Sebuah ramalan kuno mengguncang keseimbangan antara para Akasha dan para Moksa, mereka tinggal di pusat alam semesta bernama Samavetham. Ramalan itu meramalkan kelahiran seorang Akasha terkuat di sebuah planet kecil, yang akan membawa perubahan besar bagi semua makhluk hidup. Ketika para Moksa berusaha menggunakan pohon Kalpataru untuk mencapai ramalan tersebut, para Akasha berupaya mencegah kehancuran yang akan dibawanya.
Di Bumi, Maya Aksarawati, seorang gadis yatim piatu, terbangun dengan ingatan akan mimpi yang mencekam. Tanpa dia sadari, mimpinya mengisyaratkan takdirnya sebagai salah satu dari 12 Mishmar, penjaga dunia yang terpilih.
Ketika ancaman dari organisasi misterius semakin dekat, Maya harus berhadapan dengan kekuatan baru yang bangkit di dalam dirinya. Dibantu oleh reinkarnasi Mishmar yang lain, Maya harus menemukan keberanian untuk melawan atau menghadapi konsekuensi yang dapat mengubah nasib seluruh alam semesta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Feburizu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERINGATAN KECIL
Rendi yang melihat batu bata merah yang bergeser sedikit itu terpana..."Batu itu bergerak? Tetapi hanya sedikit?" Dalam batin Rendi bertanya-tanya kenapa batu itu tidak melayang? Dan berbagai pertanyaan melintas dalam pikirannya sampai..
Maya yang melihat raut wajah Rendi menghentikan konsentrasinya. Dan memanggil Rendi.
"Ren! Kenapa kamu malah bengong?"
Rendi tergagap tersadar dari dunianya sendiri, "Eh, oh... Kau yakin sudah benar-benar memusatkan semua energimu pada batu itu dan membayangkan untuk mengangkatnya?" tanya Rendi.
Maya terdiam, dan menghela nafasnya, "Aku juga tidak yakin.. " jawabnya lirih sambil memandang kedua telapak tangannya.
Dia ragu apakah sudah melakukan nya dengan benar? Atau belum?
"Begini saja kita coba lagi, bagaimana?" tukas Rendi. Anak itu bangkit berdiri dan memungut beberapa paku yang terserak lalu Rendi menancapkan paku-paku itu ke tanah tepat di dekat Maya.
"Nah, coba sekali lagi, sama seperti kau melakukannya pada batu bata itu," ujar Rendi.
Maya pun mencoba kembali tapi kali ini tangannya menunjuk paku-paku itu dari jarak dekat.
Yang terjadi adalah paku-paku itu berjatuhan seperti terdorong sesuatu yang tak bisa dilihat Rendi.
Sekali lagi menganga, namun kali ini Rendi sedikit memahami ternyata Maya seperti diselubungi energi yang melindungi sekujur tubuhnya.
"Oh, sepertinya kekuatanmu bukan telekinesis, May." kata Rendi sambil menggaruk rambut dikepalanya.
"Maksudmu? Aku tidak bisa mengangkat benda-benda dengan pikiranku?"
"Sepertinya begitu, May. Aku mengamati paku-paku kecil itu berjatuhan ketika jemarimu mendekatinya. Hmmm ini berarti energimu seperti selubung yang telah melindungi kita dari peristiwa sebelumnya," Rendi yakin dengan pemikirannya itu.
"Oh itu sebabnya aku seperti menepis mobil sedan itu, aku merasa menyentuhnya tapi juga tidak terasa di telapak tanganku." Maya kembali teringat pengalamannya itu.
Rendi kembali tercenung, terdiam agak lama, dia menganalisa kembali ucapan Maya. Kesunyian kembali terasa membuat Maya sedikit merinding melihat suasana gedung tua yang terbengkalai itu.
Maya memperhatikan Rendi yang terlihat berpikir keras itu.
"Ren! Kok, diam, sih!" tukas Maya.
Rendi tersentak kaget, tersadar kembali dari dunianya sendiri.
Maya beranjak dari kursinya dengan spontan menghampiri batu bata sebelumnya dan melakukan gerakan seperti ketika ia hendak menyentuh paku-paku kecil.
Batu bata itu lagi-lagi bergeser maju, kali ini terlihat lebih jelas oleh Rendi.
Dan Maya tetap melangkah hendak keluar dari gedung yang terbengkalai itu.
Rendi tersadar penuh dari lamunannya dan berteriak memanggil Maya.
"May... Maya, tunggu dulu! Berhenti sebentar!" Rendi berlari kecil menyusul Maya.
"Kamu sih, kebanyakan mikir," gerutu Maya.
Rendi meraih tangan Maya dan menggandengnya berjalan kembali ke Asrama Panti.
Ketika mereka melewati gerbang bangunan yang terbengkalai dan berada di kebun belakang tembok Panti Asuhan yang dipenuhi semak belukar yang lebat, Rendi menghentikan langkahnya.
"Ada apa, Ren? Kenapa berhenti?" Maya menengok dan menatap Rendi penasaran.
Rendi terlihat waspada, memperhatikan sekeliling kebun yang tak terurus itu dan memastikan tidak ada seseorang di sekitarnya.
"Sebenarnya, apa yang telah kita lakukan, emm...yang kamu lakukan itu sedikit berbahaya, kau mengerti?" dengan nada lirih Rendi mengingatkan Maya.
"Bahaya? Maksudmu?" Maya tak begitu memahami ucapan Rendi.
"Sebentar, sebelum aku jelaskan aku ingin tahu, apa ada orang lain yang mengetahui kemampuan istimewamu ini selain aku?" Rendi berbicara dengan raut muka serius.
"Tidak, tidak ada kan, aku mengalami hal ini ketika kita berdua hendak terkena mobil yang terlempar dulu," jawab Maya lirih.
"Kamu tahu, kamu seharusnya tetap menyembunyikan kemampuan ini. Ini sangat membahayakan dirimu dan...bla bla bla..."
Rendi kemudian panjang lebar menjelaskan Maya resiko yang akan dialami Maya seandainya ada orang-orang tertentu khususnya pihak pemerintah jika mengetahui kemampuan Maya.
Maya mendengarkan peringatan Rendi dengan seksama, benaknya terkenang ketika pertama kali dia berjumpa dengan Rendi.
Anak itu sudah terlihat menonjol dengan kejeniusannya, meskipun punya kebiasaan malas, membuat Maya tak habis pikir, dan bertanya-tanya bagaimana seseorang bisa begitu pintar tetapi juga malas?