Di negeri Eldoria yang terpecah antara cahaya Solaria dan kegelapan Umbrahlis, Pangeran Kael Nocturne, pewaris takhta kegelapan, hidup dalam isolasi dan kewaspadaan terhadap dunia luar. Namun, hidupnya berubah ketika ia menyelamatkan Arlina Solstice, gadis ceria dari Solaria yang tersesat di wilayahnya saat mencari kakaknya yang hilang.
Saat keduanya dipaksa bekerja sama untuk mengungkap rencana licik Lady Seraphine, penyihir yang mengancam kedamaian kedua negeri, Kael dan Arlina menemukan hubungan yang tumbuh di antara mereka, melampaui perbedaan dan ketakutan. Tetapi, cinta mereka diuji oleh ancaman kekuatan gelap.
Demi melindungi Arlina dan membangun perdamaian, Kael harus menghadapi sisi kelam dirinya sendiri, sementara Arlina berjuang untuk menjadi cahaya yang menyinari kehidupan sang pangeran kegelapan. Di tengah konflik, apakah cinta mereka cukup kuat untuk menyatukan dua dunia yang berlawanan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PASTI SUKSES, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERDEBATAN
Malam itu, di salah satu balkon Noctis Hall, Arlina duduk bersama Aelric. Lampu kristal yang tergantung di dinding istana memancarkan cahaya redup, sementara bintang-bintang di langit seakan berkerlip khusus untuk mereka. Namun, suasana tenang itu diwarnai ketegangan yang kentara.
"Jadi," Aelric memulai dengan suara serak, "kau benar-benar sudah percaya pada Kael Nocturne itu? Dia bukan manusia, Arlina. Dia bagian dari kegelapan."
Arlina menoleh, menatap kakaknya dengan tatapan penuh keyakinan. "Aku tahu siapa dia, Aelric. Tapi Kael sudah banyak membantuku sejak aku berada di sini. Jika bukan karena dia, aku mungkin sudah mati di Hutan Abyssal."
Aelric mendengus, nadanya penuh ketidaksetujuan. "Kau terlalu cepat mempercayai orang, terutama seseorang seperti dia. Kau tahu tidak ada yang gratis di dunia ini, apalagi dari seorang penguasa kegelapan."
"Aelric, aku bukan anak kecil lagi," balas Arlina, nada suaranya terdengar tegas. "Kael memang dingin, tapi aku bisa melihat sisi lain darinya. Dia peduli pada rakyatnya, bahkan pada orang asing seperti aku."
Aelric menggelengkan kepala, pandangannya berubah tajam. "Itulah yang dia ingin kau pikirkan. Kau tidak tahu apa yang dia sembunyikan. Lelaki seperti Kael selalu punya agenda."
Arlina mendesah berat. Ia tahu Aelric hanya ingin melindunginya, tapi tuduhan ini terasa tidak adil. "Kael menyelamatkanmu juga, atau kau lupa? Dia mengirim pasukannya ke wilayah Lady Seraphine demi menemukanmu."
"Itu bukan karena dia baik hati, Arlina," potong Aelric cepat. "Dia hanya ingin memastikan kau tetap di sisinya. Kau mungkin menjadi pion dalam rencana besar yang belum kita pahami."
Arlina berdiri, menyilangkan tangan di dada. "Kenapa kau selalu berpikir buruk tentang orang lain, Aelric? Tidak semua orang ingin memanfaatkanku."
Aelric menatap adiknya dengan ekspresi datar. "Kau terlalu polos, itu masalahmu. Aku hanya ingin kau berhati-hati. Jangan sampai kau menyesal."
Sebelum Arlina sempat menjawab, suara langkah kaki yang berat terdengar dari balik pintu balkon. Kael muncul dengan wajah tenang, tetapi matanya langsung tertuju pada Aelric. "Apakah aku mengganggu percakapan keluarga?"
Aelric berdiri, menatap Kael tanpa rasa takut. "Tidak, kau datang tepat waktu. Aku baru saja memperingatkan adikku untuk tidak terlalu percaya pada seseorang seperti dirimu."
Kael menaikkan alisnya, nada suaranya tetap dingin tetapi menusuk. "Seseorang seperti diriku? Jelaskan, Aelric. Apa maksudmu?"
Aelric melangkah maju, berdiri hanya beberapa langkah dari Kael. "Kau tahu apa maksudku, Kael. Kau adalah penguasa kegelapan, pria yang dikenal karena kekuatannya yang tak terduga. Aku tidak akan membiarkan adikku terjebak dalam duniamu."
Kael tersenyum tipis, meskipun tatapannya tetap penuh tekanan. "Kau sepertinya lupa bahwa aku juga yang memastikan kau keluar dari tangan Lady Seraphine hidup-hidup. Jika aku berniat menyakiti Arlina, aku tidak perlu menunggu."
Arlina memotong sebelum situasi semakin memanas. "Cukup! Aelric, Kael, ini bukan waktunya untuk bertengkar. Kita punya banyak masalah lain untuk dihadapi, dan saling menuduh tidak akan membantu."
Kael mengalihkan pandangannya ke Arlina, tatapannya melunak sedikit. "Aku hanya ingin memastikan kau tahu di mana tempatmu, Aelric. Di istana ini, kau adalah tamu, bukan hakim."
Aelric menatap Kael tajam, tetapi ia menahan diri untuk tidak membalas. Sebaliknya, ia menghela napas panjang dan mundur beberapa langkah. "Arlina, aku hanya ingin kau berhati-hati. Kau mungkin tidak tahu segalanya tentang Kael, dan aku ingin kau tetap waspada."
Arlina meraih tangan kakaknya, mencoba menenangkannya. "Aku mengerti, Aelric. Tapi aku juga tahu kapan harus percaya pada seseorang."
Aelric mendengus pelan tetapi tidak berkata apa-apa lagi. Ia melangkah masuk ke dalam ruangan, meninggalkan Arlina dan Kael sendirian di balkon.
Keheningan menyelimuti mereka beberapa saat sebelum Kael akhirnya bicara. "Kakakmu punya keberanian. Itu mengesankan."
Arlina memutar matanya, tetapi sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman kecil. "Dia hanya melindungiku, meskipun terkadang dia bisa terlalu berlebihan."
Kael menyentuh pagar balkon, menatap langit malam. "Aku mengerti keinginannya untuk melindungi. Aku juga merasa hal yang sama."
Arlina menoleh dengan alis terangkat. "Kau? Peduli pada orang lain? Itu sulit dipercaya."
Kael tersenyum tipis, tatapannya berubah lembut. "Jangan salah paham. Aku hanya peduli pada orang-orang tertentu. Dan kau... mungkin salah satunya."
Kata-kata Kael membuat Arlina terdiam sejenak. Ia merasakan jantungnya berdegup lebih cepat, tetapi ia tidak ingin menunjukkan perasaannya. "Kael, kau harus berhenti membuatku bingung."
Kael tertawa kecil, nadanya rendah dan dalam. "Bingung adalah awal dari memahami, Arlina. Dan kau, lebih dari siapa pun, layak mengetahui itu."
Arlina menatap Kael dengan tatapan penuh tanda tanya. "Kau selalu berbicara dengan teka-teki. Bisakah kau, untuk sekali saja, berbicara langsung tanpa memutar-mutar?"
Kael menoleh ke arahnya, senyum tipis di wajahnya. "Mungkin. Tapi aku menikmati melihat reaksimu ketika mencoba memahaminya."
Arlina mendengus pelan, menyandarkan tubuhnya ke pagar balkon. "Kau sungguh aneh, Kael. Terkadang kau begitu sulit ditebak, tetapi di saat yang lain... aku merasa kau hanya berusaha menutupi sesuatu."
Kael terdiam beberapa saat, memandangi langit berbintang. "Mungkin aku memang menutupi sesuatu. Tidak semua bagian dari diriku layak untuk diketahui."
Arlina menatapnya lebih dalam, mencoba membaca ekspresi wajahnya. "Setiap orang punya sisi gelap, Kael. Tapi aku percaya kau lebih dari sekadar penguasa kegelapan yang semua orang takuti."
Kael menatap Arlina, matanya bersinar lembut di bawah sinar bulan. "Kau terlalu percaya pada orang lain. Itu bisa menjadi kekuatan... atau kelemahanmu."
"Aku memilih untuk percaya karena itu lebih baik daripada hidup dalam ketakutan," balas Arlina, suaranya tegas. "Dan aku memilih untuk percaya pada dirimu, Kael, meskipun kau terus mencoba menjauh."
Kael tersenyum kecil, menggelengkan kepalanya. "Kau keras kepala, Arlina. Mungkin itu salah satu alasan aku... memperhatikanmu lebih dari yang seharusnya."
Arlina merasakan pipinya memanas, tetapi ia mencoba menyembunyikannya dengan menunduk. "Berhenti membuatku merasa canggung, Kael. Kau terlalu pandai memilih kata-kata."
Kael tertawa kecil, suara baritonnya bergema lembut. "Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Tidak ada gunanya berbohong padamu."
Mereka terdiam sejenak, hanya suara angin malam yang menemani mereka. Akhirnya, Kael melangkah lebih dekat, membuat Arlina mendongak untuk menatapnya. "Arlina, aku tahu kakakmu tidak menyukai kehadiranku, tapi aku tidak akan berhenti melindungimu."
Arlina menelan ludah, merasakan jarak di antara mereka begitu kecil. "Aku tidak butuh perlindungan, Kael. Aku hanya butuh kejujuran."
Kael menatapnya lebih dalam, lalu berbicara dengan nada serius. "Kejujuran? Baik. Maka dengarkan ini aku tidak tahu apa yang kau lakukan padaku, tapi kau membuatku merasa... berbeda. Dan itu berbahaya, bukan hanya untukku, tetapi untuk semuanya."
Arlina membuka mulutnya, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar. Kael mendekat lagi, kali ini hanya beberapa inci darinya. "Kau adalah cahaya di tengah kegelapan ini, Arlina. Tapi aku takut cahaya itu akan lenyap jika terlalu lama berada di sisiku."
"Kau tidak bisa menentukan apa yang baik atau buruk untukku," gumam Arlina, mencoba mengumpulkan keberaniannya. "Aku yang memilih di mana aku berada."
Kael menghela napas dalam, lalu mundur selangkah. "Keras kepala, seperti biasanya. Tapi baiklah, jika itu pilihanmu... maka aku akan memastikan tidak ada yang menyakitimu."
Sebelum Arlina sempat membalas, suara langkah kaki terdengar dari arah pintu balkon. Eryx muncul dengan ekspresi santai, tetapi matanya penuh arti. "Maaf mengganggu, Yang Mulia, Nona Arlina. Tapi istana ini terlalu besar untuk rahasia kecil seperti ini."
"Eryx," gumam Kael, suaranya dingin. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Eryx menahan senyum. "Hanya memastikan kau tidak terlalu membuat takut tamu kita. Dan, mungkin, memastikan kau tidak berbuat sesuatu yang akan kau sesali."
Arlina tertawa kecil, mencoba meredakan ketegangan. "Terima kasih, Eryx. Kau selalu datang di saat yang tepat."
Eryx membungkuk ringan. "Itu tugasku, Nona. Tapi kau tahu, aku tidak selalu bisa menyelamatkan kalian dari diri kalian sendiri."
Kael menghela napas berat. "Pergi, Eryx. Aku tidak butuh pengingat darimu."
"Tentu, Yang Mulia," balas Eryx sebelum pergi dengan langkah ringan, meninggalkan Kael dan Arlina kembali dalam keheningan.
Kael menatap Arlina sekali lagi. "Kita akan berbicara lagi nanti. Untuk sekarang, kau perlu istirahat."
Arlina hanya mengangguk, tetapi dalam hati ia tahu bahwa percakapan ini baru permulaan. Ada banyak hal yang belum terucap di antara mereka, tetapi ia yakin waktu akan menjawab semuanya.