Cassandra Magnolia Payton, seorang putri dari kerajaan Payton. Kerajaan di bagian utara atau di negeri Willems yang dikenal dengan kesuburan tanahnya dan kehebatan penyihirnya.
Cassandra, gadis berumur 16 tahun berparas cantik dengan rambut pirangnya yang diturunkan oleh sang ayahanda dan mata sapphiernya yang sejernih lautan. Gadis polos nan keras kepala dengan sejuta misteri.
Dimana kala itu, Cassandra hendak dijodohkan dengan putra mahkota dari kerajaan bagian Timur dan ditolak mentah-mentah olehnya karena ia ingin menikah dengan orang yang dicintainya dan memilih kabur dari penjagaan ketat kerajaan nya dengan menyamar menggunakan penampilan yang berbeda, lalu pergi ke kekerajaan seberang, untuk mencari pekerjaan dan bertemulah dengan Duke tampan yang dingin dan kejam.
Bagaimana perjalanan yang akan Cassandra lalui? Apakah ia akan terjebak selamanya dengan Duke tampan itu atau akan kembali ke kerajaan nya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon marriove, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB XVI. Suasana Menegangkan
"Duke? Kenapa Anda bisa disini?, " tanya Cassa setelah menghilangkan rasa terkejutnya. Bukannya menjadi pelayan pribadi Pangeran Kael akan berakhir 2 hari lagi, tapi kenapa Duke jelek itu ada disini?!
Alaric yang awalnya senang melihat pujaan hatinya, moodnya langsung berubah menjadi buruk saat mendengar perkataan itu, "Jadi kau tidak merindukanku?."
Cassa gelagapan, tidak percaya lelaki di hadapannya adalah Alaric. Kenapa bisa menjadi lebih manja seperti ini?! Dengan cepat, Cassa meminta maaf agar tidak ada terjadinya kesalahan. Mood Alaric berubah sedikit lebih sedikit. Dia mendekat ke arah Cassa, memeluk tubuh kecil yang tingginya hanya berkisar 165cm padahal tingginya adalah 190cm. Begitu menggemaskan saat di pelukannya.
Cassa terkejut atas tindakan sang majikan, belum sempat menyatakan protes. Kael datang merusak adegan romantis yang sedang terjadi. Tatapan Kael terlihat begitu menusuk, Cassa bertanya-tanya kenapa tatapan Kael sangat menyeramkan.
Kael datang dengan baju santainya, baju kebanggaan dengan warna putih dipadukan biru seperti matanya. Rambut putih nya masih basah seperti baru saja mandi dan mata biru nya menyinar seterang mungkin dibawah langit yang sedang melukiskan warna jingganya.
Langit sore mulai seketika berubah gelap dikarenakan suasana di taman belakang istana semakin memanas. Pasti itu adalah karena Kael dan Alaric yang sedang bermusuhan, memperebutkan gadis yang sama. Kael, dengan rambut putih basah dan baju kebanggaan putih-birunya, mendobrak suasana dengan teeriakan keras, “Vior!” Suaranya menggema, membuat burung-burung kecil yang bertengger di pohon sekitar terbang menjauh.
Alaric, yang tengah memeluk Cassa, langsung melepaskan pelukannya dengan tatapan tajam yang seolah berkata, “Mau apa dia di sini?!”Kael, di sisi lain, balas menatap penuh dendam. Sejenak, ada keheningan yang begitu mencekam, hanya diisi oleh suara angin yang memainkan daun-daun.
Cassa yang pertama kali melihat Kael begitu emosi tertegun. Ternyata dibalik kelembutan Kael, ada sisi yang begitu berbeda dari biasanya dan ini sedikit menyeramkan. Auranya mirip dengan Alaric tapi Duke Hexton itu lebih menyeramkan karena itu sudah menjadi ciri khasnya.
Dalam hati, Alaric mendesis, "Hah, kenapa juga dia muncul seperti ini. Dilihat dari pupil matanya, dia seakan sudah jatuh cinta lebih dalam kepada Lavie-ku! Kalau mau bersaing, silakan, tapi jangan berharap karena aku yang ditakdirkan untuknya. Gadis ini hanya milikku!” Alaric berbicara dalam hati, menyeringai puas.
Cassa? Dia hanya berdiri mematung. Tatapannya datar, penuh rasa malas menghadapi drama yang tiba-tiba muncul.
Alaric langsung memutuskan untuk mengakhiri adegan ini, “Cassa, hari ini kita pulang,” katanya to the point, tak ingin memberikan kesempatan Kael berlama-lama di sini.
Namun, Kael melangkah maju, tidak terima, “Dia belum seminggu jadi pelayan pribadiku seperti perjanjian. Kalau kau pikir bisa seenaknya membawanya pergi, kau salah besar, Alaric.”
“Kael,” Alaric membalas dingin, melupakan sopan santunnya.
"Apa? Kau tidak boleh membawa Vior pulang!," Kael tidak ingin kalah. Dia menatap datar Alaric didepannya, tangannya mengepal dibawah. Dia hanya ingin berlama-lama pada Vior tapi selalu terhalang dengan Alaric.
"Ada apa ini?," suara itu.. Suara Raja Kerajaan Aneila. Menatap pemandangan di depannya datar. Menghela napas panjang, kenapa dua lelaki ini memperebutkan seorang gadis padahal dia hanyalah pelayan, sayangnya salah satu lelaki yang memperebutkannya adalah anaknya. Mereka bertiga pun terkejut karena Raja datang ke istana milik selir dan pangeran kedua, mereka semua langsung memberikan salam kepada sang Raja.
Tak ingin mendengar keributan lagi, Raja langsung memerintah kan agar Kael ikhlas membiarkan Cassa pergi dan Alaric bisa meninggalkan istana. Setelah mengatakan itu dia langsung pergi dengan dua pengawal yang selalu mengawalnya kesana kemari.
Namun sebelum ketegangan itu berlanjut setelah Raja pergi, Cassa mengangkat tangannya, menghentikan perdebatan mereka, “Jangan bertengkar lagi. Aku perlu bicara dengan Kael sebentar, dan... beres-beres untuk pulang.”
Alaric mengerang pelan, jelas-jelas tak ikhlas. Namun, dia akhirnya mengangguk, meskipun wajahnya menunjukkan ekspresi penuh kekesalan.
......................
Setelah Cassa selesai membereskan barang-barangnya, dia pergi ke kamar Karl, di mana Kael sudah menunggunya. Langit mulai gelap, dan bintang pertama mulai terlihat di atas kepala mereka.
“Ada yang mau saya bicarakan kepada Anda,” ujar Cassa pelan, sebelumnya dia sudah memberikan salam kepada Pangeran Kedua di depannya.
Kael mengangguk, matanya menatap lurus ke arah gadis itu, “Tentu. Katakan saja Vior, aku akan menjawabnya.”
Cassa menarik napas dalam-dalam sebelum bertanya, “Putra Mahkota Kerajaan Payton… kenapa ada disini?”
Kael tampak terkejut sesaat. Dia mengernyit, kenapa Laviora menanyakan itu padanya? Tadi dia juga sempat tegang saat mendengar bahwa Putra Mahkota Kerajaan Payton akan datang. Baginya ini sedikit mencurigakan..
Setelah beberapa detik hening, dia berkata dengan nada serius, “Sebenarnya aku tidak bisa memberitahukan ini, tapi aku sudah bilang bahwa aku akan menjawabnya apapun itu. Hmm, Putra Mahkota Jezgar sedang mencari adiknya kembali dan meminta bantuan kepada pihak istana, yah begitulah,”
Cassa terdiam, ternyata kakaknya masih mencarinya, "Tunggu gadis nakalmu ini, Kak!, " tekad Cassa, setelah itu dia mengucapkan terima kasih dan segera pergi meninggalkan ruangan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Keesokan harinya, Cassa sudah siap kembali ke Kediaman Hexton. Agar sopan, dia mempunyai niat untuk berpamitan terlebih dahulu. Cassa melangkah perlahan menuju ruang kerja Pangeran Kael. Setelah mengetuk pintu, ia masuk dengan kepala sedikit tertunduk.
"Pangeran Kael, hamba ingin berpamitan. Hamba akan kembali ke kediaman Hexton, terima kasih sudah memperlakukan hamba dengan baik, " ujarnya dengan suara pelan namun tegas. Senyum manis dipersembahkannya.
Kael menatapnya sejenak, lalu mengangguk dengan senyum tak kalah manisnya juga walau dalam hati tidak rela ditinggal pergi oleh pujaan hatinya, "Hati-hati di perjalanan. Jika ada sesuatu yang kau butuhkan, kau tahu siapa yang harus kau hubungi."
"Terima kasih, Yang Mulia," jawab Cassa, memberikan sedikit anggukan sebelum mundur dan keluar dari ruangan.
Namun, di balik percakapan itu, Alaric, yang berdiri di dekat pintu, memperhatikan dengan mata yang sedikit menyipit. Rasa cemburu tampak jelas di wajahnya. Saat mereka keluar dari istana, ia akhirnya berkomentar, "Kau tidak perlu terlalu sopan padanya, kau tahu."
Cassa memandangnya malas, " Dia adalah pangeran, Duke. Sudah seharusnya—"
"Ya, ya," potong Alaric, menggulung lengan bajunya seolah menahan sesuatu, "tapi kau adalah pelayan ku. Jadi, tak perlu terlalu akrab dengan pria lain, bahkan seorang pangeran."
Cassa menghela napas panjang, memilih untuk tidak membalas.
Mereka telah tiba di kediaman Hexton, pelayan-pelayan menyambut mereka dengan penuh penghormatan.
Setelah berbincang sebentar, Cassa malah dibimbing lagi ke kamar barunya yang telah disiapkan untuknya. Dia bingung, kenapa kamarnya menjadi disini apalagi kamarnya sudah seperti putri dari seorang bangsawan. Tidak mencerminkan seorang pelayan sama sekali.
"Kenapa kamarku menjadi di sini?" tanyanya pada seorang pelayan dengan nada tidak percaya.
Sebelum pelayan itu sempat menjawab, Alaric muncul dari belakang, menyilangkan tangan di dadanya, "Aku yang memintanya," katanya santai dan tidak merasa bersalah sekalipun.
Cassa berbalik dengan tatapan kesal, mata bulat indahnya menatap tajam lelaki didepannya, "Kenapa? Aku kan hanya pelayanmu, Duke. Tidak perlu sampai seperti ini tau."
Bukannya mendengar kekesalan gadis dicintainya, dia terpesona dengan iris indah yang menjadi objek ditatapnya. Begitu menyilaukan dan indah dibawah sinar lampu yang begitu terang.
Alaric tersenyum tipis menanggapinya, memandang gadis yang dicintainya dengan intens, "Menurut saja, Lavie. Itu juga, biar aku bisa dekat denganmu. Kamu juga pasti senang kan? "
Wajah Cassa memerah seketika, tapi ia hanya mendengus dan masuk ke kamarnya tanpa berkata-kata lagi, menutup pintu dengan sedikit lebih keras dari yang diperlukan. Di balik pintu, ia menghela napas panjang, baru menyadari juga bahwa Duke jelek itu memakai aku-kamu padanya. Sementara di luar kamar, Alaric tersenyum penuh kemenangan.
...****************...
Malam ini, kamar Cassa diterangi hanya oleh cahaya rembulan yang redup. Ia baru saja merebahkan diri di tempat tidur ketika tiba-tiba suara kaca pecah membuatnya tersentak. Dimana semua penjaga disini?! Ia segera bangkit, jantungnya berdegup kencang. Tanpa berpikir panjang, Cassa bersembunyi di dalam lemari, mencoba menahan napas agar tidak terdengar.
Tak lama kemudian, empat pria bertopeng masuk ke kamarnya. Suara langkah mereka terdengar jelas, disertai percakapan yang membuat darah Cassa membeku.
"Di mana pelayan itu? Kita sudah dibayar untuk membunuhnya," salah satu dari mereka berbisik tajam. Cassa menggigit bibirnya, mempertimbangkan untuk keluar dari tempat persembunyian.
"Lavie, apa yang terjadi padamu?!," Alaric langsung saja mendobrak kamar Cassa karena mendengar suara pecahan, bahkan dia harus terbangun dari tidurnya. Dia datang dengan dua pengawal yang saat itu menjaga.
Alaric kemudian berdiri di tengah ruangan, menatap dingin ke arah para penyusup,"Berani sekali kalian masuk ke kediamanku. Di mana pelayanku?!" tanyanya, suaranya rendah namun penuh ancaman.
Salah satu pria itu tertawa sinis, "Pelayan itu? Dia tak akan lolos malam ini." tanpa menunggu lebih lama, pertarungan pun terjadi. Alaric bergerak dengan cepat, mengambil pedangnya milik Cassa di tembok, menghadapi para penjahat dengan kekuatan luar biasa. Namun, dari dalam lemari, Cassa tak mampu hanya menjadi penonton. Ia keluar dengan cepat, mengambil vas bunga terdekat, dan memukul salah satu dari mereka, membuat pria itu terhuyung.
"Jangan bunuh semuanya, Duke!," seru Cassa, berusaha menahan napasnya yang memburu. "Sisakan untuk diinterogasi."
Alaric mengangguk, matanya penuh konsentrasi. Dalam waktu singkat, dua dari mereka tewas mengenaskan di tangan Alaric, sementara dua lainnya dilumpuhkan dan diikat. Setelah memastikan semuanya aman, Alaric memerintahkan agar dua penyusup yang tersisa dibawa ke penjara rahasia. Ia menatap Cassa, "Ikutlah denganku, kalau kamu mau," ucapnya singkat.
Cassa hanya bisa mengangguk, mengikuti langkah sang Duke. Sesampainya di penjara rahasia,, matanya otomatis terbelalak. Ini pertama kalinya ia masuk ke penjara rahasia-sesuatu yang pernah ia ingin kunjungi di kerajaan namun tak pernah diizinkan untuk mengunjunginya.
Penjara itu dingin, gelap, dan mencekam. Dua pria itu diikat pada kursi, wajah mereka penuh luka. Alaric berdiri di hadapan mereka, matanya penuh ancaman.
"Siapa yang mengirim kalian?" tanyanya dengan suara dingin.
"Jawab!, " Alaric merasa geram, marah karena tidak ada jawaban sama sekali. Cassa yang melihat kemarahan Alaric, dengan tidak sengaja menggenggam tangan Alaric guna menyalurkan kehangatan dan bisa membuat Alaric sedikit tenang. Alaric sedikit terkejut, matanya melirik tangannya yang digenggam. Nyatanya itu berhasil, sehingga emosi Duke jelek itu semakin lama semakin membaik.
Keduanya terdiam, tak memberikan jawaban. Salah satu dari mereka gemetar, akhirnya membuka mulut takut dengan Duke yang diberikan gelar Duke Kejam, "Dia... gadis berambut merah muda kalau tidak salah namanya Am-.." ucapnya, suaranya bergetar sebelum terhenti.
...— Bersambung —...