Masih berstatus perawan di usia yang tak lagi muda ternyata tidak mudah bagi seorang gadis bernama Inayah. Dia lahir di sebuah kota kecil yang memiliki julukan Kota Intan, namun kini lebih dikenal dengan Kota Dodol, Garut.
Tidak semanis dodol, kehidupan yang dijalani Inayah justru kebalikannya. Gadis yang lahir tiga puluh tahun yang lalu itu terpaksa meninggalkan kampung halaman karena tidak tahan dengan gunjingan tetangga bahkan keluarga yang mencap dirinya sebagai perawan tua. Dua adiknya yang terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan bahkan sudah memiliki kekasih padahal mereka masih kuliah dan bersekolah, berbeda jauh dengan Inayah yang sampai di usia kepala tiga belum pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan dicintai, jangankan untuk menikah, kekasih pun tiada pasca peristiwa pahit yang dialaminya.
Bagaimana perjuangan Inayah di tempat baru? Akankah dia menemukan kedamaian? Dan akankah jodohnya segera datang?
Luangkan waktu untuk membaca kisah Inayah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pamit
Inayah duduk seorang diri di ruang tamu yang tampak luas ini. Rumah yang hanya berpenghuni di momen-momen tertentu. Masih berada di lingkungan yayasan satu komplek dengan sekolah tempatnya mengajar.
Rumah ini adalah rumah yang menjadi tempat tinggal pemilik yayasan dan keluarga jika berkunjung ke Garut. Ketika ada acara besar yayasan atau pun hanya sekedar berlibur di Garut.
Pagi-pagi sekali Inayah sudah berkunjung, dia mendapat informasi dari kepala sekolah jika sang pemilik yayasan sudah berada di Garut sejak kemarin. Mereka sengaja datang setelah mendapat informasi mengenai mengetahui permasalahan yang tengah terjadi di sekolah saat ini, tentang Inayah.
Tujuan Inayah menghadap langsung pemilik yayasan adalah untuk meminta izin agar diperbolehkan resign di tengah tahun pembelajaran.
Secara garis besar hasil musyawarah di ruang kepala sekolah menyatakan jika Inayah tidak bersalah. Kedatangan tamu tak diundang itu jelas-jelas bertujuan untuk merusak nama baik Inayah yang tentunya berdampak juga pada nama baik lembaga.
Dia kesal dan cemburu karena suaminya yang merupakan mantan calon suami Inayah itu masih suka memikirkan mantan kekasihnya. Bahkan di saat mereka tidur, suaminya tak jarang mengigau dengan menyebut nama Inayah
Puncak kekesalan Santi, istri dari Farhan adalah ketika mendapat informasi dari sepupunya yang bekerja menjadi salah satu karyawan di sekolah itu jika suaminya datang menemui Inayah. Sepupu Santi bahkan mengirim foto-foto kebersamaan Inayah dan Farhan untuk memastikan jika laki-laki yang datang bertamu pada Inayah adalah suami sepupunya. Sepupu Santi tidak menyangka jika Santi akan nekad untuk datang bahkan diam-diam tanpa izin memasuki ruang audio dan membuat pengumuman yang meresahkan.
Farhan sampai berlutut meminta maaf atas kelakuan istrinya ke depannya di berjanji tidak akan mengganggu Inayah lagi, memastikan pula sang istri tidak akan mengganggu Inayah lagi.
Santi hanya memberenggut melihat aksi suaminya meminta maaf pada Inayah dan juga pihak sekolah atas keributan yang dibuatnya. Dia benar-benar tidak sadar akan kesalahannya padahal Farhan melakukan itu karena tidak ingin pihak sekolah menyeret istrinya ke pengadilan atas tuduhan pencemaran nama baik, individu maupun lembaga.
Hari itu Santi terpaksa kembali mengudarakan suaranya melalui ruang audio untuk meminta maaf secara langsung kepada Inayah, mengkonfirmasi tentang kesalahan berita yang disebarkannya bahwa itu tidak benar atas kesepakatan bersama tentunya.
Inayah bernafas lega, sore menjelang senja itu dia pulang dengan membawa kelegaan hati.
Sampai tiba di rumah, dia diserbu pertanyaan oleh Irfan dan Indira. Ibu sedang berada di dapur saat itu tengah menyiapkan makan malam. Inayah hanya menyapa, mengabarkan dirinya sudah pulang dan pamit untuk membersihkan diri.
"Jadi teteh benar-benar mau pergi?" tanya Indira dengan intonasi dan raut wajah sedih.
"Iya Dira, kamu jaga diri baik-baik ya, jagain Ibu juga. Tenang saja, Irfan pasti bisa diandalkan. Dia akan menjaga kamu dan Ibu saat teteh pergi nanti."
"Tapi siapa yang jaga teteh di sana?" Irfan bersuara, sejak batalnya pernikahan Inayah, masalah yang menimpa keluarganya sekan belum berhenti.
"Insya Allah teteh akan baik,-baik saja. Percayalah Allah tidak akan membiarkan teteh sendirian."
"Memangnya teteh diizinkan resign? Kan harus akhir tahun pelajaran?" tanya Indira lagi penasaran.
" Teteh akan coba menemui pemilik yayasan langsung." Inayah menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya perlahan. Tekadnya bulat untuk mencari suasana baru. Berharap hal-hal yang lebih baik menghampirinya di tempat baru nanti.
"Bismillah, yaa Allah." batinnya.
Dan di sinilah pagi ini Inayah berada. Di hadapannya sepasang suami istri yang masih tampak muda dan mesra itu dia duduk. Inayah tersenyum sebelum memulai mengatakan maksud dan tujuannya. Di pangkuannya sebuah map dipegang, berisi surat pengunduran dirinya.
"Kami turut prihatin dengan apa yang terjadi pada Bu Inayah. Semoga Allah memberimu ganti yang lebih baik, Insya Allah."
"Terimakasih, Bu Haji." Bu Haji Rahma, begitulah dipanggilnya istri pemilik yayasan tempat Inayah mengabdi, wanita cantik yang ramah dan baik hati. Semua orang sangat menghormatinya, bukan karena beliau istri dari Pak Haji Tama, pemilik yayasan. Tetapi juga karena pribadi keduanya yang sangat menyenangkan.
"Jadi sekarang apa yang akan Bu Guru lakukan? Saya rasa semuanya sudah selesai. Mereka sudah minta maaf dan berjanji tidak akan mengganggu lagi kan?" Laki-laki berwibawa itu tampak berbicara dengan tenang. Dia pun sudah mengetahui permasalahan yang tengah dihadapi oleh salah satu guru yang mengajar di yayasannya.
Selama ini Pak Haji Tama dan Bu Hj. Rahma memang tinggal di Jakarta, tetapi dia tidak pernah mengabaikan yayasan yang ada di Garut. Secara rutin dalam sebulan mereka pasti melakukan kunjungan mengingat Bu Hj. Rahma aali orang Garut.
"Maafkan saya Pak Haji jika saya lancang datang menemui Pak Haji dan Bu Haji. Maksud kedatangan saya ke sini adalah untuk meminta izin agar saya diperbolehkan resign dari sekolah. Mengingat beberapa kejadian yang telah saya alami beberapa bulan ini, saya sepertinya perlu merefresh diri. Sekuat apapun saya berusaha untuk mengabaikan semuanya dan melanjutkan hidup sepeti biasanya nyatanya aisi lain diri saya tetap merasakan kesakitan." Air mata Inayah lolos begitu saja saat dia dengan panjang lebar menyampaikan tujuan kedatangannya.
"Saya tahu langkah saya ini salah, seharusnya saya bisa profesional. Tidak mencampur adukkan urusan pribadi dan pekerjaan. Tapi ...saya ...saya ..." Inayah tak sanggup meneruskan kata-katanya, suaranya tercekat begitu saja di tenggorokan.
"Ssttth ..." Bu Haji Rahma berpindah duduk dari tempatnya semula di samping suaminya. Kini dia tengah merangkul bahu Inayah yang hanya mampu menunduk menyembunyikan wajahnya yang sudah penuh dengan air mata.
"Tenang Bu Inayah, Insya Allah semua ada solusinya." Bu Hj. Rahma mencoba menenangkan, diusap-usapnya lembut bahu Inayah seolah mengalirkan kekuatan pada wanita muda di hadapannya.
Pikiran Bu Hj. Rahma berkelana, mengingat informasi yang diterimanya tentang Inayah, batal menikah padahal semua sudah siap, diganggu mantan calon suaminya lalu didatangi istri mantannya itu dengan membawa fitnahan yang keji. Tidak tanggung-tanggung, fitnah itu disebarkan langsung di tempat publik, dimana Inayah mempertaruhkan nama baiknya.
Bu Hj. Rahma menatap sang suami, seperti memberi kode agar mengizinkan pengunduran diri Inayah.
"Setelah resign, apa yang akan Bu Guru lakukan?" Pa Haji Tama kembali membuka suara setelah melihat Inayah lebih bisa menguasai dirinya.
"Saya akan ke Jakarta Pak Haji." jawab Inayah dengan suara paraunya, masih ada sisa tangis di sana.
"Untuk?"
"Saya mau bekerja di tempat teman saya, kebetulan perusahaan tempat nya bekerja sedang membutuhkan karyawan baru di bagian administrasi." Jelas Inayah apa adanya, semalam dia sudah berkomunikasi lagi dengan Rina untuk memastikan jika sesampainya di Jakarta dia bisa langsung bekerja.
"Kenapa tidak menjadi guru lagi?" tanya Pak Haji Tama penasaran.
"Untuk saat ini baru pekerjaan itu yang saya dapatkan Pak Haji."
"Kalau kamu mau, kamu bisa mengajar di yayasan kami yang ada di Jakarta." Bu Hj. Rahma menimpali, dia sangat menyayangkan jika potensi guru sebaik Inayah harus terpupus.
"Insya Allah untuk ke depannya, untuk sekarang saya sudah terlanjur menerima ajakan teman saya, Bu Haji."
"Sebenarnya kami sangat berat untuk melepaskan kamu. Kamu adalah salah satu guru terbaik di yayasan kami. Aset yang sangat berharga bagi yayasan. Tapi ...." Pak Haji Tama menatap sang istri penuh kelembutan dan dibalas dengan anggukan kecil Bu Rahma.
Inayah bernafas lega, semua sisa tugasnya di sekolah telah dilimpahkan pada dua rekannya. Ulfah dan Fikri. Meskipun kedua rekannya itu berwajah masam karena harus melepaskan Inayah untuk pergi. Bu Habibah juga tak kalah menekuk wajahnya, tidak rela kehilangan partner terbaiknya.
"Aku pamit ya ..." senyum Inayah menghiasi wajah cantiknya. Guru bertubuh mungil yang menjadi idola banyak muridnya itu kini harus pergi meninggalkan mereka dan tempat yang telah memberikan banyak kenangan indah.
padahal aku pengen pas baca Inayah ketemu sama siapa ya thor...🤔🤔🤔🤔🤔 aku kok lupa🤦🏻♀️