NovelToon NovelToon
Alter Ego Si Lemah

Alter Ego Si Lemah

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam / Balas dendam pengganti
Popularitas:859
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Apakah benar jika seorang gadis yang sangat cantik akan terus mendapatkan pujian dan disukai, dikagumi, serta disegani oleh banyak orang?

walaupun itu benar, apakah mungkin dia tidak memiliki satu pun orang yang membencinya?

Dan jika dia memiliki satu orang yang tidak suka dengan dirinya, apakah yang akan terjadi di masa depan nanti? apakah dia masih dapat tersenyum atau justru tidak dapat melakukan itu sama sekali lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berita sudah menyebar

Happy reading guys :)

•••

Kamis, 16 Oktober 2025.

Gelapnya malam telah berubah menjadi pagi, matahari naik dari ufuk timur seraya memancarkan cahaya hangatnya, membuat setiap makhluk hidup merasakan kehangatan yang tiada tara.

Di kursi tunggu ruang IGD, kini terlihat Galen yang sedang duduk diam seraya melipat kedua tangan di depan dada. Cowok itu menggigit bibir bawah, beberapa kali melihat ruangan IGD yang masih setia tertutup dengan begitu rapat.

“Sayang, kamu dari tadi malam gak tidur juga?” tanya Livy, menepuk pelan pundak kiri Galen.

Mendengar suara sang tunangan, membuat Galen sontak menoleh, lalu mengelus pelan puncak kepala Livy. “kamu baru bangun?”

Livy mengangguk, mengucek-ucek mata seraya menguap. “Iya, kamu gimana? Kenapa gak tidur?”

“Aku tadi malam tidur, kok,” jawab Galen, menunjukkan sebuah senyuman tipis untuk menutupi kebohongan yang sedang dirinya lakukan, “Oh, iya, Yang. Bangunin mereka, gih. Mereka harus sekolah, kan, hari ini?”

Livy berhenti mengucek mata, mengalihkan pandangan ke arah tempat Angelina, Karina, dan Renata yang sedang tertidur. Perempuan itu lalu mengangguk, bangun dari tempat duduk, berjalan mendekati ketiga gadis yang merupakan teman dari Vanessa, dan membangunkannya.

“Hei, ayo, bangun, kalian harus sekolah,” kata Livy, menepuk-nepuk pelan pipi ketiga gadis itu.

Merasakan tepukan pada bagian pipinya, membuat Karina sontak menggeliat dan perlahan-lahan mulai membuka mata. Gadis itu sedikit mengerutkan kening, berusaha menghindari cahaya terang yang memasuki inderanya pengelihatannya.

“Akhirnya bangun juga,” ujar Livy, melihat Karina yang sedang mengucek-ucek mata.

Karina berhenti mengucek mata, menegakkan badan, dan melihat ke arah Livy. “Mbak, gimana keadaan Vanessa?”

Mendapat pertanyaan dari sahabat Vanessa, membuat Livy sontak diam sejenak, lalu perlahan-lahan mulai menggelengkan kepala. “Belum ada kabar dari dokter, Vanessa masih ada di ruang IGD.”

Karina menoleh ke arah ruangan IGD dengan Tatapan yang berubah menjadi sendu. Kedua tangan gadis itu mengepal di atas paha, rasa takut yang tadi malam dirinya rasakan kembali menghantui pikirannya.

“Vanessa bakal baik-baik aja, kan?” tanya Angelina, menggenggam erat kedua tangannya di atas paha, dan ikut melihat ke arah ruangan IGD dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca.

Mendengar pertanyaan dari Angelina, membuat Karina sontak menoleh ke arah gadis itu. Karina menangkup wajah sang sahabat, menghapus air mata yang sudah ingin tumpah. “Vee bakal baik-baik aja, kok, lu percaya, kan, sama dia?”

Karina mengangguk seraya menggigit bibir bawah. “Gue percaya, tapi gue takut, Kar. Gue takut banget kehilangan salah satu sahabat gue yang paling berharga.”

“Sssstt, lu gak boleh ngomong gitu. Vee pasti bakal sembuh. Iya, kan, Mbak?” Karina mengalihkan pandangan ke arah Livy seraya menunjukkan sebuah senyuman yang sangat terlihat dipaksakan.

Hati Livy seketika terasa teriris saat melihat senyuman dari Karina. Ia dapat merasa kesedihan yang sangat mendalam dari senyuman gadis itu.

Kedua tangan Livy bergerak, memegang pipi Angelina dan Karina. “Iya, Vanessa pasti akan baik-baik aja. Kalian berdua jangan lupa doain Vanessa, ya, biar dia cepet sembuh.”

Angelina dan Karina mengangguk secara bersamaan, lalu kembali melihat ke arah ruangan IGD.

“Hei, udah mau jam tujuh, kalian berdua pergi sekolah, gih, biar di sini aku sama Galen yang nungguin Vanessa,” kata Livy, setelah melihat jam tangan yang sedang dirinya kenakan.

Angelina dan Karina saling pandang. Kedua gadis itu lalu menggelengkan kepala secara bersamaan seraya melihat ke arah Livy.

“Hari ini, gue sama Angel mau izin dulu, Mbak. Gue sama Angel pingin mastiin keadaan Vanessa terlebih dulu, biar waktu sekolah gak kepikiran,” jelas Karina.

“Jangan, kalian berdua harus sekolah.” Galen bangun dari tempat duduk, berjalan mendekati tempat Angelina dan Karina berada. Ia berjongkok, memegang bahu kedua sahabat dari Vanessa itu seraya menatap lekat mata keduanya. “Dengerin aku, kalian berdua harus sekolah, aku hargain kepedulian kalian terhadap Vanessa. Tapi, pendidikan kalian berdua lebih penting. Ditambah, aku mau minta tolong sama kalian berdua, bisa gak?”

Karina sontak mengerutkan kening saat Galen mengatakan ingin meminta tolong kepadanya. “Minta tolong apa, Kak?”

Galen memberikan sebuah kode tangan agar Angelina dan Karina mendekatkan telinga mereka. Setelah kedua gadis mendekat, ia mulai memberitahu soal permintaan tolongnya.

“Gimana, kalian berdua bisa bantu aku, kan?” tanya Galen, setelah selesai memberi tahu permintaan tolongnya kepada Angelina dan Karina.

Angelina dan Karina saling pandang. Mereka berdua kemudian mengangguk sebagai jawaban.

Melihat kedua gadis itu mengangguk, Galen sedikit merasa tenang. Ia menoleh ke samping kanan Angelina, menatap Renata yang sedari tadi hanya diam memperhatikan dirinya.

“Kamu kakak kelasnya Vanessa, kan?”

Renata mengangguk. “Iya, Kak. Saya Kakak kelasnya Vanessa.”

“Saya boleh minta tolong juga gak ke kamu?”

“Minta tolong apa, Kak?” tanya Renata, tatapannya berubah menjadi serius.

Galen melihat ke arah Angelina dan Karina sebelum memberitahu permintaan tolongnya kepada Renata. “Tolong jagain mereka berdua, jangan sampai kejadian yang menimpa Vanessa juga dialami sama Karin dan Angel.”

Mendengar permintaan tolong dari Galen, membuat Angelina dan Karina sontak melebarkan mata. Kedua gadis itu tidak menyangka, bahwa Galen meminta Renata untuk menjaga mereka.

“Kak, gak perlu, aku sama Angel bisa jaga diri sendiri, kok,” ujar Karina.

Galen menggelengkan kepala, kembali menatap ke arah Angelina dan Karina. “Biar lebih aman, Kar. Aku yakin, orang yang udah bikin Vanessa jadi kayak gini pasti akan ngelakuin hal yang sama ke kalian berdua. Gue mohon, kalian berdua harus hati-hati.”

Mendengar perkataan Galen, membuat Angelina dan Karina perlahan-lahan mulai menganggukkan kepala.

“Ya, udah, kalo gitu kalian berdua pulang, siap-siap, dan pergi ke sekolah.” Galen memegang bahu Angelina dan Karina, lalu mengalihkan pandangan ke arah Renata. “Tolong jagain mereka berdua, ya?”

Renata mengangguk, bangun dari tempat duduk, berpamitan kepada Galen dan Livy, kemudian menjauhi ruangan IGD bersama dengan Angelina dan Karina.

Setelah kepergian ketiga gadis itu, Galen menoleh ke belakang, melihat ruang IGD yang masih tertutup dengan begitu rapat. Ia mengepalkan tangan, bersumpah akan membuat orang-orang yang telah berbuat jahat kepada Vanessa menyesal.

“Jangan mikir macem-macem,” ujar Livy, menggenggam tangan Galen yang sudah mengepal sempurna.

Kepalan pada tangan Galen perlahan-lahan mulai mengendur. Ia menoleh ke arah sang tunangan, mengembuskan napas beberapa kali untuk menghilangkan rasa amarah yang tiba-tiba saja melanda dirinya.

“Maaf,” kata Galen, setelah merasa sedikit menjadi lebih baik.

“Iya, gak papa. Tapi, ingat, kamu jangan mikir macem-macem, kita harus fokus jagain Vanessa sampai dia sembuh,” jelas Livy, mengelus punggung tangan Galen di sela genggamannya.

Galen mengangguk, membalas genggaman tangan Livy, lalu mengajak perempuan itu untuk kembali duduk di kursi ruang tunggu.

•••

Waktu menunjukkan pukul 07.30. Koridor SMA Garuda Sakti, kini telah dipenuhi oleh para siswa-siswi yang sedang sibuk mengobrolkan sebuah berita besar yang sangat menggemparkan seluruh penjuru sekolah.

Berita besar itu adalah berita soal Vanessa yang kemarin malam ditemukan dalam kondisi memprihatinkan.

Para siswa-siswi SMA Garuda Sakti benar-benar sangat penasaran dan marah, karena gadis yang menjadi idola sekaligus panutan mereka mendapatkan kejadian kurang mengenakkan. Bahkan, ada beberapa orang siswa yang memiliki perasaan lebih terhadap Vanessa secara terang-terangan ingin membuat perhitungan terhadap orang yang telah membuat gadis idolanya menjadi sangat begitu menderita.

Di antara para siswa-siswi yang sedang sibuk mengobrolkan berita menggemparkan itu, terlihat Angelina, Karina, dan Renata sedang berjalan menyusuri koridor.

Wajah ketiga gadis itu benar-benar sangat datar, tidak ada senyuman yang biasanya akan mereka bertiga tunjukkan.

Indera pendengaran Karina menangkap salah satu obrolan tentang kejadian tadi malam, membuat gadis itu sontak menoleh ke arah Renata.

“Semuanya udah tau soal tadi malam, Kak?” tanya Karina.

Renata menggelengkan kepala. Ia juga merasa bingung lantaran kejadian yang menimpa Vanessa tadi malam sudah menjadi hot topic pada pagi ini. “Gue gak tau, Kar.”

Tubuh Angelina yang berada di tengah-tengah Karina dan Renata perlahan-lahan mulai bergetar, mendengar obrolan para siswa-siswi itu membuat dirinya kembali mengingat akan kejadian tadi malam.

“Vanessa akan baik-baik aja, kan?” tanya Angelina, suaranya sangat pelan dan terdengar bergetar.

Karina mengalihkan pandangan ke Angelina. Ia menggenggam tangan kanan gadis itu saat melihatnya bergetar. “Ngel, percaya. Vee pasti bakal baik-baik aja.”

Angelina mengangkat kepala, menatap mata Karina dengan sendu dan berkaca-kaca. “Tapi, Kar. Gue takut banget kalo Vanessa sampai kenapa-napa.”

“Ssst, jangan ngomong gitu, kita harus percaya kalo Vee bakal baik-baik aja. Ingat, Ngel, pikirin negatif kita bisa ngebuat hal yang sebenernya gak akan terjadi malah akan terjadi.” Karina mengelus punggung tangan Angelina, berusaha membuat sang sahabat kembali menjadi tenang. Walaupun, dirinya sendiri saat ini sedang merasakan ketakutan yang sama dengan sang sahabat.

Melihat kedatangan Angelina, Karina, dan Renata, membuat para siswa-siswi yang masih ada di koridor sontak berjalan menghampiri ketiga gadis itu. Mereka menyapa Angelina, Karina, dan Renata seraya bertanya akan keadaan Vanessa sekarang ini.

Mendengar pertanyaan dari para teman-teman sekolahnya, Angelina kembali menundukkan kepala. Gadis yang biasanya selalu tersenyum itu kini benar-benar sedang tidak memiliki tenaga untuk menghadapi banyaknya pertanyaan dari para siswa-siswi SMA Garuda Sakti.

Angelina di dalam hati mulai berharap, agar teman-teman sekolahnya itu berhenti bertanya dan segera meninggalkan tempatnya sekarang.

Renata maju ke depan tubuh Angelina dan Karina, menghalangi para siswa-siswi yang ingin menyentuh dan bertanya kepada kedua gadis itu. Ia tidak lupa memberikan pengertian kepada para siswa-siswi yang masih tetap saja penasaran.

Renata merasa sangat kewalahan menghadapi banyaknya siswa-siswi yang menghampiri Angelina, Karina, dan dirinya. Beruntung, terdengar suara Fajar dari arah depan yang membuat siswa-siswi itu sontak sedikit menjauhkan tubuh mereka.

“Kamu gak papa?” tanya Fajar, saat dirinya telah berada di hadapan Renata.

Renata mengembuskan napa panjang, menghapus keringat yang keluar dari dahi. “Gak papa, makasih, ya, Jar, karena udah nolongin aku.”

Fajar mengangguk, mengalihkan pandangan ke belakang tubuh Renata, melihat Angelina dan Karina yang sedang diam seraya menundukkan kepala.

“Ngel, Kar, kalian berdua gak kenapa-napa?” tanya Fajar.

Karina perlahan-lahan mulai mengangkat kepala, menunjukkan sebuah senyuman yang sangat terlihat dipaksakan. “Gak papa, kok, Kak.”

Melihat senyuman Karina, Fajar menghela napas, mewajarkan sifat sok kuat dari gadis itu. Ia kembali menatap wajah Renata dengan lekar, memegang kedua bahu gadis itu. “Ren, kalian bertiga bisa ikut aku sebentar gak?”

“Ke mana?” tanya Renata, membalas tatapan lekat Fajar.

“Ruang OSIS, ada sesuatu yang mau aku bahas sama kalian bertiga,” jawab Fajar, melirik sekilas ke Angelina dan Karina.

Renata menoleh ke arah belakang, menunggu persetujuan dari Angelina dan Karina. Setelah kedua gadis itu mengangguk, Renata kembali menatap Fajar. “Ayo.”

To be continued :)

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!