tak membawa motor apa lagi jika lembur kerja. Ia harus menunggu angkutan umum terlalu lama.
Motor miliknya sedang masuk bengkel selama dua hari. Jadi ya terpaksa Shazia ke kantor menaiki kendaraan umum.
Tin
Shazia terperanjat kaget, tiba-tiba sebuah moge berhenti di depan nya. Kening Shazia mengernyit. Siapa gerangan?
Si pengendara moge tersebut kemudian membuka helm full face nya.
Tampak seorang pria remaja namun terlihat dewasa karena penampilannya yang urakan tersenyum lebar pada Shazia.
"I love you, mba !"
Shazia membuang nafas kasar dan mencebik. Ia pikir siapa, tak tau nya Shaka. Mana anak itu ngucapin kalimat itu mulu lagi kalau ketemu. Bukan nya ngucapin salam kek apa kek. Apa kalimat itu sudah menjadi ciri khas seorang Shaka jika ketemu sama cewek ya? dasar play boy cap kodok... Eh, kok aku bisa mikir gini sih !!
"Mba mau pulang?" Tanya Shaka.
"Kok kamu bisa ada disini, ka?" Shazia membalasnya dengan kalimat pertanyaan balik. Heran saja gitu. Kok bisa ada Shaka. Kebetulan atau.....
"Aku kebetulan lagi lewat aja, mba. Terus lihat mba jadi ya aku samperin," jawab Shaka dengan senyuman yang tak kunjung hilang.
Oh, kebetulan. Shazia manggut-manggut. Hampir saja ia ke Ge'er an.
"Mba habis kerja lembur ya, pulangnya sampe malam begini?" Tanya Shaka lagi.
Shazia mengangguk.
"Tapi kenapa lembur nya sampe terlalu malam begini, mba?"
Nah, anak ini mulai cerewet.
"Namanya juga kerja di perusahaan orang Jadi ya enggak bisa ngatur mau nya aku, Shaka. Kalau aku sih mau nya enggak ada lembur-lembur ya."
Shaka manggut-manggut seperti menyimak ucapan Shazia dengan serius.
"Kalau gitu mba kerja sama aku aja. Di jamin enggak ada lembur-lemburan," tutur Shaka sembari cengengesan.
Alis Shazia bertautan.
"Kamu kerja, ka? kerja apa?"
Lah, kok malah mba Shazia ngira aku yang kerja ya. Shaka garuk-garuk. Bingung ngejelasin nya.
"Enggak, mba. Aku cuma becanda doang kok."
Shazia mencebik." Kirain aku kamu beneran kerja, ka."
"Aku kan masih kuliah, mba. Susah ngatur waktu nya."
"Terus kamu sendiri kenapa keluyuran malam-malam? bukan nya belajar biar pintar terus jadi orang sukses. Kalau kamu sukses yang seneng kan Abi, umi dan mas Emran..........."
Shaka garuk-garuk kepala. Agak malas dengerin nasehat Shazia yang panjang kali lebar. Apalagi nyebut nama-nama yang selalu membuatnya kesel.
"Mba, udah larut malam. Tak antar pulang yok!" Shaka menyela di tengah Shazia menasehatinya.
Otomatis, Shazia mengerem mulutnya, lalu membuang nafas besar.
"Enggak usah. Aku lagi nungguin angkot," tolak Shazia.
"Mau sampai kapan nunggunya, mba. Apa mau sampai subuh berdiri disini terus?"
Shazia terdiam dengan perasaan yang bingung. Ia mengerti maksud Shaka. Seperti nya angkutan umum tidak akan ada lagi yang lewat. Shazia melirik pada moge Shaka. Andai motor Shaka motor biasa yang mudah ditumpangi, ia tak akan menolak. Tapi ini gimana caranya ia pegangan nanti.
"Mba tau enggak kalau di daerah ini banyak preman nya. Preman nya pada ganas. Mereka biasanya beroperasi malam-malam. Nyari mangsa cewek-cewek cantik kayak mba."
Mendengar kata-kata Shaka, bulu kuduk Shazia seketika merinding. Bayang-bayang digilir oleh para preman pun berkelut di fikiran Shazia. Shazia geleng-geleng ketakutan.
"Okey, okey. Aku ikut pulang sama kamu," putus Shazia.
Shaka tersenyum penuh kemenangan. Yes, akhirnya ia bisa memboncengi wanita yang diam-diam dicintainya sejak lama.