(INI KISAH ZAMAN DULU DIPADUKAN DENGAN ZAMAN SEKARANG YA)
"Emak sama Bapak sudah memutuskan jika kamu akan menikah satu bulan lagi dengan laki-laki pilihan Bapak kamu, Niah," Aku lantas kaget mendengar ucapan Emak yang tidak biasa ini.
"Menikah Mak?" Emak lantas menganggukkan kepalanya.
"Tapi umurku masih kecil Mak, mana mungkin aku menikah di umur segini. Dimana teman-temanku masih bermain dengan yang lainnya sedangkan aku harus menikah?" Ku tatap mata Emak dengan sendu. Jujur saja belum ada di dalam pikiranku untuk menikah apalagi d umur yang masih dikatakan baru remaja ini.
"Kamu itu sudah besar Niah, bahkan kamu saja sudah datang bulan. Makanya Bapak dan Emak memutuskan agar kamu menikah saja. Lagian kamu juga tidak sekolah, jadi tidak ada masalahnya jika kamu menikah sekarang. Menikah nanti pun tidak akan ada bedanya dengan sekarang karena, sama-sama menikah saja akhirnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indah Yuliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 06
ISTRI 13 TAHUN
06
Kasiah membantu emaknya membawa tas yang dibawanya dari rumah sedangkan Suniah membawa empat butir kelapa yang nanti akan digunakan untuk membuat rendang ayam.
"Kalian berdua duluan saja pulang, emak mau membeli beberapa barang yang dibutuhkan lagi." ujar Maimun kepada kedua putrinya.
"Apa tidak barengan saja kita pulangnya Emak? lagian jika nanti Emak keberatan aku bisa membantu." Kasiah mengangguk membenarkan ucapan Suniah.
"Tidak usah, kalian berdua pulang saja duluan. Lagian yang mau emak beli juga tidak berat." Akhirnya Suniah dan juga Kisah hanya menurut saja apa kata emak mereka.
Sampai di rumah Suniah meluruskan kakinya begitupun dengan Kasiah. Jarak pasar dan juga rumah mereka lumayan jauh sehingga rasa lelah di kaki jelas saja terasa. Apalagi mereka pergi dan pulang tidak menggunakan kendaraan.
"Emak mana, Suniah?" Suniah menatap Bapaknya yang baru keluar dari rumah membawa secangkir kopi dan juga sebungkus biskuit roma.
"Masih di pasar Pak," singkat Suniah.
"Loh kenapa kita bareng kalian saja pulangnya? bukankah tadi pagi perginya barengan?" heran Rijali menatap kedua putrinya.
"Emak meminta kami berdua pulang duluan Pak, lagian tadi kami juga sudah menawarkan menemani Emak dan pulang barengan tapi emak menolaknya dan tetap kekeh ingin kami pulang duluan." jawab Kasiah yang dibalas anggukan saja oleh Rijali.
Setengah jam kemudian akhirnya Maimun pulang dengan membawa satu plastik ukuran sedang barang yang entah isinya apa. Yang jelas Suniah tidak tahu isinya karena masih terikat rapat.
"Kenapa Emak tidak membiarkan aku ikut saja dengan Emak, lagian ini barang yang Emak bawa lumayan banyak." Suniah menghampiri Emaknya dan membantu menurunkan barang itu dari atas kepala Emaknya.
"Tidak apa-apa Suniah, lagian ini tidak terlalu berat." balas Maimun menerbitkan senyumnya.
"Oh iya Emak, ayam sama ikan sudah selesai aku bersihkan bersama Kasiah tadi, jadi kita hanya tinggal memasaknya saja." ungkap Kasiah.
"Kelapa apa sudah kamu parut?" tanah Maimun.
"Belum Mak, lagian aku bingung mau partai kelapa berapa biji jika nanti aku parut semuanya nyatanya tidak dibutuhkan semuanya jadinya kan terbuang. Malam ya aku menunggu Emak saja karena takut salah." Maimun langsung saja mengangguk.
"Ya sudah, gih kamu parut dulu kelapanya tiga biji dan sisa-in satu untuk kita membuat gulai beberapa hari lagi." Dengan patuh Suniah mengikuti ucapan Emaknya.
Tiga biji kelapa sudah selesai di belah dua oleh Suniah. Kini tinggal diparut saja menggunakan alat larut kepala. Bukan alat parut zaman moderen yang menggunakan listrik melainkan seperti tempat paling duduk berbetuk bebek yang di bagian depannya terdapat parutan kepala dari besi berbentuk sendok begitulah kira-kira.
"Kasiah nanti tiga potong sisanya kamu yang parut ya," pinta Suniah. Lagian jika dirinya semua yang perut sendiri rasanya capek dan kakinya juga sedikit sakit karena menahan bagian depan parutan.
"Iya, nanti kalau sudah selesai, kamu tinggal panggil aku saja." balas Kasiah.
Lima belas menit lamanya Suniah memarut tiga potong kelapa, akhirnya gadis itu meregangkan otot-otot tangan dan Kikinya. Lumayan lama jika menggunakan alat parut seperti itu ketimbang dengan menggunakan yang pakai listrik.
"Kasiah, sekarang giliran kamu memarut yang sisanya." ujar Suniah saat sampai di tempat Kasiah berada.
"Kenapa nggak kamu saja yang parut semuanya Suniah? lagian juga cuman tiga biji." ucap Rijali menatap putri sulungnya itu.
"Tidak Pak, lagian tadi juga sudah sepakat dengan Kasiah. Ini saja kaki dan tanganku sudah sangat sakit, nggak kebayang jika aku yang parut semaunya Pak. Bisa-bisa nggak bisa berdiri aku," ungkap Suniah sambil mendudukkan tubuhnya di samping Emaknya.
TBC