Istri yang dimanfaatkan olehnya telah tiada, meninggal dalam pelukannya. Wanita berwajah rusak yang tidak pernah lelah menunggunya.
"Bangun Foline..." gumamnya, tidak pernah mengijinkan pemakaman sang istri. Memeluk jenazah yang berada dalam peti mati dalam kamarnya.
Pemuda keji, yang menampik rasa kasih dari istrinya. Menghancurkan keluarganya, hanya demi ambisinya untuk memiliki segalanya.
"Sayang...jika aku dapat mengulangi waktu, aku tidak akan membiarkanmu menangis, tidak akan membiarkan jarimu tergores..." gumamnya hendak mengakhiri hidupnya. Kala bahkan tidak ada lagi rasa kasih dari keluarganya.
*
Namun, ada yang aneh. Otto Celdric tidak meninggal. Matanya terbuka mengamati ruangan, dirinya kembali ke masa 12 tahun lalu.
Mencari keberadaan istrinya, melindungi keluarganya, itulah yang akan dilakukan psikopat itu kali ini.
Menginjak tubuh orang-orang yang akan menghancurkan keluarganya.
"Kalian tidak ingin bermain lagi denganku?"
"Aaggh!"
"Adios!"
Dor!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kill
Hal yang pertama dilakukan olehnya adalah menghubungi polisi, bukan pemadam kebakaran. Kemudian membawa mereka bersembunyi ke daerah hutan belakang panti asuhan.
Orang-orang yang percaya pada apapun yang diinstruksikan Eric. Hingga kala petugas kepolisian datang menjemput mereka, beberapa pertanyaan diajukan pada pengurus panti yang dimintai keterangan secara terpisah. Mengapa mereka tidak menghubungi pemadam kebakaran. Dan apa yang sebenarnya terjadi.
"Telepon panti asuhan rusak, ada yang memotong kabelnya." Jawab Dillen kala petugas bertanya padanya.
"Kenapa tidak menggunakan handphone untuk menghubungi pemadam kebakaran?" Sang polisi memincingkan matanya. Berjaga-jaga jika kebakaran merupakan kesengajaan.
"Kepala panti meminjam handphone kami sebelum kepergiannya. Katanya untuk hadiah perpisahan, kepala panti akan mengirimkan handphone baru dengan nomor kami di dalamnya." Jawaban Dillen tetap terlihat tenang.
"Dan kalian memberikan handphone kalian?" Tanya sang petugas tidak mengerti.
Dengan cepat Dillen mengangguk."Kepala panti begitu baik seperti ayah kami. Bahkan saat panti asuhan mengalami kesulitan keuangan, kepala panti rela tidak mendapatkan gaji. Tidak mungkin kami meragukan nya."
Sang petugas menghela napas, keterangan ini tidak dapat dipercayai begitu saja. Lebih baik membandingkan dengan keterangan pengurus panti asuhan yang lain.
"Kamu bilang kalian bisa keluar setelah pria bernama Eric membuka pintu secara paksa. Bagaimana gedung dapat terkunci, kenapa kalian tidak keluar lewat jendela saja?" Tanya sang petugas kepolisian kembali.
Dillen menggeleng, tidak mengetahui apapun."Setelah menidurkan anak-anak, aku kembali ke kamar. Mencoba keluar saat asap mulai menyebar, tapi seluruh pintu keluar terkunci. Jendela juga dipasangi tralis."
"Teralis?" Sang polisi mengernyitkan keningnya.
"Benar! 6 bulan lalu kepala panti memasang tralis di seluruh jendela. Katanya untuk keamanan anak-anak." Jawaban Dillen apa adanya.
Sang polisi diam tertegun sejenak. Seluruh alat komunikasi terputus, mereka bagaikan dikurung untuk mati. Secara kebetulan semua keterangan tertuju pada kepala panti asuhan, yang kini telah memasuki usia pensiun.
Bagaimana untuk menyelidiki kasus yang memiliki terlalu banyak kebetulan?
***
Sedangkan Eric memberikan keterangan di ruangan berbeda. Pemuda yang terdiam duduk di hadapan petugas kepolisian.
"Kamu warga negara asing?" Tanyanya.
"Benar!" Jawab Eric.
"Untuk tujuan apa ke negara ini?" Kembali sang petugas bertanya.
"Mengunjungi teman." Sebuah jawaban singkat, tidak terlihat kebohongan di dalam sana.
"Kamu berkata, mendengar permintaan tolong. Kemudian masuk melalui pintu belakang, menggunakan kapak. Kenapa kamu membawa kapak?" Tanya sang petugas.
"Menebang kayu, di area belakang panti asuhan adalah hutan bukan?" Jawab Eric.
"Tapi itu hutan lindung, tidak boleh menebang sembarangan. Lagipula sudah malam, kenapa tidak besok saja." Sang petugas berusaha tersenyum.
"Maaf! Maaf! Aku tidak tau aturan tentang negara ini. Apa aku akan terkena denda?" Tanya Eric cemas.
"Dalam mobilmu aku menemukan pisau bedah, jarum suntik, obat bius dan senjata api." Sang petugas kepolisian menghela napas, memijit pelipisnya sendiri. Ingat! Eric yang menyelamatkan para anak-anak panti asuhan. Walaupun mencurigakan, pemuda ini tidak memiliki motif, juga memiliki alibi berupa kamera di dashboard mobilnya.
"Ayahku seorang dokter bedah, itu miliknya. Kalian boleh meriksa identitas ayahku. Aku memiliki ijin kepemilikan senjata api, hanya untuk sekedar hobi." Eric menghela napas berusaha tersenyum, benar-benar malas sejatinya berurusan dengan polisi.
Orang ini benar-benar mencurigakan, mungkin itulah yang ada dalam otak petugas. Tapi sekali lagi, statusnya bukan tersangka melainkan saksi sekaligus penyelamat.
"Baik! Otto Celdric, kenapa kamu membawa mereka ke dalam hutan?" Tanya petugas kepolisian.
"Ada yang ingin membunuh mereka." Eric berucap bersungguh-sungguh penuh keyakinan. Inilah saatnya melancarkan rencananya, untuk memancing keberadaan orang keempat.
"Membunuh?" Tanya polisi.
Eric mengangguk."Saat itu aku baru saja memarkirkan mobilku. Ada beberapa orang yang keluar dari panti. Kemudian tiba-tiba terjadi kebakaran. Seseorang berteriak meminta pertolongan. Sebagai orang yang bercita-cita menjadi polisi tentu saja aku akan menyelamatkan mereka."
"Lalu?" Sang petugas masih mendengarkan orang gila yang aneh ini. Anak seorang dokter bercita-cita menjadi polisi, tapi menebang hutan pada malam hari?
"Semua tempat terkunci, anak-anak menangis dalam kepanikan, ini seperti ruang kremasi." Kalimat dari Eric membuat sang petugas yang meminta keterangan padanya mengernyitkan kening, tertarik.
"Ini hanya perspektifku. Jika kebakaran di sengaja, bukankah tujuan mereka adalah membunuh semua orang di panti asuhan? Karena itu, aku membawa pengurus dan anak-anak panti ke dalam hutan. Agar orang yang berniat buruk pada mereka tidak mengejar, dan mengira mereka mati dalam kebakaran." Jelas Eric.
"Itu hanya asumsi tanpa bukti." Sanggah sang petugas. Tapi sejatinya tertarik dengan kata-kata pemuda ini.
"Tapi jika memang benar?" Eric menghentikan kata-katanya sejenak, menepuk bahu sang petugas."Untuk menangkap seekor tikus, kamu perlu membuka lumbung padi. Biarkan tikus masuk ke dalamnya. Mengira dirinya telah mendapatkan tumpukan padi (uang klaim asuransi). Barulah habisi dia." Kalimat penuh senyuman dari Eric.
Hal yang membuat kepala polisi, selaku orang yang meminta keterangan padanya terdiam sejenak. Orang ini (Eric)...cerdas dan memiliki pemikiran berbahaya.
Tapi tidak ada bukti sama sekali dirinya terlibat dalam pembakaran. Lagipula orang ini yang menyelamatkan anak-anak panti asuhan.
"Kamu cocok menjadi polisi." Sang kepala polisi tertawa kecil.
"Benarkah? Tapi sayang sekali aku ingin membuka perusahaan makanan. Jika nanti pasarannya sampai ke negara ini. Aku harap paman mau mencobanya..."
***
Karena itulah, mereka berakhir tinggal di villa yang disewa Eric selama masa penyelidikan. Kematian anak-anak panti juga telah diumumkan. Agar tersangka lengah, tentunya petugas kepolisian menjaga tempat ini secara berkala. Mengingat tidak mengetahui motif pelaku pembakaran, serta ketiadaan bukti.
Menghela napas, sudah diduga oleh Eric, merekrut orang terakhir bukan hal yang mudah.
Pemuda yang semalaman hingga pagi menatap seluruh villa berantakan. Bagaimana anak-anak berlari dan mendandani nya bak malaikat."Haruskah setelah kembali bersama Foline kami memiliki anak?" gumamnya, kala anak-anak mengeluarkan tissue toilet, kemudian melingkarinya. Hendak menjadikan Eric mumi.
***
Hari telah siang, pengumuman resmi di televisi dimana tidak ada yang selamat dari kebakaran.
Zhou membawa sekeranjang coklat yang disukai adik-adiknya. Serta buket bunga krisan putih, meletakkannya tepat di depan panti asuhan yang telah menjadi puing.
"Angel, Hidan...kalian tidak suka panas. Apa menyakitkan? Maaf kakak terlambat datang. Dillen tolong jaga anak-anak dengan baik. Kita memang sering bertengkar, tapi kamulah yang paling menyayangi mereka. Kalian semua... Simon...Dic..." Air mata Zhou tertahan, terdiam tanpa ekspresi. Membayangkan setiap detik kematian mereka.
Pemuda yang bekerja seperti biasanya. Tapi ada yang aneh, bagaikan kepribadiannya benar-benar berubah. Menyetir mobilnya, tujuannya... tentu saja panti jompo tempat Billy kini berada.
Ingin mengetahui siapa saja yang memiliki kemungkinan untuk membunuh adik-adiknya tercinta.
"Apa yang pantas...apa sebaiknya kuliti pelan-pelan?" Gumam Zhou membayangkan bagaimana kulit tipis adik-adiknya terlalap api. Jika kulit pelaku pembakaran dikupas pelan, itu akan indah.
Tuhan tidak memberikan keadilan untuk adik-adiknya. Maka dirinya yang akan memberikan keadilan, setidaknya itulah yang ada difikirkannya tersenyum menyeringai.
hayooo jelasin semuanya jgn sampe denger dari orang lain
lanjut ka thoor 🔥
kmu teledor ric...istrimu jd kabur kan...psti krn ngeri ngebayangin hidup sama anak manis kya kmu😁😁😁