Setelah kematian yang tragis, dia membuka matanya dalam tubuh orang lain, seorang wanita yang namanya dibenci, wajahnya ditakuti, dan nasibnya dituliskan sebagai akhir yang mengerikan. Dia kini adalah antagonis utama dalam kisah yang dia kenal, wanita yang dihancurkan oleh sang protagonis.
Namun, berbeda dari kisah yang seharusnya terjadi, dia menolak menjadi sekadar boneka takdir. Dengan ingatan dari kehidupan lamanya, kecerdasan yang diasah oleh pengalaman, dan keberanian yang lebih tajam dari pedang, dia akan menulis ulang ceritanya sendiri.
Jika dunia menginginkannya sebagai musuh, maka dia akan menjadi musuh yang tidak bisa dihancurkan. Jika mereka ingin melihatnya jatuh, maka dia akan naik lebih tinggi dari yang pernah mereka bayangkan.
Dendam, kekuatan, dan misteri mulai terjalin dalam takdir barunya. Tapi saat kebenaran mulai terungkap, dia menyadari sesuatu yang lebih besar, apakah dia benar-benar musuh, atau justru korban dari permainan yang lebih kejam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24: Bahaya Yang Mengintai
Seraphina merasakan hawa mencekik yang semakin pekat di sekelilingnya.
Xerath berdiri di hadapannya, auranya kini jauh lebih berat dan berbahaya. Mata pria itu bersinar dengan kilatan tajam, dan tubuhnya tampak diselimuti oleh energi gelap yang bergemuruh.
"Sekarang kau akan merasakan kekuatan sesungguhnya," ujar Xerath dengan suara dingin.
Seraphina mengeratkan genggaman belatinya. Tidak ada pilihan lain.
Jika ia tidak bisa menandingi kekuatan ini, maka nyawanya akan berakhir di sini.
Tanpa aba-aba, Xerath melesat dengan kecepatan yang jauh di atas manusia biasa.
Seraphina hampir tidak sempat bereaksi.
Clang!
Ia menangkis serangan pertama—tebasan dari pedang panjang Xerath yang melesat seperti kilat.
Namun, tekanan dari serangan itu membuat tubuhnya terdorong ke belakang. Kuat sekali!
Seraphina tahu bahwa hanya mengandalkan kecepatan saja tidak akan cukup untuk menghadapi Xerath dalam kondisi ini.
"Gawat."
Xerath tidak memberi waktu istirahat. Ia langsung menyerang lagi—dan lagi.
Seraphina mencoba menghindar.
Sreeet!
Sebuah luka muncul di bahunya. Darah segar mulai merembes dari luka itu.
Tapi Seraphina tidak berhenti. Ia melesat mundur, menyesuaikan napasnya. Aku harus mencari celah.
Xerath tersenyum sinis. "Kau mulai kewalahan?"
Seraphina tidak menjawab.
Sebaliknya, ia menatap tajam ke arah Xerath. Aku harus mengubah strategi. Dan ia tahu persis bagaimana caranya.
Sementara itu, di sisi lain kabut, Lucian masih bertarung melawan wanita berjubah hitam yang belum ia ketahui identitasnya.
Darah mengalir dari luka-lukanya, tetapi ia masih berdiri tegak.
"Kau masih bisa bertarung?" wanita itu bertanya, nadanya penuh ejekan.
Lucian mendengus. "Kau pikir aku akan tumbang semudah itu?"
Ia menggenggam pedangnya erat, bersiap meluncurkan serangan balik.
Namun, wanita itu hanya tersenyum tipis.
"Kalau begitu, mari kita selesaikan ini."
Dalam sekejap, wanita itu menghilang dari pandangan. Lucian terkejut. Dia menghilang?!
Tidak—ini bukan sekadar kecepatan biasa. Lucian merasakan bahaya dari belakangnya.
"Sial!"
Ia berbalik secepat mungkin, tetapi sudah terlambat.
Swish!
Sebuah bilah pedang meluncur ke arahnya.
Lucian hanya bisa mengangkat pedangnya untuk menangkis, tetapi dampaknya begitu kuat hingga ia terlempar ke belakang.
Tubuhnya membentur batu besar, menyebabkan darah keluar dari sudut bibirnya.
Aku harus menemukan cara untuk melawannya. Wanita itu melangkah maju, matanya dingin.
"Kau sudah selesai?" Lucian menggeram. Ia tidak akan kalah di sini.
Sementara itu, Seraphina mengubah strategi pertarungannya.
Jika kekuatan tidak cukup untuk melawan Xerath, maka kecepatan dan kelincahan adalah jawabannya.
Seraphina melesat ke samping, menghindari tebasan Xerath dengan lincah.
Ia tidak lagi mencoba menahan serangan, tetapi memanfaatkan pergerakan musuh untuk menyerang balik. "Hm?" Xerath menyipitkan mata. "Menarik."
Seraphina menggunakan serangan tipu, meluncurkan serangan dari satu arah—hanya untuk berputar dan menyerang dari sisi lain.
Dan itu berhasil.
Srett!
Sebuah luka muncul di pinggang Xerath. Pria itu mengernyit. "Kau mulai lebih cepat."
Seraphina tidak memberi waktu bagi Xerath untuk berpikir.
Ia terus menyerang, bergerak lebih cepat, lebih sulit ditebak.
Akhirnya—
Ia menemukan celah. Seraphina berputar dengan kecepatan luar biasa, lalu menancapkan belatinya ke bahu kanan Xerath!
"UGH!" Xerath terhuyung.
Seraphina menendangnya ke belakang, menciptakan jarak.
Napasnya terengah, tetapi ia tahu bahwa ini adalah kesempatannya.
Di tempat lain, Lucian juga mulai memahami pola pergerakan lawannya.
Jika ia tidak bisa mengimbanginya dengan kekuatan—maka ia harus membaca pola pergerakannya.
Ketika wanita itu menghilang lagi, Lucian menutup matanya sejenak, fokus pada suara dan pergerakan di udara. Di sana!
Ia berbalik dengan cepat, mengayunkan pedangnya dengan presisi sempurna.
CLANG!
Pedangnya bertemu dengan bilah lawan, memblokir serangan dengan tepat waktu.
Wanita itu terkejut. "Bagaimana kau—"
Lucian tidak membiarkannya selesai berbicara.
Dengan cepat, ia menghantam lutut wanita itu dengan tendangan keras, membuatnya kehilangan keseimbangan.
Lalu, dalam satu gerakan cepat—
Lucian menempelkan ujung pedangnya ke leher lawannya.
"Sepertinya aku yang menang."
Wanita itu terdiam, tetapi tatapan matanya masih penuh ketenangan. "Menarik."
Lalu, seketika ia menghilang dalam bayangan. Lucian mengerutkan kening.
"Apa?!" Wanita itu berhasil melarikan diri.
Dan Lucian tidak tahu ke mana perginya. Seraphina berhasil melukai Xerath, tetapi ia tahu pertarungan belum selesai.
Lucian hampir menang melawan wanita misterius itu, tetapi musuhnya berhasil kabur.
Dan kini, sesuatu yang lebih besar sedang menunggu mereka.
Sebuah ancaman yang jauh lebih mengerikan dibandingkan pertarungan ini.
Pertarungan masih belum selesai. Meskipun Seraphina dan Lucian berhasil memberikan perlawanan sengit, mereka tahu bahwa musuh mereka bukanlah orang biasa.
Xerath masih berdiri, meski darah mengalir dari bahunya akibat serangan Seraphina. Matanya masih dipenuhi api pertempuran, dan senyum tipis terukir di wajahnya.
Di sisi lain, Lucian tetap waspada. Wanita misterius yang baru saja ia lawan memang menghilang, tetapi ia merasa bahwa bahaya masih ada di sekitarnya.
Seraphina dan Lucian bertukar pandang. Mereka tak perlu berkata-kata untuk memahami satu sama lain.
Pertempuran ini belum selesai.
Tiba-tiba, udara di sekitar mereka berubah drastis.
Seraphina merasakan bulu kuduknya meremang.
Xerath mengangkat satu tangannya, dan dalam sekejap energi hitam yang pekat mulai berkumpul di telapak tangannya.
"Sekarang, aku akan menunjukkan kekuatan yang sebenarnya," ujarnya dengan suara dingin.
Bum!
Tanah di bawah kaki mereka bergetar, seakan-akan ada kekuatan besar yang sedang dilepaskan.
"Lucian, mundur!" Seraphina berteriak.
Lucian langsung melompat ke belakang, dan tak lama kemudian—
Blarrr!
Sebuah ledakan energi gelap meledak tepat di tempat mereka berdiri sebelumnya.
Tanah terpecah, menciptakan kawah besar.
Seraphina mengernyit.
Ini buruk. Jika mereka terus bertahan tanpa strategi, mereka akan mati di tempat ini.
Seraphina menyadari satu hal—Xerath memang kuat, tetapi serangannya membutuhkan waktu untuk dikumpulkan.
Jika ia bisa memanfaatkan celah itu, mungkin mereka masih bisa menang.
"Lucian, aku butuh waktu! Tahan dia sebentar!"
Lucian mengangkat alis, tetapi tanpa ragu, ia melesat ke depan. "Baiklah, serahkan padaku!"
Ia tahu bahwa berhadapan langsung dengan Xerath adalah tindakan berbahaya, tetapi Seraphina pasti memiliki rencana.
Xerath tertawa kecil.
"Kau benar-benar ingin mati lebih dulu, hah?"
Lucian tidak menjawab. Ia mengayunkan pedangnya dengan kecepatan tinggi, memaksa Xerath untuk menghindar.
Clang! Clang! Clang!
Mereka saling bertukar serangan dengan kecepatan luar biasa.
Lucian bukan tandingan bagi kekuatan Xerath, tetapi ia cukup gesit untuk menghindari serangan fatal.
Sementara itu, Seraphina mulai merapal mantra.
Aku harus mengakhiri ini dalam satu serangan.
Ia menggunakan sihir amplifikasi, meningkatkan kekuatan fisiknya ke batas maksimal.
"Sedikit lagi..." Lucian mulai kewalahan.
Serangan Xerath semakin brutal, dan meskipun ia berhasil menahan beberapa serangan, tubuhnya mulai dipenuhi luka.
"Seraphina! Aku tidak bisa bertahan lebih lama!" Seraphina membuka matanya.
"Sekarang!" Dalam sekejap, ia melesat dengan kecepatan luar biasa, muncul di belakang Xerath dalam sekejap mata.
Xerath membelalakkan mata. "Apa?!"
Blarrr!
Seraphina menusukkan belatinya tepat ke titik vital di punggung Xerath, menyalurkan energi sihirnya ke dalam luka itu.
Xerath terdengar menggeram kesakitan.
"Kau...! Bagaimana mungkin...?!"
Seraphina tidak menjawab.
Ia menendang tubuh Xerath, membuatnya jatuh tersungkur ke tanah.
Darah mengalir deras dari luka di punggungnya.
Seraphina dan Lucian berdiri terengah-engah, menatap tubuh Xerath yang mulai melemah. Namun, Xerath tertawa pelan.
Seraphina dan Lucian saling bertukar pandang. Kenapa dia masih bisa tertawa...?
Xerath mengangkat wajahnya, matanya penuh dengan kebencian dan kegilaan. "Kalian pikir ini sudah selesai...?"
Seraphina merasakan hawa dingin menjalar di punggungnya.
Xerath mengangkat tangannya, dan sebuah simbol hitam mulai muncul di udara. Seraphina langsung menyadari apa yang terjadi.
"Lucian! Hentikan dia!"
Namun—
Sudah terlambat.
Simbol hitam itu meledak, menciptakan gelombang energi yang meledakkan segala sesuatu di sekitarnya. Seraphina dan Lucian terlempar jauh.
Blarrr!
Seraphina merasakan tubuhnya menghantam batu besar, membuatnya nyaris kehilangan kesadaran.
Lucian juga terhempas, berguling di tanah sebelum akhirnya berhenti dengan napas tersengal.
Ketika Seraphina membuka matanya, Xerath sudah menghilang.
Hanya ada jejak darah yang tersisa di tempatnya berdiri.
Seraphina menggertakkan giginya. "Dia melarikan diri..."
Lucian menghela napas panjang, menatap langit yang mulai gelap.
"Kita tidak boleh lengah. Jika dia masih hidup, dia pasti akan kembali."
Seraphina mengangguk pelan.
Tapi satu hal yang mengganggunya—
Kenapa Xerath masih bisa bertahan setelah menerima serangan sekuat itu?
Ada sesuatu yang tidak beres. Dan mereka harus mengetahuinya sebelum semuanya terlambat.
Al-fatihah buat neng Alika beliau orang baik dan Allah menyayangi orang baik, beliau meninggal di hari Jumat bertepatan setelah malam nisfu syabaan setelah tutup buku amalan.. semoga beliau di terima iman Islamnya di ampuni segala dosanya dan di tempatkan di tempat terindah aamiin ya rabbal alamiin 🤲