Elora percaya bahwa cinta adalah segalanya, dan ia telah memberikan hatinya sepenuhnya kepada Nolan, pria penuh pesona yang telah memenangkan hatinya dengan kehangatan dan perhatian. Hidup mereka terasa sempurna, hingga suatu hari, Nolan memperkenalkan seorang teman lamanya, kepada Elora. Dari pertemuan itu, segalanya mulai berubah.
Ada sesuatu yang berbeda dalam cara mereka bersikap. Perhatian yang terlalu berlebihan, dan senyuman yang terasa ganjil. Perlahan, Elora mulai mempertanyakan kebenaran hubungan mereka.
Apakah cinta Nolan kepadanya tulus, atau ada rahasia yang ia sembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Skyler, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Prasangka
Tidak terasa sudah hampir 2 minggu El bekerja di perusahaan Alden. Dia juga sudah mengenal banyak orang, dan semakin akrab dengan Dani, karena mereka sering bekerja bersama.
Siang itu, El tengah berada di pantry bersama Dani, mereka akan membuat kopi karena mengantuk. Dani mengajari El cara membuat kopi dengan mesin kopi.
"El, apa kamu udah punya pacar?"
El langsung tersenyum lebar, "udah dong.."
"Pacarmu kerja di mana?"
"Di rumah sakit, dia seorang dokter,"
"Ah, tentu saja. Wanita secantik ini nggak mungkin pacar nya pegawai biasa sepertiku," batinnya sambil menatap El dengan kagum
Tanpa mereka sadari, sudah sejak lama seseorang memperhatikan mereka berdua. Suara langkah kakinya membuat Dani langsung menoleh, sekaligus terkejut.
"Eh, Pak Al, saya ngantuk jadi buat kopi sebentar. Saya sudah selesai, jadi permisi dulu," ucapnya lalu bergegas pergi
"Tunggu.." El berusaha menahan Dani, namun dia sudah keburu kabur. Dia masih membutuhkan Dani untuk mengajari cara menggunakan mesin kopinya
"Bersantai saat jam kerja," ucapnya dengan nada tegas
"Pak Al, apa anda mau kopi?" El tidak mempedulikan sindiran bosnya, tapi justru menawarinya kopi
"Apa kau tidak dengar?"
"Saya dengar, tapi ini belum selesai," ujarnya santai, sembari mengutak-atik mesin kopi.
"Apa kau ini sungguh seorang perempuan, membuat kopi saja tidak bisa,"
El terkekeh pelan, dia menghadap Alden dan maju mendekat, "coba anda lihat baik-baik, apa saya tidak terlihat seperti perempuan?"
Al tidak menanggapinya, dia berjalan melewatinya, lalu memakai mesin pembuat kopi. "Kau bahkan tidak bisa memakai mesin ini, bisa-bisanya menawariku,"
El lalu memperhatikan bagaimana bosnya itu menyeduh kopi. Dani memang sudah mengajarinya, tapi belum selesai keburu bosnya datang.
Alden sudah selesai membuat secangkir kopi. El hendak mengambil kopi tersebut, namun ternyata Al langsung membawanya pergi.
Dia tercengang, "Pak, saya pikir anda membuat kopi untuk saya," Al tidak menghiraukannya dan berlalu begitu saja.
Karena terlalu ribet, El akhirnya menyeduh kopi instan. "Ini lebih enak, karena praktis," ucapnya pasrah
Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore, sebentar lagi adalah waktunya pulang. El langsung bersemangat, karena hari ini dia sudah janjian dengan ketiga sahabatnya.
Dia fokus kembali menatap layar monitornya, hingga seseorang berbisik di dekat telinganya, "sore cantik,"
El sangat terkejut, namun sedetik kemudian senyum merekah di bibirnya. "Kak, Nolan.." El langsung berdiri dan memeluknya. "Sedang apa kakak di sini?"
"Emm, aku ada janji.."
"Kau sudah datang," sela Al yang baru saja keluar dari ruangannya
"Iya baru saja,"
"Ayo pergi," ujar Al, lalu melangkah pergi
"Maaf ya El, aku ada urusan dengan Alden. Aku pergi dulu ya," setelah berpamitan pada kekasihnya, Nolan langsung mengejar sahabatnya
Tentu saja El kecewa, urusan apa di jam segini, dan kenapa pacarnya tidak memberitahunya. "Kalau saja sudah jam pulang, aku bisa mengikuti mereka," gumamnya pelan
Malam itu, El berkumpul dengan teman-temannya di sebuah bar. Namun semenjak datang dia sering bengong, karena memikirkan kemana perginya sang pacar dan bos nya.
"Hah.." berkali-kali El menghela napasnya dengan berat.
"Lo kenapa sih, kayaknya berat banget beban hidup lo?" Celoteh Feby
"Entahlah," ucap El dengan malas
"Dia kenapa sih, tumben kayak gitu," kata Cindy, yang dibalas gelengan oleh yang lain
"Apa jangan-jangan dia putus sama pak Dokter?" Tebak Arga
"Jangan ngomong sembarangan! itu sama aja doa tau," protes El
Mereka bertiga sontak terkekeh, "kalo soal dokter aja langsung nyaut,"
"Jadi, lo ngelamun kayak gini pasti ada hubungannya sama Pak dokter kan.." tebak Feby,
El langsung mengangguk, "tadi sore dia ke kantor. Gue udah seneng banget, karena gue pikir dia mau jemput gue. Eh, nggak taunya, dia udah janjian sama bos dan mereka langsung pergi berdua,"
"Yah mungkin dia ada urusan kerjaan kan, udah lo jangan cemberut lagi." ucap Cindy
"Tunggu! Apa hubungan pak dokter sama pak bos?" Tanya Feby, yang baru saja tersadar
"Oh iya, gue belum cerita sama kalian, bos gue itu temen baiknya kak Nolan. Dan yang lebih mencengangkan lagi, lo tau nggak siapa dia?"
"Siapa?" Tanya mereka bertiga barengan, dengan wajah yang sangat penasaran.
"Lo berdua pernah ketemu kok," ucap El sambil menunjuk Feby dan Arga
"Siapa sih, tinggal bilang aja, gue penasaran banget nih," kata Feby
"Apa lo inget cowok yang waktu itu di puncak?"
"Iya gue inget banget, cowok yang cakep itu," jawab Feby semangat. "Eh... Jangan bilang dia bos sekaligus temen pak dokter.?" El hanya menjawabnya dengan anggukan
"Astaga..! Kenapa dunia ini sempit banget ya. Cowok nyebelin yang lo benci, justru sahabat cowok lo, bahkan sekarang jadi atasan lo," ucap Feby sambil tertawa lebar
"Kayaknya gue ketinggalan, yang mana sih orangnya?"
"Salah sendiri, lo nggak ikut ke puncak. Cowok itu cakep banget... Eh iya El, siapa nama bos lo,?"
"Alden Xavier Mahendra, si bos galak,"
"Gue jadi penasaran, ada fotonya nggak?" Tanya Cindy, lantas El lagi-lagi menggeleng
"Kalo lo pengen tahu mukanya, lihat gue aja, sebelas dua belas sama gue cakepnya, yah walaupun cakepan gue dikit," sahut Arga
"Cih, lo ngayal banget sih Ga," protes Feby sambil tersenyum miring
"Oh ya, gue mau nyari apartemen yang deket kantor, bantuin ya, capek gue bolak-balik rumah,"
"Itu soal gampang El, nanti gue bantu," ujar Arga.
***
El tengah sibuk mengurus pekerjaan yang ditinggalkan oleh bos nya kemarin. Dia mendengus kesal, karena sampai jam 9, dia tidak kunjung terlihat batang hidungnya.
"Kemana sih dia, apa mungkin kemarin dia ngajak kak Nolan keluyuran sampe malem?"
Setengah jam kemudian, Al baru muncul di kantor, dengan cepat El langsung mengekor padanya hingga ke ruangan.
"Kamu sedang apa?" Tanya Al dengan raut wajah kusut
"Jangan-jangan mereka memang keluyuran semalam," batin El kesal
Al menjentikkan jari nya di depan wajah El, "malah bengong, ada apa?"
"Kemarin, Pak Al ngajak kak Nolan kemana, jangan-jangan keluyuran semaleman ke tempat nggak bener ya?" Tuduh El
Raut wajah Al yang tadinya kusut, kini semakin terlihat kesal, "apa maksudmu?"
"Jawab saja, anda mengajaknya kemana?" Tanya El dengan berani
Al lalu tersenyum menyeringai, "memang aku mengajaknya keluyuran semalaman. Tapi dia juga nggak nolak, jadi jangan salahkan aku," El tidak bisa membalas perkataan bos nya, karena memang ucapannya ada benarnya.
"Kalau sudah, cepat keluar!" usir Al
El baru saja akan keluar, namun dia teringat sesuatu, "dua jam lagi, Pak Al ada meeting di luar," setelah memberitahu jadwal bos nya, dia langsung keluar.
El dan bos nya sudah sampai di sebuah restoran mewah, tempat mereka akan mengadakan meeting dengan klien. Mereka langsung di bawa ke ruang VIP.
Begitu masuk, ternyata klien mereka sudah sampai terlebih dulu. Dia seorang pria paruh baya, dengan seorang wanita muda yang cantik dan sexy, kemungkinan sekretarisnya.
Alden dan klien tersebut langsung berjabat tangan, dan beramah tamah. Lalu klien itu melirik ke arah El, dan memperhatikannya dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan tatapan nakal.
"Pak Al, siapa wanita cantik ini?" tanyanya, dengan matanya yang tidak pernah lepas dari El
"Dia sekretaris saya Elora,"
"Halo," pria itu mengulurkan tangannya, ingin mengajak El berkenalan.
Namun untungnya Al segera mengalihkan, "mari kita bicara sambil duduk,"
Posisi mereka duduk saling berhadapan, lama-kelamaan El merasa risih mendapat tatapan seperti itu. Tatapan dari seekor buaya yang kelaparan.
Meeting berjalan dengan lancar, dan mereka langsung deal. Namun saat Alden akan pamit pergi, pria itu mengatakan hal yang tidak terduga.
"Pak Al, bisakah anda meminjamkan sekretaris anda pada saya? Kalau boleh, proyek selanjutnya kita bisa langsung bekerja sama lagi," ucapnya dengan tidak tahu malu
El sedari tadi sudah berusaha menahan amarahnya, namun kini tidak lagi. "Jangan bicara seenaknya. Saya ini manusia, bukan barang yang bisa dipinjam seenak jidat. Satu hal lagi, apa anda tidak sadar umur, sudah keriput masih banyak tingkah, lebih baik bertobatlah," ujarnya lalu keluar dengan membanting pintu
Ucapan El, membuat pria itu sangat shock hingga wajahnya merah padam. "Pak Al, bagaimana bisa anda memiliki sekretaris yang kurang ajar seperti itu? Lebih baik pecat saja dia,"
Al tersenyum menyeringai, "bukankah perkataan anda ini sangat keterlaluan?"
"Apa maksud anda?"
"Anda yang merendahkannya, tapi anda bilang dia kurang ajar. Saya tidak keberatan dengan yang dia lakukan, malah saya bangga. Pegawai saya memiliki keberanian seperti itu,"
"Pak Al, kenapa anda malah membelanya, bagaimana dengan kerja sama kita?"
Melihat kegugupannya, Al langsung tersenyum menyeringai.
*
*